Cerita Hikmah: Kisah Burung Pipit Memilih Nasib Bernama Elang
Selasa, 21 Mei 2024 | 17:40 WIB
Siang itu angin tidak terlalu kencang, gemerisik daun-daun pinus dan cemara terkena angin. Matahari mulai naik melewati pucuk-pucuk pohon.
Kabut sudah tidak terlihat, awan sedikit menggumpal seperti kapas bergulung. Sinar matahari agak terik menjelang siang. Bentangan bukit nampak hijau saling menyambung.
Kenari dan Pipit terbang meliuk liuk mengikuti arah angin, seperti pesawat sedang demo akrobatik. Dua sahabat itu sesekali saling menyalip sambil bercanda.
Tinggal dua punggungan bukit mereka akan sampai ke tempat gandum itu tumbuh. Sedang semangatnya mereka terbang, terlihat di kejauhan burung Elang hitam berputar-putar mencari mangsa. Dengan cepat burung Pipit dan Kenari menukik masuk ke dalam hutan, disalah satu batang pohon yang daunnya lebat mereka bersembunyi.
Kenari: "Waduh! Hampir saja ya kita menjadi mangsa Elang."
Pipit: "Betul, dia itu sering memangsa burung-burung kecil seperti kita. Sebaiknya kita disini dulu, nunggu dia pergi jauh."
Kenari: "Nah, Pipit, saya mau tanya, katanya tadi, kalau urusan takdir Allah yang mengatur, misalnya kalau kita lanjut terbang, kalau bukan takdir di makan, kita aman kan?", apalagi ini sudah siang kasihan anak-anak kita lapar.
Pipit: "Hey Kenari, Takdir itu bukan seperti apa yang kamu fikirkan, di depan kita itu ada bahaya, kita ada dua pilihan; mencari jalan aman, atau mendekati bahaya, itu adalah pilihan. Ya, kita harus memilih jalan selamat."
Kenari: "Terus berapa lama kita harus diam disini, sementara perut kita lapar, belum lagi anak kita menunggu. Pit, kenapa harus ada bahaya di depan kita, padahal kita sedang melaksanakan tugas sebagai burung?"
Pipit: "Ya sabar aja, berdo'a saja, semoga Elang cepat pergi, biar kita bisa terbang lagi, apalagi sebentar lagi kita sampai ke tempat gandum itu. Kenari, ikhtiar dan sabar itu tidak semudah dibicarakan, Allah butuh pembuktian, ya seperti sekarang, ada bahaya, masihkan kita bisa bersabar dan mengharap keselamatan kepadaNya."
Kenari: "Pit, apa dengan berdo'a akan mempercepat Elang pergi?"
Pipit: "Ya aku juga enggak tahu, tapi dengan kita berdo'a meminta kepada Allah, do'a itu bukan kita menyuruh dan mengatur Allah, do'a itu bentuk kepasrahan hamba, karena kita tidak bisa apa-apa, karena merasa tidak bisa apa-apa, kita harus bersabar dan berdo'a."
Beberapa waktu Pipit dan Kenari asyik mengobrol, hingga kenari lupa dia sedang menunggu Elang pergi. Seperti halnya kita manusia, waktu akan terasa cepat walaupun sudah lama ketika berada di tempat atau situasi yang kita sukai. Dan sebaliknya, waktu akan terasa lama walaupun waktu sebentar ketika kita di tempat dan situasi yang kita tidak sukai.
Sekitar satu jam Elang melayang di atas punggungan bukit, kemudian dia terbang menjauh ke arah timur menjauhi daerah tempat Pipit dan Kenari bersembunyi.
Pipit: "Kenari, lihat Elang sudah pergi, sudah tidak terlihat berputar, sepertinya sudah lama pergi juga."
Kenari: "Ayo kita terbang lagi, sebentar lagi kita sampai ke tempat pohon gandum."
Akhirnya mereka sampai di lahan gandum. Namun betapa terkejutnya Kenari, karena gandum yang tak lebih dari tigapuluh pohon bijinya sudah tidak ada, hanya ceceran cangkangnya berserakan di bawah. Kenari sangat kecewa dan marah.
Kenari: "Pipit!!!, coba lihat, kita mungkin terlalu siang datang kesini, burung lain sudah mendahului kita, apa yang harus kita bawa ke sarang untuk anak-anak kita?"
Pipit: "Tenang Kenari, sebaiknya kita istirahat dulu, kita minum dulu di sungai kecil itu, kita belum minum juga dari tadi "
Dengan wajah lesu, kenari mengikuti ajakan Pipit, sesekali dia mengumpat Elang yang telah menghalangi, marah pada burung lain yang telah mendahului, marah kepada dirinya karena merasa tak berguna, dan sedih menyebut anaknya yang belum makan.
Singkat cerita mereka berdua pulang karena takut terlalu sore menuju sarang. Pipit tetap yakin pasti ada hikmah dari setiap kejadian, dia yakin anaknya pasti makan hari ini. Sebaliknya Kenari, merasa putus asa dan bertanya dalam hati, kenapa Allah membiarkan dirinya kelaparan. Padahal dia sudah membayangkan akan membawa banyak gandum.
Mereka terus terbang, ketika mendekati sarang Pipit, langit mulai agak menguning, awan bergaris tersorot matahari sore, gradasi warna indah. Langit redup, pohon-pohon terlihat bayangannya. Sebagian hewan sudah ada di sarangnya masing-masing.
Dengan wajah lesu Kenari mengikuti Pipit terbang, ketika beberapa meter dari sarang Pipit, tidak seperti biasanya anak-anak Pipit tidak terdengar suaranya. Biasanya karena lapar akan nyaring suaranya.
Pipit dan Kenari akhirnya sampai di batang pohon dan bertengger di dekat sarang Pipit. Namun betapa terkejutnya mereka berdua. Kedua anak Pipit sedang lahap makan, gandum terlihat menumpuk di dalam sarang. Mereka bingung kenapa gandum sudah ada di sarang ini.
Kemudian burung Pipit bertanya kepada anaknya.
Pipit: "Nak, siapa yang membawa gandum sebanyak ini ke sarang kita?"
Anak Pipit: "Bu, tadi ada burung Kakatua membawa gandum banyak ini, katanya, tadi di lahan gandum tidak melihat ibu, takut tidak ke lahan gandum jadi Kakatua bawa banyak untuk dia dan kita."
Pipit: "Kenari dengar dan lihatlah kasih sayang Allah, karena sayangnya, mungkin saja jika gandum itu masih ada, kita akan datang kemalaman ke sarang, karena harus memilih gandum yang matang, belum lagi harus hati-hati membawa, belum lagi tadi kita terhambat oleh Elang."
Kenari: "Iya, aku mulai sadar Pit, bahwa banyak hikmah dari setiap kejadian. Ternyata, mudah emosi, tidaksabar dan buruk sangka, seringkali menutup hati, pesan dan hikmah dari setiap kejadian, terhalang oleh kotornya hati."
Pipit: "Betul, kita sering celaka oleh kelakuan kita sendiri, tapi tidak sadar, malah menyalahkan oranglain bahkan menyalahkan takdir yang dianggap tidak adil."
Kenari: "Baiklah Pit, aku akan terus belajar tentang hidup dari kamu ya, tapi bolehkan aku meminta sedikit gandum untukku dan anakku?"
Pipit: "Ambil saja, karena ini semua rizki untuk kita semua, kita besok bisa istirahat dulu, cadangan makanan kita banyak. O iya Kenari, besok katanya ada musyawah di tempat burung Rangkong. Besok aku ke sarang kamu dulu ya, Kenari."
Dua sahabat itu terlihat senang, Pipit nampak bahagia dengan perubahan Kenari temannya. Kenari mulai sadar, bahwa yang sering menutup kebahagiannya adalah ketakutan dan ke khawatiran dia yang berlebihan. Ketakutan yang menutup akal sehat dan hati, ketakutan yang kemudian menjelma menjadi makhluk yang menjerumuskan ke dalam kemarahan, putus asa dan dendam.
Nasihin, Pengurus Lesbumi PWNU Jabar
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jelang HUT ke-79, Kodam III/Siliwangi Gelar Ziarah ke TMP Cikutra Bandung
3
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
4
Muslimat NU Gunung Putri Gelar Rapat Kerja, Susun Program Satu Tahun ke Depan
5
Ansor Kuningan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Gerakan Kader Tani
6
Ketua Pergunu Jabar Minta Gubernur Dedi Mulyadi Perhatikan Rekomendasi KPAI
Terkini
Lihat Semua