• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Hikmah

Syekh Abdul Qadir dan Bapak Tak Beradab Penyebab Hilangnya Berkah Ilmu Si Anak

Syekh Abdul Qadir dan Bapak Tak Beradab Penyebab Hilangnya Berkah Ilmu Si Anak
Ilustrasi: NU Online
Ilustrasi: NU Online

Oleh Ustadzah Ai Faridah

Saat ini sangat mudah ditemukan berbagai tulisan, opini, artikel, ceramah, vlog di ragam media tentang adab seorang murid kepada gurunya. Banyak pula teladan orang tua yang senantiasa menanamkan pentingnya adab kepada anaknya. 

Namun, tak jarang orang tua yang lupa atau lalai, bahkan tidak tahu tentang adab kepada guru anaknya. Padahal sebagai orang tua, kita harus sadar menitipkan anak kepada guru di pesantren atau sekolah ada adabnya pula. 

Misalnya jika terjadi suatu ketidakcocokan antara kita dengan guru anak, sebaiknya melakukan tabayyun (klarifikasi), bukan emosional yang dikedepankan. Jika emosi yang dikedepankan, akibatnya bisa merusak harga diri kita, guru, pesantren atau sekolah, bahkan harga diri anak kita sendiri.

Dalam sebuah kisah inspiratif diceritakan, ada seorang lelaki yang ingin memfitnah Syekh Abdul Qadir Jiilani. Lelaki itu mengintip rumah Syekh Abdul Qadir melalui sebuah lubang. Saat itu ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan makan daging ayam kesukaannya. Ia makan ditemani muridnya. Lalu ia memakan separuh dan menyisihkan sisanya untuk muridnya. 

Lelaki yang mengintip menyaksikan hal itu. Timbullah rencana liciknya. Dia lalu mendatangi bapak murid yang menemani Syekh Abdul Qadir.  

“Bapak punya anak namanya ini?” 

“Iya,” jawabnya.

Lelaki itu menjelaskan bahwa anaknya diperlakukan seperti hamba sahaya dan seperti kucing oleh gurunya, Syekh Abdul Qadir.

Maka datanglah bapak itu ke rumah Syekh Abdul Qadir. Lalu mempertanyakan perilaku Syekh Abdul Qadir yang memperlakukan anaknya seperti kucing. Karena itulah Si Bapak itu meminta anaknya kembali, tak rela diperlakukan seperti anak kucing.

Setelah pulang dari Syekh Abdul Qadir, Si Bapak baru mengklarifikasi peristiwa itu kepada anaknya. Ternyata jawaban anaknya tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dituduhkan Si Bapak. Si Bapak menyesalinya dan berniat untuk mengembalikan anaknya kepada Syekh Abdul Qadir.

”Bukan aku tidak mau menerima anak itu kembali, tapi Allah sudah menutup futuh (terbuka)-nya untuk mendapat ilmu disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru,” jelas Syekh Abdul Qadir.

Oleh karena itu sebagai orang tua,  kita harus bisa menjaga adab anak-anak dan orang tua sendiri terhadap gurunya. Jangan sampai gara-gara adab orang tua buruk, sedangkan adab anak sudah baik, maka si anak menjadi santri yang ilmunya tidak berkah.

Kisah di atas merupakan menceritakan seorang ayah yang tidak beradab kepada seorang guru. Bagaimana jadinya kalau diri sendiri yang tiada beradab, memaki dan mengaibkan gurunya?

Kata salah satu ulama, satu prasangka buruk saja kepada gurumu, maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu kepadamu.

Semoga karena orang tua dan anak telah menjaga adab kepada gurunya menjadi washilah kita semua dicintai Allah SWT. Semoga Allah SWT menjadikan kita orang yang beradab kepada makhluknya, terlebih lagi kepada guru yang mengajarkan ilmu kepada kita. Padahal, selain anak, orang tua juga harus memiliki adab kepada guru anaknya. Mesti diingat adab lebih mulia daripada ilmu. 

Penulis adalah ustadzah di Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyyah Sumedang


Hikmah Terbaru