• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Hikmah

Selamat Datang Bulan Sya'ban: Sejarah Peralihan Arah Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah

Selamat Datang Bulan Sya'ban: Sejarah Peralihan Arah Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah
Masjidil Aqsa dan Ka'bah (Ilustrasi: AM)
Masjidil Aqsa dan Ka'bah (Ilustrasi: AM)

Bulan Sya'ban adalah waktu yang dianjurkan untuk melakukan introspeksi dan memperbaiki diri dari keburukan. Meskipun bukan termasuk dalam empat bulan suci (asyhurul hurum) Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab, bulan ini tetap memiliki keistimewaan sendiri dibanding bulan-bulan lainnya.


Sya'ban terletak di antara dua bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan. Keistimewaan Sya'ban terutama terkait dengan hubungannya dengan Nabi Muhammad Saw. Rasulullah Saw secara langsung menyebutkan hal ini, menjelaskan bahwa Rajab adalah bulan Allah, Ramadhan adalah bulan umatnya, dan Sya'ban adalah bulannya.


Melansir NU Online, menurut Sayyid Muhammad dalam kitab "Madza fi Sya’ban", pada bulan Sya'ban terjadi beberapa peristiwa penting. Salah satunya adalah perubahan arah kiblat umat Muslim, yang awalnya menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina dan kemudian berubah menjadi Ka'bah di Masjidil Haram Makkah


Mengapa arah kiblat berubah? Penjelasan dari Al-Razi dalam "Tafsir Al-Kabir" atau yang dikenal dengan "Mafatih al-Ghaib" memberikan gambaran. Nabi Muhammad Saw memandang bahwa Baitul Maqdis adalah kiblat orang Yahudi, maka beliau meminta malaikat Jibril untuk menyampaikan keinginannya kepada Allah SWT agar arah kiblat diganti hanya ke arah Ka'bah.


“Wahai Jibril, aku lebih senang jika Allah memalingkanku dari kiblat orang Yahudi. Aku tidak menyukai arah kiblat mereka,” pinta Rasulullah. Jibril menjawab, “Aku pun hamba sepertimu. Akan saya mintakan hal itu untukmu.”


Sementara menunggu hasil negosiasi Jibril, Rasulullah mengangkat wajahnya ke langit, menanti jawaban dari Jibril setelah bertemu dengan Allah Swt. Kemudian, Jibril turun membawa wahyu yang menyatakan bahwa arah kiblat harus diganti ke arah Ka'bah. Permintaan Nabi Muhammad Saw pun dikabulkan.


قَدۡ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبۡلَةٗ تَرۡضَىٰهَاۚ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ لَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ   


“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.


Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144)


Mengapa Rasulullah saw tidak menyukai jika arah kiblat orang Muslim sama dengan orang Yahudi? 


Syekh Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib melanjutkan,


 الأول: أن اليهود كانوا يقولون: إنه يخالفنا ثم إنه يتبع قبلتنا ولولا نحن لم يدر أين يستقبل ، فعند ذلك كره أن يتوجه إلى قبلتهم .  الثاني: أن الكعبة كانت قبلة إبراهيم .  الثالث: أنه عليه السلام كان يقدر أن يصير ذلك سبباً لاستمالة العرب ولدخولهم في الإسلام .  الرابع: أنه عليه السلام أحب أن يحصل هذا الشرف للمسجد الذي في بلدته ومنشئه لا في مسجد آخر. 


Pertama, dulu orang-orang Yahudi berkata, “Muhammad sebelumnya berbeda (arah kiblat) dengan kita, lalu ia mengikuti kami. Andai saja tidak ada kami, pasti ia tidak tahu akan menghadap ke arah kiblat yang mana.” 


Kedua, Ka’bah merupakan kiblat bagi Nabi Ibrahim. 


Ketiga, menurut Rasulullah, jika arah kiblat ke arah Ka’bah, hal ini bisa menyentuh hati orang-orang Arab. Sehingga mereka mau masuk Islam. 


Keempat, kiblat Rasulullah saw menginginkan kemuliaan untuk masjid yang ada di kota beliau, kota kelahiran baginda. (Litah Tafsir al-Kabir, juz 4, hlm 121


Secara detail, pergantian kiblat terjadi pada hari Selasa di pertengahan bulan Sya’ban. Abu Hatim al-Basti mengatakan,


 صلى المسلمون إلى بيت المقدس سبعة عشر شهرة وثلاثة أيام سواء، وذلك أن قدومه المدينة كان يوم الاثنين لاثنتي عشرة ليلة خلت من شهر ربيع الأول، وأمره الله عز وجل باستقبال الكعبة يوم الثلاثاء للنصف من شعبان 


“Orang muslim pernah shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan tiga hari. Hal ini berdasarkan perhitungan Rasulullah saw tiba di Madinah pada Senin, tanggal 12 bulan Rabi’ul awwal. Kemudian Allah swt memerintahkan Nabi saw untuk menggati arah kiblat ke Ka’bah pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban.” (lihat Madza fi Sya’ban, hlm. 10)


Hikmah Pergantian Arah Kiblat 
Setiap apa yang Allah ubah (naskh) pasti memiliki hikmah di baliknya. Termasuk diubahnya arah kiblat yang semula menghadap Baitul Maqdis di Palestina, berubah ke arah Ka’bah di Kota Mekah. Lantas, apa hikmahnya? 


Menurut para mufassirin (ulama pakar tafsir), mengatakan bahwa hikmah perubahan arah kiblat diantaranya adalah sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman. Siapa orang yang betul-betul beriman dan sebaliknya. 


Bagi mereka yang betul-betul beriman, instruksi ini langsung mereka patuhi. Tanpa komentar atau pun kritikan. Tapi, bagi mereka yang imannya masih lemah, akan meragukan dan mengira Nabi saw tidak konsisten dengan pendiriannya. Mereka juga sedikit keberatan begitu kiblat diubah.   


Terkait hal ini, Allah swt berfirman,


 وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ وَإِن كَانَتۡ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ  


“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
 


Hikmah Terbaru