• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Hikmah

Kolom Buya Husein

NU dan Pesantren Mengapresiasi Tradisi Nusantara

NU dan Pesantren Mengapresiasi Tradisi Nusantara
(Sumber Ilustrasi: NUO).
(Sumber Ilustrasi: NUO).

Oleh: KH Husein Muhammad
Tidak dapat diingkari bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pesantren telah memainkan peran transformasi sosial dan kultural di wilayah tanah Nusantara. Pesantren selalu menunjukkan apresiasi terhadap kebudayaan lokal. Pesantren melakukan sikap akomodatif atas kebudayaan-kebudayaan dan tradisi-tradisi local yang ada dan mengakar di wilayah-wilayah Nusantara tersebut. Nama Pesantren sendiri berasal dari kata pe "santri" an. Yakni tempat tinggal santri. Santri diambil dari bahasa sanskerta yang berarti pelajar agama/kitab suci.

 

Melalui ajaran-ajaran sufismenya, Pesantren menganggap bahwa praktik-praktik tradisi dan ekspresi-ekspresi budaya dalam masyarakat bukanlah masalah serius, sepanjang mendasarkan diri pada prinsip Tauhid. Tampak sekali lagi bahwa pesantren melihat persoalan-persoalan ini dari aspek substansinya, bukan format dan mekanisme formalistiknya. ‘Khudz al-Lubb In kunta min Uli al-Albab” (ambil saripati,jika kau seorang cendikia), kata al-Imam al-Ghazali. Abdurraman al Jami 

 

ان كنت عالما بالمعرفة فدع اللفظ واقصد المعنى 

 

In Kunta ‘aliman bi al-Ma’rifah Fa Da’ al-Lafzh wa Iqshid al-Ma’na”  ‏(Jika kau seorang yang berpengetahuan  mendalam dan luas, tinggalkan formalisme dan pikirkanlah/ambillah substansi”.

 

Imam Al Ghazali, dalam karyanya Misykat Al Anwar mengatakan.

 

العاقل من نظر ارواح الاشياء وحقاءقها ولا يغتر بصورها

 

"Orang yang berakal melihat jiwa segala sesuatu dan substansinya. Ia tidak terjebak pada kulit dan penampilannya."

 

Jadi pesantren dan NU menggali apa yang substantif dan yang menjadi tujuan atau cita-cita dari sebuah misi profetik.

 

Oleh karena itu pesantren dan NU menolak tegas sikap dan cara pandang kelompok puritan-radikal yang memahami pandangan akomodatif tersebut sebagai bid’ah (sesat) dan atau musyrik.

 

Mereka adalah orang-orang yang tak paham agama.
 

Sumber: FB Husein Muhammad


Editor:

Hikmah Terbaru