• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

Nazar Unik Ajengan Lukmanul Hakim

Nazar Unik Ajengan Lukmanul Hakim
KH. Lukmanul Hakim sedang memberikan sambutan dalam acara NU Tasikmalaya. Tampak di belakangnya Abah Ruhiat dan Ajengan Anom Moh. Ilyas Ruhiat. Foto: Dok. Keluarga Cipasung.
KH. Lukmanul Hakim sedang memberikan sambutan dalam acara NU Tasikmalaya. Tampak di belakangnya Abah Ruhiat dan Ajengan Anom Moh. Ilyas Ruhiat. Foto: Dok. Keluarga Cipasung.

KH. Lukmanul Hakim adalah contoh ideal aktivis NU. Kariernya di NU dimulai dari bawah hingga ke puncak. Begitu pula perjalanannya dalam berpolitik. Sosok organisatoris sejati.

Lahir di Tasikmalaya pada 27 September 1927, ia memulai ikut kaderisasi sejak 1938 ketika bergabung dalam Kepanduan (Athfal) NU. Ia melanjutkan sebagai anggota Pemuda Ansor (1940-45), sekretaris cabang Ansor (1953-54), dan ketua cabang Ansor Tasikmalaya (1955-58).

Saat masih menduduki posisi Ketua Cabang Ansor itu, ia merangkap sebagai Ketua Lembaga Dakwah NU Tasikmalaya (1957-58).  Belum setahun ia sudah diminta menjadi Wakil Ketua I PCNU Tasikmalaya (1958-1961). Lalu ia menduduki posisi Ketua PCNU Tasikmalaya (1961-68). Kariernya di NU terus naik sebagai Ketua PWNU Jabar (1975-80) dan Ketua IV PBNU (1980-86).

Di luar NU, ia masih aktif sebagai pengurus sejumlah organisasi, seperti Persatuan Guru Islam Indonesia, Gabungan Organisasi Pemuda Tasikmalaya, dan Palang Merah Indonesia.

Pendidikan formilnya dimulai dari sekolah rakyat (1939) sampai Latihan Kemiliteran Pertahanan Sipil (1962). Tak heran kalau ia diakui sebagai  anggota veteran dan ikut mengurusi LVRI, karena pada 1945-47, ia adalah anggota staf penerangan Hizbullah Resimen II Priangan. Di luar itu, ia juga diakui sebagai ajengan yang mumpuni. Gemblengan sebagiai santri ia jalani selama periode 1942-48. Ia mengaji di Pesantren Cilenga, Sukahurip, dan Cipasung.

Ajengan Lukman cukup lama menjadi guru  MI dan SD (1949-57). Dari dunia pendidikan, ia melompat ke politik sebagai anggota DPRDS hingga DPRD-GR Tasikmalaya (1955-65) mewakili Partai NU. Dari tingkat kabupaten ia melesat ke tingkat pusat sebagai Anggota DPR/MPR RI tiga periode (1971-87).

Ada satu kisah unik dari Ajengan Lukman yang mungkin tidak banyak orang tahu. Kisah ini diriwayatkan oleh H. Acep Abdul Wahid (26/08/’20), salah seorang putera KH. Muhammad Dachlan (rois syuriyah PWNU). Suatu ketika Acep ikut semobil dengan Ajengan Lukman.

“Cep, Akang mau cerita pengalaman sebelum punya mobil.”

Acep menyimak, menuggu kisah lebih lanjut. “Waktu itu Akang belum punya mobil dan membayangkan bahwa suatu hari akan punya. Lalu Akang bernazar, kalau nanti punya mobil, setiap bertemu orang tua di jalan, akan Akang ajak untuk naik dan akan diantar ke tujuan mereka.”

Acep semakin tertarik, sambil membayangkan bagaimana nadzar seperti itu akan dipenuhi. Singkat cerita, tak lama setelah bernadzar, Ajengan Lukman mendapatkan mobil pertamanya, sebuah jeep. Ia selalu ingat dengan nazarnya itu.

“Jadi setiap bertemu orang tua, Akang ajak untuk naik lalu diantar ke tujuan mereka.”
Suatu saat, ia pernah bertemu dengan orang tua penjual rambutan, maka sesuai janjinya, ia ajak naik ke mobil.

“Ayo, Pak, naik ke mobil, biar cepat sampai di tempat berjualan.” Sekalipun awalnya penjualitu menolak, tapi akhirnya mau juga diantar.

Pernah pula Ajengan Lukman bersua seorang ibu yang akan pulang dari sawah. Tentu saja awalnya ibu tersebut menolak.

“Aduh, piraku ibu mah kalotor kieu kedah naek kana mobil?” Ibu itu menolak karena badan dan pakaiannya kotor. Tapi Ajengan Lukman tak mau melanggar janjinya, dan si ibu itu pun mau ia antar.

Acep penasaran dan bertanya, “Akang tidak repot mengantar setiap orang yang ketemu di jalan?”
“Ini sudah jadi nadzar Akang, kalau melanggar, harus membayarnya dengan puasa.”

Begitulah seorang ajengan memenuhi janjinya. Rupanya itu pula yang ia penuhi saat menjadi wakil rakyat. Ia pandai merawat konstituen. Bukanlah kebetulan kalau ia dipercaya sampai tiga periode di DPR RI. Janji yang hanya ia bisikkan dalam hati saja ia penuhi, apalagi janji yang ia utarakan saat kampanye. Teladan buat kader NU yang ingin dan sudah jadi politisi: penuhilah janji-janjimu.

Penulis: Iip Yahya


Hikmah Terbaru