• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 17 April 2024

Profil

Banser Hasbulloh: Tentara NU Merangkap Tentara RT

Banser Hasbulloh: Tentara NU Merangkap Tentara RT
Banser Hasbulloh (kanan) bersama Hasyim Baihaqi (Foto: NU Online Jabar/Hasyim Baihaqi)
Banser Hasbulloh (kanan) bersama Hasyim Baihaqi (Foto: NU Online Jabar/Hasyim Baihaqi)

Akhir tahun 2018, saya bertandang ke kediaman seorang Banser tua, di Kabupaten Tasikmalaya. Tiga pengurus IPNU Kabupaten Tasikmalaya mengantar saya ke kediamannya di Desa Cimerah, Kecamatan Sukarame. 

Ketika sampai di rumahnya, pria berusia 76 tahun itu memakai kopiah putih, bersarung, dan berjaket Banser. Seketika saya tertarik dengan tulisan di dada kanannya, B. Hasbulloh. Terbersit bertanya kepadanya, apa B titik di depan Hasbulloh itu. Namun, tentu saja tidak sopan jika saya langsung menanyakannya. 

Tidak kesulitan saya berbincang dengannya karena pendengaran dan penglihatannya masih normal. 

Dalam obrolan, saya mencoba menyusun riwayatnya terkait dengan Banser NU. Ia bernama Hasbulloh. Pada tahun 2018 ia menyebutkan sudah 38 tahun menjadi Banser. Tahun ini berarti genap 40 tahun. Plus sebelum aktif di Banser, 12 tahun, ia aktif di Pemuda Ansor, yaitu sejak 1970 hingga 1982. Dengan demikian kini berarti dia genap 52 tahun berada di badan otonom NU itu. 

“Saya tentara NU merangkap tentara RT,” kata Hasbulloh. 

Menurut kakek yang akrab dipanggil Abah Buloh ini, menjadi tentara NU dan RT dimulai di tahun yang sama, yakni 1982. Jadi tentara NU dan RT bertahan di bahunya hingga kini. Dan khusus untuk Banser, ia tak mau pensiun.

Abah Buloh, Ahad malam (23/8) lalu masih turun tangan dalam acara-acara NU. “Biasa Abah Buloh dalam keadaan sehat. Masih bisa mengawal acara di sekitaran Kecamatan  Sukarame,” jawab Ketua Pimpinan Anak Cabang GP Ansor Kecamatan Sukarame Hasyim Baihaqi ketika saya hubungi dari Bandung, Selasa (25/8).    

Ketua GP Ansor Kabupaten Tasikmalaya, Asep Muslim, mengatakan usia Abah Buloh menjadi pertimbangan pihaknya untuk tidak melibatkannya dalam kegiatan pengawalan. Sekali waktu pernah ada kegiatan Ansor tanpa memberitahunya. Eh, bukan malah senang, Abah Buloh malah besar. Akhirnya kegiatan-kegiatan apa pun diberi tahu.  

Sepertinya, bagi Hasbulloh jika tak ada kegiatan NU dan sebangsanya, sepertinya hidup terasa hampa. Gatal. Ia akan menjadi makhluk yang menopang dagu di kediamannya yang sendirian karena 7 tahun lalu istrinya sudah mendahului. Sementara anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal dengan anak atau suaminya.  

Menjadi Banser sebetulnya bukan kegiatan yang bergelimang uang. Untuk pergi ke kegiatan Banser, sering tak mempunyai uang sepeser pun. Namun, ia tetap memaksakan diri untuk berangkat.  

Pada peringatan Hari Santri Nasional tahun, 22 Oktober 2018, dia mendapat jatah mengawal kegiatan di Pesantren Cipasung. Untuk pergi ke pesantren itu, ia harus meminjam uang kepada anaknya sebesar 20 ribu rupiah.  

Uang itu habis untuk untuk membeli bensin motor teman sesama Banser yang ditumpanginya. Beruntung, sepulang acara itu, ia diberi uang 25 ribu oleh panitia. Setelah membayar lunas kepada anaknya, ada sisa  ribu rupiah.  

Apa sebetulnya yang membuat dia bertahan di Banser? 

Bagi orang-orang yang tidak memahami dunia pesantren, kemungkinan akan menilai jawaban Abah Buloh sebagai hal yang mengada-ada. 

Namun, saya mendengar sendiri, menurut pengakuan Abah Buloh, menjadi Banser adalah turut serta dengan kiai. Dengan menjaga kegiatan-kegiatan NU menjadi bagian dari ladang amal di ujung usianya.  

Sebelum pamitan, saya bertanya B. di depan namanya. Ketika mendapatkan penjelasan dia, saya kaget, terenyuh, dan merinding. Ternyata B. di depannya itu adalah Banser. Jadi, dia itu menahbiskan sebuah nama organisasi menjadi satu kesatuan dengan namanya. Banser tak hanya menjadi organisasinya, tapi menjadi dirinya.   

Banser Hasbulloh, jangankan seperti kalian, berusaha membangun rumah atau membeli kendaraan, atau jalan-jalan pinggir pantai atau mal; Banser Hasbulloh, untuk membeli sepatu Banser pun tidak mampu. Sepatu yang digunakannya selama ini, untuk bertugas, adalah sepatu Hansip. 

Banser Hasbulloh, jangankan seperti kalian, punya waktu untuk mengumpulkan bahan mencaci maki dan menjelekkan orang lain melalui media sosial, punya akun Facebook dan Twitter pun tidak. 

Penulis: Abdullah Alawi 
 


Profil Terbaru