• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Hikmah

Menemani Minoritas

Menemani Minoritas
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Kata "Minoritas" diperdebatkan maknanya. Kata itu interpretable. Ia tidak selalu berarti sedikit atau kecil secara nominal, tetapi juga bisa berarti mereka yang tersubordinasi dan termarjinalisasi secara sosial, tereduksi dan terdiskriminasi secara hukum. Ada yang memaknai kelompok minoritas sebagai kaum "Mustadh'afin" atau "Mazhlumin"

 

Menemani minoritas adalah menemani mereka yang hatinya luka.  Saat orang-orang Nasrani Najran pulang dari acara diskusi dengan Nabi Muhammad di masjid Nabawi, salah seorang di antara mereka bertanya: "Jika aku ingin bertemu lagi denganmu, di mana aku menemuimu?". Nabi menjawab : "Carilah aku di tengah-tengah mereka yang hatinya luka". 

 

Selanjutnya saya mengatakan : "kita perlu merekonstruksi atau meredefinisi sejumlah terminologi keagamaan. Antara lain kata "Kafir'. Ini kata krusial dalam isu-isu keagamaan. Ia harus dikembalikan pada makna genuinnya. Yakni orang yang mengingkari atau menolak kebenaran dan keadilan sesudah mengerti dan memahaminya. Jadi ia bukan lagi bermakna suatu identitas komunitas suatu agama selain komunitas agamaku. 

 

Saya kira menarik mengutip pandangan Asghar Ali Engeneer, intelektual dan aktivis dari India. Ia mengatakan : "Kata “Kafir” tidak hanya bermakna ketidakpercayaan religious, tetapi secara tidak langsung juga menyatakan penentangan terhadap masyarakat yang adil dan egaliter serta bebas dari segala bentuk eksploitasi dan penindasan". 

 

Ia juga mengatakan : "Orang kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Allah dan secara aktif menentang usaha-usaha yang jujur untuk membentuk kembali masyarakat egaliter, menghapus penumpukan kekayaan, penindasan, eksploitasi dan segala bentuk ketidakadilan".

 

Lalu saya menyampaikan juga : "Dalam rangka itu kita perlu mengembangkan "Nalar keagamaan Moderat". Yakni nalar keagamaan yang menghargai pilihan keyakinan dan jalan hidup orang lain, menolak ekstrimisme, absolutisme dan kekerasan atas nama apapun,". 

 

KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru