Hari ini aku sarapan pagi di Tulungagung, bersama aktivis ulama perempuan. Dalam obrolan sambil makan aku bilang : kemarin ada orang yang bertanya bagaimana memaknai al-Qur'an. Aku bilang: amat sangat tidak mudah. Ia tidak bisa hanya dimaknai secara harfiah, literal, tekstual. Karena setiap kata bisa mengandung makna atas makna atas makna (makna berlapis-lapis). Aku kemudian mengutip kata-kata Imam al Ghazali.
قال الغزالى فى الاحياء : فاعلم ان من زعم ان لا معنى للقرآن الا ما ترجمه ظاهر التفسير فهو مخبر عن حد نفسه وهو مصيب فى الاخبار عن نفسه ولكنه مخطئ فى الحكم برد الخلق كافة الى درجته التى هى حده ومحطه بل الاخبار والاثار تدل على ان فى معانى القرآن متسعا لارباب الفهم.
"Ketahuilah bahwa orang yang beranggapan bahwa al Quran hanya bisa dimaknai menurut makna literalnya (tersurat, harfiyah) adalah orang yang sedang memberitahukan keterbatasan pengetahuannya. Dia benar dalam hal pemberitahuannya itu untuk dirinya sendiri. Tetapi dia keliru jika hal itu harus diberlakukan untuk orang lain. Banyak hadits dan sumber dari sahabat Nabi yang nenunjuklan bahwa al Quran itu memuat makna yang sangat luas bagi orang-orang yang cerdas dan pintar.
Seorang teman bertanya : "itu dari mana?". Aku bilang : dari kitab Ihya Ulum al-Din.
Aku melanjutkan. Saat aku di Turki, aku membaca kitab "Qawaid al Isyq al Arba'un" (40 kaidah Cinta). Dalam kaidah yang ke tiga disebutkan :
القاعدة الثالثة
انَّ كُلَّ قَارِئٍ لِلْقُرْآنِ الكَرِيمِ يَفْهَمُهُ بِمُسْتَوَى مُختَلِفٍ بِحَسَبِ عَمْقِ فَهْمِهِ. وَهُنَاكَ أرْبَعَةُ مُسْتَوَيَاتٍ مِنَ البَصِيرَةِ: يَتَمَثَّلُ المُسْتَوَى الأوَّل فِي المَعْنَى الخَارِجِي وهُو المَعْنَى الَّذِي يَقْتَنِعُ بِهِ مُعْظَمُ النَّاسِ، ثُمَّ يَأْتِي المُسْتَوى البَاطِنِي. وفي المُسْتَوَى الثاَّلِثِ يَأتِي بَاطِنُ البَاطِنِ، أَمَّا المُسْتَوَى الرَّابِع فَهوَ العَمْقُ وَلَا يُمْكِنُ الإعْرَابُ عَنهُ بِالكَلِمَاتِ، لِذَلِكَ يَتَعَذَّرُ وَصْفُهُ.
"Setiap pembaca Al-Qur'an akan memahaminya sesuai tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing. Ada empat lapis tingkatan makna. Pertama pemahaman literal (eksoterik). Ini pemahaman masyarakat umum. Kedua, pemahaman batin (esoterik). Ketiga, makna dari makna batin. Dan ke empat makna yang terdalam. Ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata dan karena itu sulit digambarkan".
Terpopuler
1
Pesantren Ketitang Cirebon Jadi Teladan Kemandirian, Kemenag Beri Apresiasi
2
Koperasi Pertama Lahir di Ciparay Bandung
3
Ziarah yang Terganggu: Refleksi Sosial atas Fenomena Peminta-Minta di Obyek Wisata Sunan Gunung Jati
4
Studio Podcast Jadi Magnet Dakwah dan Ekonomi, Pesantren Ketitang Cirebon Tunjukkan Lompatan Digital
5
Khutbah Jumat Singkat: Menghidupkan Takwa dalam Seluruh Aspek Kehidupan
6
Milad ke-14 Yayasan Mabdaul ‘Uluum Tsaani: Spirit Kebersamaan dan Peran Strategis Alumni Diteguhkan
Terkini
Lihat Semua