• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Hikmah

Kritik Moral Seorang Sufi (1)

Kritik Moral Seorang Sufi  (1)
(Ilustrasi: NU Online)
(Ilustrasi: NU Online)

Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA

Ibrahim bin Adham seorang sufi terkenal yang lahir dari kalangan bangsawan di Balh, daerah Khurasan. Ia mengawali hidupnya dalam kemewahan yang amat berlimpah dan suasana yang penuh glamour di istana, karena dia adalah seorang putra mahkota. Kehidupan yang teramat mewah itu kemudian ia tinggalkan, ia mengembara dan berkelana ke berbagai tempat untuk mencari ilmu dan hikmah, serta menempa dirinya menjadi seorang sufi. Ia hidup sederhana, menjauhi perbuatan dosa, maqomat atau stasion-stasion sufi, setingkat demi setingkat ia lalui sehingga menjadi seorang sufi yang termasyhur. Kritik-kritiknya terhadap kehidupan masyarakat yang banyak dipenuhi oleh sikap hipokrit senantiasa mengena. Kritik-kritik moralnya begitu tajam, demikian juga kritik sosialnya.

Diantara kritik-kritik moralnya, ia sampaikan ketika sedang berkelana memasuki perkampungan-perkampungan padat dan pasar-pasar di kota Bashrah. Waktu itu ia dikerumuni sejumlah banyak kaum muslimin. Mereka berkata wahai Aba Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham); Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an: 

ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ 

“Berdo’alah kepada-Ku, Aku akan kabulkan do’amu”. (Q.S. Ghafir, 40:60).

“Kami telah berdo’a berkali-kali dalam waktu yang lama akan tetapi do’a dan permohonan kami tidak dikabulkan oleh-Nya?”

Ibrahim bin Adham menjawab : “Hati kalian telah mati dalam sepuluh hal maka bagaimana do’a dan permohonan kalian akan dikabulkan? “ Sepuluh hal itu adalah : (1) Anda sekalian telah mengenal Allah akan tetapi tidak menunaikan hak-Nya. (2) Anda membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkannya. (3) Anda mengaku mencintai Rasulullah tetapi meninggalkan sunnahnya. (4) Anda mengatakan membenci syaitan tetapi mengikuti dan mentaati ajarannya. (5) Anda menghendaki surga akan tetapi tidak mau beramal yang mengantarkan anda menuju ke syurga. (6) Anda takut terhadap neraka, tetapi melemparkan diri ke dalamnya. (7) Anda meyakini kematian, tetapi tidak pernah mempersiapkan diri untuk menghadapinya. (8) Anda menyibukkan diri dengan mencari dan mengekspose dosa, kesalahan, cacat, dan aib orang lain, akan tetapi tidak pernah mencari kekurangan-kekurangan pada diri sendiri. (9) Anda merasakan begitu banyaknya karunia nikmat Tuhanmu yang dikaruniakan pada anda akan tetapi tidak bersyukur. (10) Anda telah menguburkan sebagian dari jenazah teman anda akan tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa kematian itu. (lihat Ajaib al-Qalb, oleh al-Ghazali dan Durrah al-Nasihin, oleh al-Khaubani Utsman).

Kritik-kritik tersebut di atas merupakan peringatan bagi kita agar mau memikirkan dan mengadakan instrospeksi terhadap diri sendiri, serta membuka mata hati kita dari kepalsuan-kepalsuan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kritik-kritik itu mengenai sepuluh hal yang penting, sebagai berikut.

Sebagai seorang muslim, kita semua telah berma’rifat dan mengenal Allah. Allah kita sebut dalam berbagai kegiatan, Asma itu telah menyatu dengan lisan setiap pribadi muslim, akan tetapi kita belum dapat sepenuhnya mentaati. Kita belum dapat mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Kita terkadang masih saja tepeleset dalam perbuatan dan aktivitas yang tidak terpuji. Kita juga membaca al-Qur’an, kitab suci itu senantiasa dimuliakan dan diagungkan. Kita baca dengan tajwid yang bagus, dengan suara yang merdu, bahkan dengan lagu-lagu yang teramat indah, akan tetapi belum dapat mengamalkan isi ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an seolah-olah hanya dikagumi, disanjung dan dimuliakan akan tetapi tidak berusaha untuk dipraktekkan dalam segala kehidupan.

Umat Islam, sebagai manusia beriman senantiasa mengaku mencintai Nabi, nama Nabi Muhammad senantiasa lekat dalam lidah kita. Nama itu terus dikumandangkan dalam berbagai syair dan lagu, dalam pujian dan sanjungan : “Engkau adalah matahari yang bersinar terang...Engkau purnama yang indah... Engkau cahaya di atas segala cahaya...Engkau pelita segala hati”.

Sayangnya kecintaan terhadap Nabi tidak direalisasikan dalam contoh-contoh yang hidup. Bahkan banyak umat Islam yang tidak memahami Sunnah Rasul dan sebagian yang lain meninggalkannya. Terhadap Iblis dan Syaitan kita senantiasa berlindung kepada Allah dari godaannya. Bukankah setiap saat kita selalu mengucapkan : “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk”. Itulah pengakuan yang dilakukan umat Islam, akan tetapi dalam prakteknya masih banyak dijumpai diantara kita yang mengikuti perbuatan tercela yang disenangi oleh syaithan.

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriyah PBNU


Hikmah Terbaru