• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Hikmah

Kisah Nabi Musa dan Doa Selamat dari Wabah (1)

Kisah Nabi Musa dan Doa Selamat dari Wabah (1)
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Oleh Hasbi Himatudin

Fir’aun dikenal sebagai seorang raja dan penguasa besar yang kejam dan ditakuti. Kekayaan, kekuasaan serta kemampuan yang dia miliki menjadikannya angkuh dan sombong. Al-Qur’an menjelaskan perbuatan Fir’aun ini dalam surat Al-Qashas ayat 4 yang artinya:

"Sungguh, Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir'aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan."

Sikap kesewenang-wenangan yang dimilikinya, membuat banyak orang yang berseberangan dengannya ditindas bahkan tidak sedikit ada yang dibunuhnya.

Suatu malam Fir’aun bermimpi melihat kobaran api yang datang menghampirinya dari arah Baitul Maqdis. Api tersebut melahap kota Mesir dan melahap seluruh bagiannya. Para ahli tafsir mimpi meramalkan akan lahir seorang bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil yang akan menghancurkan kota Mesir dan Fir’aun. Saat itulah Fir’aun memerintahkan para algojonya untuk menyembelih setiap bayi laki-laki yang lahir namun membiarkan bayi perempuan lahir. Hal ini disampaikan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 49 yang artinya:

“Dan ingatlah ketika Kami menyelamatkan kamu dari Fir’aun dan pengikut-pengikut Fir’aun. Mereka menimpakan siksaan yang berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu”

Hingga pada waktu yang Allah tentukan tiba, lahir dan diutuslah oleh Allah Nabi Musa yang mendapatkan tugas untuk memberi peringatan kepada Fir’aun dan pengikutnya. Tetapi dengan sikap angkuh dan sombongnya, Fir’aun sama sekali tidak menggubris peringatan dari Allah yang dibawa oleh Nabi Musa tersebut.

Kemudian Allah memberikan azab kepada Fir’aun dan para pengikutnya sebagai peringatan. Sebagaimana Firman Allah didalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 130 yang artinya:

“Dan Sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.”

Datangnya paceklik tersebut adalah akibat dari perbuatan Fir’aun sendiri sehingga Allah menurunkan hukuman kepadanya dan kaumnya. Namun dengan liciknya, Fir’aun menjadikan musibah tersebut sebagai alat propaganda, Fir’aun mengumumkan kepada rakyatnya bahwa datangnya musibah paceklik tersebut adalah kesialan yang dibawa oleh Nabi Musa. Hal ini dilakukan Fir’aun guna menyembunyikan perbuatannya namun kebanyakan orang tidak menyadari hal tersebut. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 131 yang artinya:

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.

Menganggap Nabi Musa sebagai sumber kesialan, Fir’aun menuduh kejadian yang menimpa dirinya dan pengikutnya sebagai sihir. Dari situ kemudian Fir’aun menyatakan diri tidak akan mempercayai Nabi Musa. Hal ini Allah ceritakan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 132 yang artinya:

“Mereka berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu”.

Karena Fir’aun tidak juga sadar. Maka Allah menurunkan azab lainnya berupa wabah untuk Fir’aun dan para pengikutnya tersebut. Wabah tersebut sangatlah nyata, berupa kutu, katak, darah, belalang hingga angin topan melanda Fir’aun dan pengikutnya.

Peristiwa tersebut Allah ceritakan dalam ayat berikutnya Surat Al-A’raf ayat 133 yang artinya:

“Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.”

Jika kita mengamati apa yang terjadi pada dunia saat ini. Terdapat banyak kesamaan dengan kisah Fir’aun tersebut.

Kerusakan dan ketidakstabilan tatanan dunia di zaman Fir’aun, dan kerusakan serta ketidakstabilan tatanan dunia pada saat ini, pada dasarnya terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Walaupun pada dasarnya adalah ulah tangan manusia, tetap pada hakikatnya adalah atas kehendak dan izin Allah. Sesempurna apapun skenario yang dibuat manusia, skenario Allah berada jauh di atasnya.

Pada awalnya, memang seakan-akan Allah membiarkan Fir’aun berlaku sekehendaknya. Hingga pada suatu saat, ketika Nabi Musa bersama orang-orang yang beriman pada malam hari lari menuju laut dari kejaran Fir’aun dan pasukannya. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya melalui tangan Nabi Musa dengan memberikan wahyu agar Nabi Musa mengetukkan tongkatnya ke tanah. Pada saat itulah laut terbelah membentuk jalan darat. Kemudian Nabi Musa memimpin orang-orang yang beriman agar melewati jalan tersebut sehingga lolos dari kejaran Fir’aun. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Taha ayat 77 yang artinya:

"Dan sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, "Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari, dan pukullah (buatlah) untuk mereka jalan yang kering di laut itu, (engkau) tidak perlu takut akan tersusul dan tidak perlu khawatir (akan tenggelam)."”

Melihat hal tersebut Fir’aun kaget, dan langsung mengejar Nabi Musa ke tengah laut.

Tetapi di sinilah skenario Allah. Setelah Nabi Musa dan orang-orang yang beriman sampai ke pinggir laut. Pada saat itu pula Nabi Musa mengetukkan tongkatnya kembali ke tanah sehingga air laut yang tadinya terbelah dua membentuk jalan, tertutup kembali sehingga menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. Laut tersebut sekarang dikenal dengan sebutan Laut Merah.

Saat itu pula, baru Fir’aun mengatakan “saya beriman kepada Tuhan-nya Musa”.

Dengan terjadinya kejadian-kejadian tersebut, Allah memberikan ijazah doa kepada Nabi Musa yang diabadikan di dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 85-86 yang artinya:

“Ya Tuhan kami, semoga Engkau tidak menjadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan pastinya Engkau pun berkenan menyelamatkan kami dengan rahmat-Mu dari tipu daya orang-orang yang kafir”. (Bersambung)

Penulis adalah aktivis NU di Sumedang
 


Hikmah Terbaru