"Cahaya Itu selalu menyakitkan bagi orang yang biasa hidup dalam kegelapan".
Saat aku sering nongkrong di TIM kepada temanku, aku bicara tentang kemandegan kebudayaan kaum muslimin. Bahkan bukan hanya mandeg dan berhenti, malahan ada kecenderungan kuat untuk mengajak kembali ke zaman berabad lampau di Arabia. Ada proses reproduksi kebudayaan itu dan sakralisasi atasnya.
Teman itu bertanya : "agama itu sebenarnya untuk apa sih kang?". Bagaimana seharusnya kita mengikuti Nabi"?.
Aku menjawab sebisanya. Agama datang untuk membebaskan penderitaan manusia, menyerukan perdamaian, dan membawakan cahaya di tengah-tengah kegelapan dunia. Kegelapan itu adalah kezaliman, penindasan dan kebodohan.
Cahaya itu ilmu pengetahuan, keadilan dan cinta. Tuhan mengutus para nabi dan rasul untuk menawarkan dan menjelaskan tujuan-tujuan itu melalui beragam cara yang santun, tak marah-marah. Meski untuk melaksanakan tugas itu mereka menghadapi perlawanan keras dari komunitas audiennya. Tetapi mereka tak surut dan terus melangkah dengan tenang. Dan mereka berhasil. Cahaya Ketuhanan berpendar di seluruh bumi manusia.
Nah, sampai pada cerita ini, kawan itu menimpali sambil mengutip kata bijak dari seorang perempuan. Aku lupa namanya. Mercury?. (Merie Curie)
"Cahaya itu selalu menyakitkan bagi orang yang biasa hidup dalam kegelapan".
Aku terperangah. "Ini kata-kata yang indah sekali", kataku.
Lalu bagaimana cara kita mengikuti Nabi?.
Oh iya. Aku bilang singkat : "Mengikuti Nabi adalah mengikuti Cita-cita nya. Ya cita-cita agama itu tadi".
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU