• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Bandung Barat

Kakanwil Kemenag Jabar: Moderasi Beragama, Hindarkan Siswa dari Sikap Ekstrim

Kakanwil Kemenag Jabar: Moderasi Beragama, Hindarkan Siswa dari Sikap Ekstrim
Kakanwil Kemenag Jabar: Moderasi Beragama, Hindarkan Siswa dari Sikap Ekstrim
Kakanwil Kemenag Jabar: Moderasi Beragama, Hindarkan Siswa dari Sikap Ekstrim

Bandung Barat, NU Online Jabar
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Barat H Ajam Mustajam menjelaskan, ada tantangan dalam hal penanaman nilai-nilai ajaran agama yang moderat dan juga taat menjalankan ajaran agama saat ini. Ia menilai, materi pendidikan agama Islam yang disampaikan kepada peserta didik, harus mencerminkan persoalan moderasi beragama sehingga para siswa-siswi terhindar dari dua sisi ekstrim dalam beragama.


Hal tersebut diungkapkan pada kegiatan penguatan moderasi beragama bagi guru pendidikan agama Islam tahun 2022, Kamis (3/11) lalu di Hotel Panorama Banquet Jl. Raya Tangkuban Parahu, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.


Ajam melanjutkan, materi pelajaran agama yang tidak dibangun atas dasar moderasi akan berakibat peserta didik cenderung memiliki sikap radikal dalam beragamanya.


"Semangat beragama kalau tidak dibarengi dengan pemahaman ajaran agama yang komprehensif dan keliru dalam menyampaiannya, membuat peserta didik terjebak dalam sikap yang ektrim," paparnya.


Di sisi lain, sambung Ajam, pelajaran agama yang tidak disampaikan dengan sungguh-sungguh dan tidak membimbing siswa menjadi muslim yang kuat dalam pengalamannya juga akan menumbuhkan sikap anti terhadap ajaran agama atau cenderung mengabaikan ajaran agamanya. Bahkan, hal tersebut akan melahirkan pribadi-pribadi yang sekuler.


“Betapa moderasi beragama penting. Kita ingin mendudukkan masalah ini, agar anak-anak didik berkembang dalam kepribadian yang baik. Mereka taat melaksanakan ajaran agamanya, sekaligus mereka juga moderat, tidak intoleran,” ujarnya 


Pria kelahiran Garut 15 Mei 1967 tersebut juga memaparkan, bahwa ciri moderasi beragama adalah toleran dalam menjalankan ajaran agamanya, tetapi tetap toleran terhadap orang yang berbeda, anti kekerasan; sejalan dengan prinsip-prinsip budaya dan tradisi setempat atau mampu menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi (akulturasi budaya) serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kebangsaan. 


Menurutnya, jika masih dijumpai di kalangan siswa atau para guru yang memiliki sikap-sikap beragama bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut, maka perlu menjadi bahan evaluasi baik bukunya maupun kurikulum dan pelajarannya.


"Jangan-jangan ada yang keliru dalam penyampaiannya," ucapnya.


Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Huda Cibodas Cikajang Kabupaten Garut tersebut juga berharap para guru tidak terjebak dalam teknik evaluasi yang keliru dalam menilai peserta didik sehingga kemudian semata-mata hanya mengedepankan kognitif, pemahaman ajaran agama yang bersifat penalaran tetapi mengabaikan aspekaspek yang bersifat moral/akhlak yang memerlukan alat ukur dalam pengujian yang lebih komprehensif. 


Ia menilai, perlu strategi untuk menyusun instrumen tersebut. Evaluasi yang betul-betul dapat mencerminkan hasil belajar peserta didik. "Karena pendidikan agama Islam tidak semata-mata penanaman kognitif, tetapi justru yang lebih penting afektif dan psikomotor terutama sikap dan perilaku dalam beragama," katanya.


"Sumber-sumber ajaran agama saat ini sungguh sangat melimpah seperti halnya sumber-sumber pengetahuan lain. Sangat mudah bagi siapapun untuk mengakses sumber-sumber tersebut. Hanya saja persoalannya sejauh mana sumber itu kemudian valid dan bisa dijadikan dasar bagi peserta didik. Untuk itu guru harus mampu memberikan rambu-rambu terkait hal tersebut," tambahnya seperti yang dilansir dari jabar.kemenag.go.id


Ajam juga berharap, guru-guru PAI tidak semata-mata menjadi guru, tetapi juga menjadi spiritual leader. Menjadi tokoh yang menjadi rujukan tidak hanya bagi siswa-siswi di sekolahnya, tapi juga bagi karyawan lainnya.


Dengan demikan, guru agama menjadi panutan yang mampu menciptakan suasana sekolah menjadi lebih agamis.


“Penguatan moderasi beragama ini merupakan upaya kita untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi bapak dan ibu guru. Menjadi guru adalah pilihan yang cerdas, karena di tangan seorang guru akan lahir generasi bangsa yang memiliki kualitas dan martabat. Bahkan di tangan seorang gurulah nasib sebuah bangsa ditentukan,” pungkas Ajam. 


Editor: Muhammad Rizqy Fauzi


Bandung Barat Terbaru