Salah satu keistemewaan dari ajaran Islam adalah diturunkannya secara bertahap, gradual, dan tidak sekaligus. Istilah ini dalam bahasa al-Qur’an disebut tadarruj.
Semua itu diarahkan agar umat Islam mampu memahami ajaran agamanya secara mendalam melalui tahapan-tahapan tertentu. Dengan demikian, aktivitas dakwah itu tidak memberatkan dan tidak membosankan, tetapi justru menarik minat umat manusia secara umum.
Metode seperti itu adalah diambil dari metode Qur’ani yang sangat baik untuk dikembangkan dalam dakwah islamiyah. Contoh dari al-Qur’an misalnya terjadi dalam proses pelarangan minuman kerasa dan judi, hal itu dilakukan ajaran Islam secara gradual. Sebagaimana telah diketahui secara umum, bahwa minuman keras dan judi sudah sangat mendarah daging di kalangan masyarakat arab jahiliyah sebelum datangnya Islam. Dalam rangka mengarahkan umat Islam yang masih terbiasa dengan perbuatan tercela tersebut, al-Qur’an melakukannya secara bertahap.
Dimulai ketika Umar bin Khattab yang mewakili senior sahabi dan Muadz bin Jabal yang mewakili junior sahabi, datang kepada Rasulullah Saw. Mereka berdua berkata: “Berikanlah fatwa kepada kami wahai Rasulullah tentang minuman keras dan judi, karena keduanya menghilangkan akal dan merampas harta benda”. Kemudian turunlah ayat al-Qur’an, menjawab pertanyaan tersebut:
۞يَسۡئلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya," (QS. al-Baqarah, 02:219).
Ayat ini mengantarkan masyarakat yang tadinya membanggakan minuman keras dan judi, kepada suatu pemahaman bahwa dalam kedua perbuatan itu terdapat dosa yang besar, meskipun dalam tahapan ini masih disebut ada manfaatnya. Misalnya, dengan minuman keras, orang bisa menghilangkan kesulitan-kesulitan sementara, sedangkan dengan judi, seseorang bisa memperoleh harta tanpa susah payah. Setelah turun ayat ini, masyarakat secara bertahap, mulai menjauhi minuman keras dan judi.
Keadaan seperti itu terus berlangsung sampai terjadi suatu kasus, ada seorang sahabat yang menjadi imam shalat, padahal ia habis meminum minuman keras dan masih agak mabuk. Ia membaca surat al-Kafirun setelah surat al-Fatihah. Pada saat membaca surat al-Kafirun, imam yang satu ini menghilangkan semua “La Nafiyah” yang bermakna tidak. Sehingga artinya terbalik sama sekali. Seharusnya ia membaca “katakanlah wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kamupun bukan penyembah apa yang aku sembah”. Dibaca: “Wahai orang-orang kafir, aku menyembah apa yang kamu sembah, dan kamupun penyembah apa yang aku sembah”, dan seterusnya sampai akhir surat.
Pada kasus ini, turunlah ayat al-Qur’an yang melarang seseorang melaksanakan shalat dalam keadaan mabuk.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعۡلَمُواْ مَا تَقُولُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan," (QS. al-Nisa, 04:43).
Setelah turun ayat ini, masyarakat tidak berani lagi mengonsumsi minuman keras. Sehabis subuh, mereka bekerja sehingga tidak mungkin mengonsumsi minuman keras sampai waktu shalat dzuhur. Dari waktu dzuhur sampai ashar, waktunya sangat dekat, sehingga mereka tidak mungkin bisa mengonsumsi minuman keras. Demikian pula dari waktu ashar, maghrib, sampai isya, maka merekapun tidak berani mengonsumsi minuman keras. Nah, setelah isya’ waktu shalat yang sangat panjang, saat itulah masih ada di antara mereka yang masih mengonsumsi minuman keras, tetapi jumlahnya amat sangat sedikit. Itupun, sering tidak sempat karena lelah dan tertidur.
Setelah masyarakat terkondisikan seperti ini, barulah turun ayat al-Qur’an yang melarang secara tegas minuman keras dan judi sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan," (QS. al-Maidah, 05:90).
Demikianlah salah satu metode Qur’ani dalam pengembangan dakwah dan merupakan salah satu karakteristik agama Islam, dalam pembentukan watak dan karakter manusia secara gradual.
Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU