Opini

Kopri sebagai Badan Semi Otonom: Strategi, Mandat, dan Arah Perjuangan

Rabu, 13 Agustus 2025 | 11:42 WIB

Kopri sebagai Badan Semi Otonom: Strategi, Mandat, dan Arah Perjuangan

Poetri Febryan, Ketua KOPRI PC PMII Kota Bandung. (Foto: Ist)

Oleh Poetri Febryan

Sejak kelahirannya, KOPRI (Korps PMII Putri) bukanlah ruang tambahan yang sekadar “mengurus perempuan” di PMII. Ia lahir dari pergulatan panjang kader perempuan yang menolak sekadar menjadi penonton di panggung organisasi. Status Badan Semi Otonom (BSO) yang disandangnya adalah pengakuan formal bahwa perjuangan kesetaraan dan keadilan gender merupakan bagian dari denyut ideologis PMII.


BSO memberi KOPRI kewenangan untuk mengelola program secara mandiri. Namun, garis perjuangannya tetap menyatu dengan napas PMII, membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan. Karena itu, posisi KOPRI hari ini harus dipahami sebagai poros ideologis: menyuntikkan perspektif perempuan ke jantung perjuangan organisasi, mengoreksi bias patriarki di tubuh PMII, dan menghubungkan perjuangan kader perempuan dengan denyut rakyat di luar sana. Dengan demikian, KOPRI tidak sekadar berada “di garis” PMII, melainkan menjadi kekuatan yang memastikan garis itu tetap mengarah pada cita-cita pembebasan hakiki.


Mandat Strategis KOPRI

​​​​​​​Sebagai BSO, mandat KOPRI bersifat strategis dan melampaui batas internal kaderisasi perempuan:

  • Mengawal Kesadaran Ideologis — memastikan nilai al-hurriyah (kebebasan), al-musāwah (kesetaraan) dan al-‘adālah (keadilan) menjadi prinsip hidup kader PMII.
  • Membaca dan Mengintervensi Realitas Sosial — mengaitkan penindasan berbasis gender dengan ketidakadilan struktural yang lebih luas, dari kampus hingga kebijakan publik.
  • Membentuk Kepemimpinan Transformatif — melahirkan kader yang mampu memimpin gerakan secara substantif, membongkar relasi kuasa yang timpang, dan mendorong perubahan sosial.
 

Arah Perjuangan: Dari Isu Gender ke Agenda Perubahan

KOPRI memandang isu gender bukan sebagai ruang terbatas, melainkan sebagai lensa utama yang membingkai seluruh perjuangan PMII. Artinya:

  • Patriarki dalam organisasi bukan hanya persoalan internal perempuan, tetapi problematik ideologis yang menghambat kemajuan organisasi secara keseluruhan.
  • Keadilan gender merupakan bagian tak terpisahkan dari keadilan sosial, demokrasi, dan kemanusiaan yang menjadi pijakan nilai PMII.
  • Gerakan perempuan adalah gerakan seluruh kader yang sadar bahwa setiap bentuk penindasan yang menimpa satu pihak akan melemahkan kekuatan kolektif.
 

Dalam spirit Islam rahmatan lil ‘alamin, perjuangan KOPRI menguatkan visi PMII sebagai gerakan pembebasan yang memanusiakan manusia tanpa diskriminasi.

 

Strategi Gerakan
Untuk mewujudkan mandat dan arah tersebut, KOPRI menjalankan strategi yang holistik dan berkelanjutan:

  • Kaderisasi Berkesadaran

 Membangun kader yang kritis, berpengetahuan luas, dan siap beraksi berdasarkan kajian mendalam dan refleksi yang matang.

  • Pengarusutamaan Gender di Semua Level PMII

 Memastikan perspektif kesetaraan meresap dalam setiap kebijakan, budaya, dan praktik organisasi.

  • Advokasi Lintas Isu dan Sektor

 Menghubungkan perjuangan perempuan PMII dengan gerakan rakyat, seperti buruh, petani, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan, agar perjuangan bersifat menyeluruh dan tidak terfragmentasi.

  • Produksi Pengetahuan

 Menghasilkan kajian, dokumentasi, dan literatur yang menjadi basis intelektual gerakan dan memperkaya wacana keorganisasian.
Penegasan Posisi KOPRI
 

KOPRI adalah denyut ideologis PMII, bukan sekadar bagian organisasi yang mengurus perempuan, melainkan pusat kesadaran kolektif yang menggerakkan dan menguatkan seluruh gerakan. Ia bukan pelengkap, melainkan kompas yang memastikan PMII tidak kehilangan arah perjuangan.

Memahami KOPRI sebatas pengurus kader perempuan berarti mengabaikan potensi strategisnya. Dengan kesadaran penuh, KOPRI menjadi katalis yang mempercepat terwujudnya PMII yang adil, setara, dan membebaskan sesuai nilai-nilai Islam dan cita-cita keadilan sosial yang menjadi landasan gerakan ini.

 

Penulis adalah Ketua KOPRI PC PMII Kota Bandung