Opini

Dilans, Gus Dur, dan Perjuangan Melawan Keterbatasan

Rabu, 25 Desember 2024 | 10:52 WIB

Dilans, Gus Dur, dan Perjuangan Melawan Keterbatasan

(Foto: istimewa)

Pada hari Jumat tgl 6 Desember 2024 yang lalu, Lembaga Penanganan dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) diundang oleh Organisasi Dilans (Distabilitas dan Lansia) yang berpusat di kota Bandung. Organisasi Dilans ini dipimpin oleh Farhan Helmy sebagai seorang lansia sekaligus penyandang distabilitas, dan sudah sejak lama berkiprah menjadi seorang aktivitas lingkungan hidup. 


Secara garis besar, tujuan dari acara di atas adalah keinginan dari Dilans, agar Bandung bisa menjadi kota yang inklusif bagi semua kelompok masyarakat termasuk kaum distabilitas. Program ini ingin dimulai dari kecamatan sumur Bandung, karena di kecamatan tersebut terdapat Gedung Merdeka sebagai icon sejarah konfrensi Asia Afrika.


LPBINU Propinsi dan Kota Bandung, akan terlibat di dalamnya, melalui aspek kebencanaan dan aksi menghadapi perubahan iklim berbasis komunitas. LPBI  mempresentasikan konsep kecamatan tahan bencana yang di singkat dengan KENCANA, demikian kata Pak Dadang Sudardja sebagai ketua LPBI NU Propinsi Jawa Barat. 


​​​​​​​Dilans dan LPBI akan duduk bersama untuk membahas bagaimana merumuskan metode pengurangan risiko bencana bagi kaum distabilitas dan lansia sebagai kelompok yang rentan. Saat ini, bagi kaum distabilitas, tata kota Bandung yang tidak ramah buat mereka sesungguhnya adalah sebuah bencana tersendiri. 


Banyak hal yang dibahas dan banyak tokoh yang hadir di acara tersebut, salah satunya adalahHerry Wibowo sebagai pemred majalah Prisma. Ia mengulas isi dari majalah Prisma terbaru Volume 43 dengan tajuk utama yaitu Kerentanan dan Keadilan. Salah satu tema yang dibahas adalah bagaimana kaum distabilitas terabaikan dalam aksi climate change.


Kaum distabilitas adalah kelompok yang paling minim menghasilkan jejak karbon, tetapi paling rentan terdampak dari perubahan iklim. Prisma dalam edisi terbaru tersebut secara umum menyoroti tentang keadilan ekologi.


Dimuat juga dialog antara majalah Prisma dengan Farhan Helmy sebagai pimpinan Dilans dalam judul wawancara "Berjuang Bersama Melawan Keterbatasan". Dalam wawancara tersebut , bagaimana Farhan Helmy sebagai penderita distabilitas berkeinginan kuat menjadikan diri dan kelompoknya bisa menjadi subjek dan sejajar untuk bisa berkontribusi di dalam kebijakan pembangunan. Bukan hanya untuk memperjuangkan kelompoknya semata, tetapi untuk kemashlatan masyarakat secara umum. 


Dalam waktu tiga tahun, Dilans sudah bisa membangun jejaring pergerakan yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Diskursus dan gagasan kreatifnya mulai diperhitungkan oleh pengambil kebijakan. 


Dalam melakukan diskursus, Dilans bekerja berdasarkan data. Farhan sebagai seorang distabilitas dengan penuh semangat bersama relawan yang lain, telah mampu mengumpulkan data-data kondisi kecamatan sumur Bandung sangat terperinci, seperti jumlah penduduk, jumlah distabilitas, jenis pekerjaan, jumlah tempat ibadah, jumlah trotoar, jumlah ruang terbuka hijau, bahkan data kondisi kualitas udara rata-rata di setiap kelurahan berdasarkan kandungan CO2. 


Tentu tidak mudah, bagi seorang disabilitas seperti beliau bisa melakukan hal itu semua, jika tidak memiliki semangat yang kuat untuk melawan keterbatasan dirinya. 


Selanjutnya dalam diskusi mengulas isi majalah Prisma tersebut, Herry Wibowo sebagai pimpinan pemred, secara selintas menyampaikan  bahwa seorang penulis produktif yang sering mengisi lembaran-lembaran jurnal ilmiah Prisma adalah Almarhum. KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang note bene adalah seorang distabilitas.


Banyak jejak intelektual Gus Dur dalam majalah Prisma dengan ragam tulisannya, seperti agama, sosial kemasyrakatan, gerakan civil society,  demokrasi, hak azasi manusia dan yang lainnya. Kumpulan tulisan Gus Dur, di dalam majalah Prisma, kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh LKIS dengan judul "Prisma Pemikiran Gus Dur".  


Apa yang disampaikan Herry pada acara tersebut, tentang sosok Gus Dur, sejatinya ingin memperkuat bahwa keterbatasan fisik, baik yang dialami oleh kawan-kawan Dilans maupun Gus Dur adalah sebuah bukti, bahwa mereka dengan sangat mumpuni bisa berkiprah untuk kemajuan masyarakat. Bahkan pencapainnya bisa melebihi orang-orang yang tidak memiliki keterbatasan. 


Ketika acara selesai, akal dan hati ini tergugah untuk kemudian mengingat sosok Almarhum Gus Dur yang bulan Desember ini secara rutin dadakan acara Haul oleh keluarga dan pecintanya. 


Akal dan hati ini tergugah, karena ternyata jejak dan kiprah kemanusiaan Gus Dur ada dimana-dimana dan disetiap wilayah pergerakan, yang tentunya relevan dengan perjuangan teman-teman Dilans. 


Pada umumnya, kita mengenal Beliau adalah sebagai Kyai cucu pendiri organisasi Nahdlatul Ulama, pejuang Demokrasi, aktivis perdamaian, penggagas aksi lintas agama dan pernah menjadi Presiden RI walaupun singkat. 


Tetapi sejatinya Gus Dur, melebihi apa yang kita bayangkan. Dari acara  Dilans, menyadarkan kita ternyata Gus Dur memiliki peran dalam banyak aspek yang mewarnai perjalanan kehidupan bangsa ini, bahkan mendunia. Ia dengan keterbatasan kondisi fisiknya adalah seorang penulis teramat produktif, melebihi para penulis lainnya yang tidak memiliki keterbatasan fisik. pembela hak kaum distabilitas dan juga pejuang lingkungan hidup yang  tangguh. Ia-pun dikenal sebagai humoris yang memiliki koleksi humor yang kepiawainya diakui oleh para pelawak di negeri ini


Peran Gus Dur dalam banyak hal, bukan hanya sekedar pelengkap, tetapi ia adalah sebagai subyek, pemeran utama dan substansif.


Dalam upaya Gus Dur memperjuangkan hak distabilitas, berikut kutipan dari Rakyat Merdeka Online tahun 2014 lalu dengan judul berita  GUS DUR PEJUANG ANAK KEBUTUHAN KHUSUS :


"Ketua Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Kemendikbud, Ahmad Yusuf  pun menceritakan jasa Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam memperjuangkan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.


"Bidang ini (PKLK) dibentuk sewaktu kepemimpinan Presiden Gusdur. Berkat jasa Gusdur lah, anak-anak penyandang disabilitas lebih diperhatikan pemerintah sehingga banyak penyandang ABK dapat hidup mandiri dan berkualitas," tuturnya saat diwawancarai Rakyat Merdeka Online usai pembukaan acara Olimpiade Olahraga ABK tingkat Nasional di SLB 01 Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (17/6).


Ya, kita perlu berterima kasih kepada Gusdur. Berkatnya, hakikat 'education for all' dapat kita rasakan di Indonesia. Dengan keberadaan 548 SD, 52SMP serta 40 SMA inklusif di Indonesia, semua anak dari berbagai latar belakang dapat bersekolah bersama tanpa memandang 'normal' atau 'tidak'," terangnya.


Adapun dalam aksi iklim dan lingkungan  banyak kiprah yang dilakukan Gus Dur   seperti penolakan pembangunan PLTN (pembangkit Listrik Tenaga Listrik) di Muria Jawa timur. Membela tradisi Maulid Hijau di Kudus pada 2008, yang dianggap sesat oleh MUI kala itu,  sebuah tradisi Maulid Nabi dengan ada kegiatan menanam pohon dan ruwatan bumi. Mendorong lahirnya Tap MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya alam yang lebih ramah lingkungan dan sustainable. 


Pada saat menjabat jadi Presiden, Gus Dur adalah peletak dasar sebuah terobosan baru dalam kebijakan moratorium tebang hutan (10-20 tahun) untuk keberlanjutan pelestarian ekosistem yang diikuti dengan program restorasi, koreksi regulasi dan kebijakan yang merusak sumber daya alam.  


Sebuah kebijakan dimana selama 10-20 tahun tidak di perbolehkannya  penebangan hutan di wilayah Indonesia, sambil dilakukan pemulihan (restorasi). Hal ini mengingat waktu yang diperlukan agar pohon bisa tumbuh dan berkembang sangatlah lama, tidak sebanding dengan proses penebangannya yang begitu cepat. Selama waktu perbaikan hutan, ada kesempatan buat pemerintah untuk mengkoreksi kebijakan-kebijakan atau regulasi yang cenderung destruktif terhadap hutan kita.


​​​​​​​Di luar aksi iklim, tentu kita jangan melupakan kiprah dan cara Gus Dur menyelesaikan sebuah konflik di masyarakat. Saat tulisan ini dibuat, media sosial kita, banyak diwarnai oleh polemik nasab Ba Alawi yang   diragukan ketersambungannya kepada Nabi Muhamad, Pada awalnya  bersifat ilmiah, namun saat ini justru cenderung saling menghina, rasis dan bisa menimbulkan friksi di masyarakat. 


Coba para pembaca lacak di media sosial perihal ini, bahwa polemik nasab ini bukanlah hal yang baru, dan bagaimana dahulu Gus Dur berupaya menyelesaikannya. Salah satu karakter yang spesifik dari Gus Dur adalah bagaimana ia berusaha menjadi jembatan perdamaian dan selalu mencari titik temu dari berbagai perbedaan. Beliau berusaha bersikap proporsional dalam banyak hal, walaupun tantangannya tentu saja  tidak mudah. 


Dalam jejak sejarah, beliau membela kehormatan Ba alawi sebagai keturunan Nabi, bahkan banyak sahabat dan kerabat Beliau berasal dari klan ini. Namun demikian Gus Dur tetap kritis terhadap para Habaib yang kiprahnya bisa merusak tatanan negeri ini, tanpa harus bersikap generalisasi, diskriminatif dan rasis. 


Gus Dur sudah sejak lama ingin menghapuskan istilah pribumi dan nonpribumi, karena disamping menciptakan segmentasi di masyarakat, juga menurut Gus Dur sulit melacak siapa sebenarnya penduduk asli Indonesia, karena sudah sejak lama terjadi pembaruan berbagai kelompok masyarakat Indonesia yang berbeda-beda ini. 


Ayat Al Quran yang biasa beliau pakai adalah Al Hujurat 13 sebagai berikut :


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal". 


Dengan mengacu dari ayat di atas, bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan, dan kita sebagai manusia harus bisa saling mengenal dengan mencari titik temu atau wilayah perjumpaan.  


Hal yang sering disampaikan Gus Dur dan sering menjadi quote, bahwa ketika berhadapan dengan segala perbedaan yang begitu tajam, maka saya akan semakin berusaha mencari persamaannya, demikian menurut Gus Dur. Prinsip itulah yang senantiasa dipegang Gus Dur dalam beragama, berbangsa dan bernegara.


Ketika beberapa tahun silam terjadi konflik sunni dan syiah, Gus Dur dengan entengnya menyampaikan bahwa NU adalah Syiah kultural dan NU adalah syiah non imamah. Dalam konteks ini, Gus Dur senantiasa mencari titik temu persamaan. 


Begitu pula ketika berhadapan dengan konflik Palestina dan Israel, beliau secara "out of the box" membuka wacana perdamaian ketika peluang itu ada, walaupun rasa-rasanya sangat sulit  bisa tercapai. 


Namun secara prinsip, Gus Dur  selalu mencari titik temu, dalam upaya-upaya perdamaian, sekecil apapun peluang itu, oleh karenanya bisa dipahami jika Gus Dur berteman dengan kelompok Yahudi moderat, tanpa kehilangan komunikasi dengan para pejuang kemerdekaan Palestina. Disebabkan sikap itulah, kemudian ia disebut tokoh kontroversial


Begitulah sedikit gambaran tentang  Gus Dur,  ternyata jejak kemanusiaan beliau ada dimana-mana, ada di pergerakan demokrasi, HAM, civil society, perlindungan minoritas, politik kebangsaan, seni dan budaya, perjuangan hak distabilitas, jurnalisme, aksi iklim atau lingkungan hidup, polemik nasab, sunni-syiah. Konflik palestina-Israel dan yang lainnya. 


Kita akan melihat sebuah perbedaan haul Gus Dur dengan haul para tokoh agama lainnya, yang pada umumnya hanya dihadiri oleh para Ulama dan santri. Namun haul Gus Dur, banyak dihadiri oleh kelompok masyarakat yang beragam, baik agamawan lintas agama, pemerintah akademisi, jurnalis, ekonom, aktivis lingkungan hidup, kelompok difabel dan elemen masyarakat lainnya. Hal ini menunjukan bahwa selama hidupnya Gus Dur memainkan banyak peran dan bersahabat dengan banyak kelompok atau komunitas. 


Lalu tugas kita adalah bagaimana mengumpulkan jejak dan energi Gus Dur yang berserakan tersebut menjadi sinergi bersama dalam membangun pergerakan. 


​​​​​​​Seperti  hal-nya dialog antara majalah Prisma dengan pak Farhan Helmy pimpinan Dilans yaitu Berjuang Bersama Melawan Keterbatasan", maka Gus Dur dan Pak Helmy dengan kendala fisiknya telah berjuang melawan keterbatasan dirinya untuk bangsa dan negeri ini, serta merawat kemanusiaan.


Terkait