Abdul Manap
Penulis
Idul Adha adalah salah satu hari raya besar umat Islam selain Idul Fitri. Hari raya ini dirayakan setiap tahun untuk mengenang peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim hendak mengorbankan putranya, Nabi Ismail, sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah. Namun, atas izin Allah, Nabi Ismail digantikan dengan seekor domba, sehingga setiap tahun umat Islam menyembelih hewan ternak sebagai kurban untuk mengenang peristiwa tersebut.
Idul Fitri dan Idul Adha masing-masing datang sekali dalam setahun. Kedua hari raya ini memiliki keutamaan dan sunnah yang berbeda.
Idul Fitri biasanya ditandai dengan kegiatan saling bermaafan, berkunjung ke sanak keluarga dan kerabat. Sementara itu, Idul Adha dikenal sebagai Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji, karena pada hari itu umat Islam melaksanakan ibadah kurban dan haji.
Baca Juga
Bacaan Niat dan Takbir Shalat Idul Adha
Berikut ini adalah enam amalan sunnah pada hari Idul Adha yang dianjurkan oleh para ulama untuk meraih pahala pada hari raya kurban dan haji:
1. Mengumandangkan Takbir
Mengumandangkan takbir di masjid, mushalla, dan rumah-rumah mulai dari malam hari raya Idul Adha hingga hari terakhir tanggal 13 Dzulhijjah, yang dikenal sebagai hari tasyrik. Pada malam tersebut, kita dianjurkan untuk mengagungkan, memuliakan, dan menghidupkan suasana dengan takbir. Anjuran ini sesuai dengan yang tertulis dalam kitab Raudlatut Thalibin.
فَيُسْتَحَبُّ التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا، وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ بِالْعِبَادَةِ
"Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah."
Sebagian ulama ahli fiqih ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya’ berjamaah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah.
2. Mandi
Mandi untuk shalat Id dapat dilakukan sejak tengah malam sebelum waktu subuh, namun yang lebih utama adalah setelah subuh. Hal ini karena tujuan mandi adalah untuk membersihkan tubuh dari bau tidak sedap dan menyegarkan badan, sehingga mandi mendekati waktu berangkat ke masjid adalah yang terbaik.
Jika mandi dilakukan setelah tengah malam, kemungkinan bau badan dan kelelahan bisa kembali lagi sebelum waktu shalat Id tiba.
يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، ويختص بالنصف الثاني من الليل
"Disunnahkan mandi untuk shalat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, ata pertengahan malam."
Mandi sunnah dianjurkan untuk seluruh umat Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Anjuran ini berlaku bagi mereka yang akan menunaikan shalat Id serta bagi perempuan yang sedang dalam kondisi uzur syar'i sehingga tidak dapat melaksanakan shalat Id.
3. Memakai Wewangian atau Parfum, memotong kuku dan rambut
Disarankan untuk menggunakan wewangian, memotong rambut, memotong kuku, serta menghilangkan bau yang tidak sedap guna meraih keutamaan hari raya. Secara prinsip, aktivitas-aktivitas ini bisa dilakukan kapan saja asalkan situasinya memungkinkan, dan tidak perlu menunggu datangnya hari raya. Contohnya, bisa dilakukan seminggu sekali menjelang pelaksanaan shalat Jumat. Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, terdapat penjelasan mengenai amalan sunnah ini.
والسنة أن يتنظف بحلق الشعر وتقليم الظفر وقطع الرائحة لانه يوم عيد فسن فيه ما ذكرناه كيوم الجمعة والسنة أن يتطيب
"Disunnahkan pada hari raya Id membersihkan anggota badan dengn memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jumat, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian."
4. Memakai pakaian yang paling baik, bersih dan suci
Disarankan memakai pakaian yang baik, bersih, dan suci. Jika memungkinkan, disarankan untuk menggunakan pakaian putih dan memakai serban, seperti yang disebutkan oleh beberapa ulama. Ini khususnya direkomendasikan bagi kaum laki-laki yang akan mengikuti shalat Id atau yang bertugas menjaga keamanan.
Bagi kaum perempuan, disarankan untuk menggunakan pakaian sederhana atau pakaian sehari-hari yang biasa digunakan. Adapun berdandan atau berpakaian berlebihan, serta penggunaan wangi-wangian yang berlebihan, dianggap makruh. Kitab Raudlatut Thalibin menjelaskan hal ini dengan detail.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ، وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي بِذْلَتِهِنَّ.
"Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukupla ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian."
Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,
كَانَ يلبس في العيد برد حبرة
"Rasulullah SAW di hari raya Id memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari yaman)."
5. Jalan kaki menuju masjid
Saat menuju ke masjid atau tempat shalat Id, disarankan untuk berjalan kaki karena ini lebih utama. Namun, bagi orang yang sudah lanjut usia atau tidak mampu berjalan, mereka boleh menggunakan kendaraan. Berjalan kaki memungkinkan seseorang untuk bertegur sapa, mengucapkan salam, dan bermusafahah dengan sesama kaum muslimin. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Umar,
كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
"Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Id."
Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan, sembari menunggu shalat Id dilaksanakan ia bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jama’ah yang telah hadir. Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut,
السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة
Bagi yang hendak melaksanakan shalat Id disunahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunnahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat Id setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.
6. Disunnahkan Makan setelah shalat Id
Untuk Hari Raya Idul Adha, disarankan untuk makan setelah menyelesaikan shalat Id, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri di mana disarankan untuk makan sebelum melaksanakan shalat Id. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, makanan yang biasa dikonsumsi setelah shalat Idul Adha adalah kurma dalam jumlah ganjil, seperti satu biji, tiga biji, atau lima biji, mengingat kurma merupakan makanan pokok orang Arab pada masa itu. Di Indonesia, meskipun nasi adalah makanan pokok, jika ada kurma maka disarankan untuk mengonsumsinya terlebih dahulu. Namun, jika kurma tidak tersedia, nasi atau makanan pokok lain dari daerah setempat juga dapat digunakan sebagai pengganti.
عن بريدة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم ويوم النحر لا يأكل حتي يرجع
"Diriwayatkan dari Sahabat Buraidah RA, bahwa Nabi SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali ke rumah."
Diriwayatkan juga dari Sahabat Anas RA
انَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يوم الفطر حتى يأكل تمرات ويأكلهن وترا
Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.
Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan shalat Id, alanglah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu.
Terpopuler
1
Innalillahi, Pimpinan Pesantren Manuk Heulang Tasikmalaya Ajengan Mimih Haeruman Wafat
2
Jelang Konfercab Ke-3, Ketua Ranting NU Sidomulyo Sampaikan Harapan untuk NU Pangandaran
3
Pesantren Al-Hamidiyah Depok Gelar Takbir Keliling, Meriahkan Idul Adha dengan Kreativitas Santri
4
Perkuat Tata Kelola Organisasi, IPPNU Garut Gelar Pelatihan Administrasi Bersama Sekretaris Umum PP
5
Kebahagiaan Menunaikan Ibadah Haji dan Umrah
6
Konferancab Fatayat NU Plered Tetapkan Elis Yuliawati sebagai Ketua Baru
Terkini
Lihat Semua