• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Tokoh

Mengenang Abah Ayip atau KH Syarif Utsman bin Yahya dari Kempek, Cirebon

Mengenang Abah Ayip atau KH Syarif Utsman bin Yahya dari Kempek, Cirebon
Abah Ayip memakai kemeja putih pendek (Foto: Hamzah Sahal)
Abah Ayip memakai kemeja putih pendek (Foto: Hamzah Sahal)

Oleh Hamzah Sahal

Biar tidak berisi berita kematian terus, saya sajikan secuil kisah seorang ulama, politisi, dan kawannya masyarakat dari segala lapisan. Sayangnya, beliau sudah wafat juga. Tokoh yang akan saya kisahkan ini punya nama KH Syarif Utsman Yahya. Para sahabatnya sesama kiai, para santrinya, juga masyarakat luas mengenalnya dengan sebutan Abah Ayip atau Kang Ayip. Saking terkenalnya panggilan itu, banyak orang yang tidak tahu nama aslinya.

'Abah' itu sebutan penghormatan dan juga kedekatan, juga 'kang'. Di Cirebon, saat saya kecil tidak banyak ulama yang dipanggil kiai, kecuali sudah sepuh banget. Seingat saya, yang waktu itu disebut kiai cuma tiga ulama, Kiai Umar Kempek (dipanggil juga dengan walid), Kiai Aqil Kempek, dan Kiai Abdullah Abbas Bunten. Seorang ulama yang masyhur dan singa podium saja dipanggilnya Kang: Kang Fuad Hasyim dari Buntet. Apalagi putra-putra Kiai Aqil yang lebih muda-muda seperti Kang Ja'far, Kang Said, dll.

Kiai Syarif Utsman Yahya termasuk yang dipanggil Kang: Kang Ayip. Cuma ada Ayip-nya. Ayip itu dalan tradisi Cirebon sebutan untuk habib. 

Di Cirebon waktu itu, tidak ada ulama yang punya kedekatan dengan anak muda dan masyarakat luas seperti --saya memanggilnya-- Abah Ayip. Mungkin memang beliau waktunya lebih longgar dari kiai lainnya, karena tidak memiliki jadwal ngaji rutin, seperti kiai pesantren pada umumnya. Santri yang ngaji kepadanya adalah santri senior yang dipilih sesuai 'firasatnya'. Itu pun ngaji informal, buka kitab sebentar, selebihnya banyak diskusi, dan dilanjutkan makan-makan. 

Apa beliau tidak suka ngaji? 

Kalau dilihat rumahnya, memang tak ada kitab berderet-deret di rak buku. Entah beliau naruh kitabnya di mana, saya tidak pernah melihatnya. Namun jangan salah, kealimannya sundul langit, ilmu fikih dan ilmu ushul fikih dikuasainya dengan matang. Ketika saya menjadi mahasiswa awal di UIN Sunan Kalijaga, Abah Ayip nitip salam untuk Pak Malik Madani. Pak Malik langsung menyambutnya dengan girang, "Masya Allah, beliau itu alim sekali! Anda kenal?"

Malam-malam, tepatnya dinihari, saya menjadi saksi Abah Ayip berdiskusi dengan Kang Husein Muhammad, waktu itu di rumah kontrakan peserta muktamar NU di Makassar. Malam itu kami cuma bertiga, yang lain sudah istirahat. Kang Husein agak kerepotan melayani Abah Ayip, sampai melepas sarung dan celana pendeknya terlihat. Waktu itu temanya khitan perempuan. Di samping alim, Abah Ayip memang senior. Jadi mungkin Kang Husein mengalah. 

Jika dalam level nasional tokoh dialog antaragama dari kalangan ulama adalah Gus Dur, maka di Cirebon yang punya intensitas dalam tema itu adalah Abah Ayip.

"Isun manut abah Ayip baelah," kata seorang kiai dengan bahasa Cirebonnya. Maksudnya, "saya pasrah pada Abah Ayip sajalah." Maka itu tidak heran, temannya dari non-Muslim banyak sekali dan menghormatinya dengan sepenuh hati.

Dalil beliau komplit sekali, bukan cuma nash dan qaul ulama, tapi juga aqly, bahkan dengan humor.

"Abah, apa hukumnya larung sesajen di laut?"

"Boleh.. Niati makani (kasih makan) ikan. Aja angel-angel (jangan susah-susah)," jawabnya sambil mengelus-elus rokok kesukaannya: Gudang Garam Merah.

Rumahnya dengan halaman yang luas, sering sekali ramai, dengan berbagai acara. Kumpulan kiai, kumpulan anak muda, klinik pesantren, dan lain-lain. Selain mereka, preman pun sowan, keluarga yang ruwet, sowan. Bahkan pernah, beliau disowani warga yang motornya dicuri. Besoknya, si maling motor datang, mengaku salah.

Ketika reformasi, beliau salah satu kiai yang pertama mengusulkan NU bikin partai. Dan bersama kiai lain, akhirnya lahir PKB. Beliau pernah jadi anggota DPR RI di awal reformasi. 

Lepas dari DPR, beliau tidak pensiun (umumnya kiai memang tidak ada yang merencanakan pensiun). Rumahnya tidak pernah sepi. Segala macam inisiatif keagamaan dan sosial lahir di rumahnya

Dua hari lalu, kami memperingati haulnya yang kesebelas. Alfatihah...

Sumber: Alif.id


 


Tokoh Terbaru