• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Tokoh

Den Ali: Mama Syatibi itu Singa NU dari Jawa Barat

Den Ali: Mama Syatibi itu Singa NU dari Jawa Barat
KH Mohamad Syatibi dan KH Ali Muhyiddin. (Foto: Dok. Keluarga/Desain: M. Iqbal)
KH Mohamad Syatibi dan KH Ali Muhyiddin. (Foto: Dok. Keluarga/Desain: M. Iqbal)

Sumedang, NU Online Jabar
Tulisan saya tentang KH Mohamad Syatibi ternyata dibaca banyak orang. Namun bukan itu yang membuat saya terkejut. Tak lama setelah tulisan itu dimuat, saya mendapatkan telepon agar menghadap ke Limbangan, Garut. Saya dipanggil oleh KH R Amin Muhyiddin. Ternyata  Rais Syuriyah PCNU Garut itu pembaca setia website jabar.nu.or.id

Pengasuh Pesantren As-Sa’adah Limbangan itu memperkuat tulisan saya tentang Mama Syatibi. 

“Kamu lanjutkan sowan ke Den Ali di Pesantren Al-Halim Garut,” ujarnya. 

Tanpa pikir panjang, saya segera melanjutkan perjalanan sesuai petunjuk, menuju kediaman KH R Ali Muhyiddin, salah seorang mustasyar PCNU Garut.

Den Ali, demikian ia biasa disapa jamaahnya, menerima saya dengan hangat. Ia mendapatkan banyak kisah tentang Mama Syatibi dari kakeknya KH R Mahfudz, yang disebutnya Aki Wates.

Aki Wates sering membicarakan keponakannya yang bernama Epen, nama kecil KH Mohamad Syatibi itu. 

“Kalau menceritakan Mama Syatibi dalam hal keluhuran ilmunya, Aki Wates suka meneteskan air mata, karena takzim dan cintanya,” ujar Den Ali membuka kisah.

“Kealiman Kang Epen menjadi teladan yang selalu dituturkannya kepada anak-cucu,” lanjutnya.

Saat Kiai Syatibi mukim dan menyebarkan ilmunya di Sumedang, keadaannya saat itu masih jauh dari tuntunan agama Islam. Dengan kegigihan, keikhlasan dan keluasan ilmunya, Sumedang berubah menjadi kawasan yang diwarnai oleh pendidikan Agama Islam yang kuat.

“Entah bagaimana caranya Kiai Syatibi berdakwah saat itu,” tutur Den Ali dengan nada heran. “Masyarakatnya belum kenal air wudlu dan belum bisa membedakan mana yang halal dan haram,” sambungnya.

Karena keberhasilannya itu, Aki Wates menjuluki Kiai Syatibi sebagai “Singa NU” dari Jawa Barat, yang dapat bergerak cepat dalam mengembangkan jam’iyyah para ulama itu. Pengajian Mama Syatibi  setiap hari Selasa, dihadiri banyak santri binaanya yang sudah jadi ustadz di berbagai pelosok desa Sumedang.

“Sampai NU Sumedang dikenal di tingkat nasional,” ujar Den Ali.

Kini, dengan pencapaian cucunya menjadi Bupati Sumedang, wibawa Mama Syatibi kembali diingat orang. Den Ali sangat mengapresiasi Bupati Dony Ahmad Munir yang dianggap mewarisi semangat silaturahim kakeknya. Sikapnya tidak berubah walaupun sudah jadi pejabat. Dony, menurut Den Ali, masih rajin mengunjungi keluarga besarnya, terutama para kasepuhan untuk meminta doa dan nasehat. Ia berharap, NU semakin berkembang lagi di Sumedang.

Penulis: Cucu Syamsu
Editor: Iip Yahya

 


Editor:

Tokoh Terbaru