• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Taushiyah

NU Memasuki Abad Modern dan Postmodern

NU Memasuki Abad Modern dan Postmodern
NU Memasuki Abad Modern dan Postmodern
NU Memasuki Abad Modern dan Postmodern

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang berdasarkan Islam Ahlusunnah Wal Jamaah, didirikan di Surabaya, pada tanggal 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama di Nusantara. Para tokoh ulama dari berbagai daerah di Nusantara, sepakat mendirikan organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan yang merespons atas perkembangan dan perubahan masyarakat dari masa ke masa.


Salah satu pendiri NU, KH. Wahab Hasbullah dan ulama-ulama lain membentuk tiga organisasi pergerakan yang merupakan embrio dari lahirnya NU, yaitu Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air), Taswirul Afkar (Pengembangan Pemikiran), dan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para Pedagang). Dalam rangka membangkitkan spirit kebangsaan, KH. Wahab juga mengarang sebuah syair yang digubah menjadi lagu yang berjudul Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).


Lagu itu menanamkan rasa bangga dan cinta tanah air dalam rangka untuk merebut kemerdekaan. Nama Indonesia disebutkan dalam lagu tersebut: “Indonesia negeriku, engkau panji martabatku”.


Selanjutnya, organisasi NU merespons berbagai kondisi sosial politik dan kemasyarakatan pada abad-abad modern, termasuk juga melakukan persiapan-persiapan untuk merespons perkembangan di masa depan pada abad-abad post modern. Kemampuan organisasi NU dalam merespons perubahan dan perkembangan zaman telah teruji dengan baik dan dapat mengantisipasi berbagai perkembangan pemikiran dan ajaran yang sangat luas dalam kehidupan dunia.


Dalam mengantisipasi perkembangan masyarakat modern sampai ke masyarakat postmodern, NU memiliki beberapa prinsip yang sangat relevan, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Sikap pemikiran kemasyarakatan NU dituangkan dalam konsep berikut:


Pertama, mengembangkan sikap tawassuth atau pertengahan atau bersikap moderat yang disebut sebagai ummatan wasatha. Sikap ini mengambil pedoman dari surat al-Baqarah ayat 143. Tawassuth atau moderat, menghindari pemikiran yang ekstrem, baik yang mengarah kepada literal maupun liberal.


Kedua, sikap tawazun atau seimbang, yaitu menyelaraskan hubungan dengan Allah s.w.t. dan hubungan dengan sesama manusia, serta makhluk lain, menyeimbangkan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa depan. Dengan demikian, sikap tawazun adalah sikap yang senantiasa berusaha mencari cara atau jalan yang tepat untuk melaksanakan ibadah dan berkhidmat pada masyarakat yang sesuai dengan ajaran agama dan tuntutan zaman.


Ketiga, sikap I’tidal atau lurus dan konsisten, sikap ini rujukannya adalah QS. Al-Maidah 08: berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dengan sikap adil ini, maka warga NU mengakui bahwa umat Islam secara keseluruhan adalah bagian dari masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia yang bersifat majemuk dan multikultural. Dengan sikap adil dan konsisten, maka akan mengarahkan umat manusia untuk melakukan perbuatan baik dan terpuji dalam berbagai kehidupan, serta mewujudkan kemaslahatan umum bagi sesama umat manusia.


Keempat, sikap tasamuh (toleran) terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan. Sikap tasamuh ini sangat dibutuhkan dalam seluruh kehidupan umat manusia di dunia, karena pada abad-abad modern dan postmodern seluruh bangsa-bangsa di dunia merupakan masyarakat yang multikultural dengan berbagai macam budaya, adat istiadat, keyakinan, agama, dan pandangan hidup.


Selamat Memperingati Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU)


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru