• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Sejarah

Mengenang ‘Fitnah’ atas Subhan ZE

Mengenang ‘Fitnah’ atas Subhan ZE
H Subchan ZE (kedua dari kanan berbaju putih) mendampingi Presiden Soeharto dalam sebuah acara (Foto: Open Source)
H Subchan ZE (kedua dari kanan berbaju putih) mendampingi Presiden Soeharto dalam sebuah acara (Foto: Open Source)

Oleh H Zainaldi Zainal
Saya suka merenung, pantas Allah SWT berfirman didalam Al Qur'an, "Fitnah itu lebih jahat dari pembunuhan".  Ini cerita Muktamar NU tahun 1971 di Surabaya. Muktamar ini "dimasuki" tangan-tangan kotor dari luar, dari pihak yang sedang berkuasa. HM Subchan ZE, Ketua I PBNU jadi target operasi untuk tidak terpilih kembali sebagai pengurus PBNU. Sikap-sikap politik Subchan sudah sangat menyebalkan bagi pihak yang berkuasa, karena kritiknya tentang persoalan politik,  ekonomi dan juga soal penegakan hukum. 

Sejak Seminar Ekonomi di UI "Membangun Trace Ekonomi Baru Indonesia", dimana Subchan ZE menjadi panelis bersama dua ekonom UI, Wijojo Nitisastro dan Ali Wardhana, suara Subchan sudah dianggap berbeda. Tidak berada pada "koor" Orde Baru. 

Semakin hari rupanya Subchan ZE dianggap semakin menjadi. Dia sudah menjelma oposan (pertama) bagi Orde Baru. Berani, argumentatif, cerdas tetapi tetap flamboyan. Ada skenario dari pihak kekuasaan untuk "menggusur" Subchan ZE dari PBNU. Celakanya rencana ini juga melibatkan orang dalam  NU sendiri. 

Ramailah di Muktamar 1971 itu. Berbagai selebaran miring tentang Subchan ZE, suka dansa dan tuduhan gay atau homoseksual.  Kebetulan sampai saat itu, Subchan yang lahir di Kepanjen Malang akhir 1930, belum beristri, bahkan sampai wafatnya pada tahun 1973. 

Tentang berbagai tuduhan seram itu, anehnya di Muktamar tidak pernah dilakukan tabayyun. Pada masa itu di NU ada sebuah mekanisme penyelesaian atas kasus atau tuduhan penyimpangan, itulah mekanisme "Ruju' ilal haq". Itu pun jika terbukti memang ada pelanggaran. 

Sekian tahun setelah Muktamar 1971, H. Mahbub Djunaidi yang jurnalis kawakan NU pernah mengatakan, "Dalam pandangan politik, saya tidak selalu cocok dengan almarhum (Subchan ZE), tetapi di Surabaya, bertebaran selebaran macam-macam fitnah oleh beberapa tokoh NU juga. Saya sangat tidak setuju. Itu tidak beradab". 
Dan pada Muktamar 1971 di Surabaya itu, Subchan ZE masih terpilih sebagai Ketua I dengan Ketua Umum KH Idham Chalid. Sungguh luar biasa. 

Tahun 1972, Subchan ZE dipecat dengan keputusan PB Syuriah NU. Waktu itu Rais Aamnya KH Bisri Syansuri. Pemecatan Subchan ZE telah menimbulkan gelombang protes di kalangan kiai-kiai NU. KH Ma'soem atau Mbah Ma'soem Lasem yang pada  masa itu sebagai kiai paling sepuh, menolak keras. Lalu putra sulungnya KH Ali Maksum dari Krapyak sampai mengatakan kepada media, "NU  tanpa Subchan hanya akan dianggap orang sebagai partai tahlilan semata". 

Tahun 1973 HM Subchan ZE wafat di Mekah selepas menunaikan ibadah haji. Untuk mengenangnya, Mahbub Djunaidi menulis di harian Kompas, Subchan ZE Ayam Jantan yang Kesepian. Hinakah dia atau muliakah dia di hadapan  Allah? Wallahu a’lam.

Penulis adalah pemerhati sejarah NU


Editor:

Sejarah Terbaru