• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Sejarah

KH Hasyim Asy'ari: Petani Itulah Penolong Negeri

KH Hasyim Asy'ari: Petani Itulah Penolong Negeri
Pendiri Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari
Pendiri Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari

Salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, adalah seorang ulama besar yang memiliki perhatian khusus kepada para petani. Ia pernah menulis sebuah artikel berjudul Keoetamaan Bertjotjok Tanam Dan Bertani. Artikel tersebut ditambah dengan judul kecil Andjoeran Memperbanyak Hasil Boemi dan Menjoeboerkan Tanah, Andjuran Mengoesahakan Tanah dan Menegakkan Ke’adilan. 

Tulisan satu halaman itu dimuat majalah Soera Moeslimin Indonesia No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharam 1363 H. 

Sebagaimana yang dimuat NU Online, artikel tersebut mengatakan: Sudah jamak seorang kiai, ketika menulis yang banyak dikutip adalah Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab para ulama. Di antara yang dikutip adalah hadits Imam Bukhari: 

”Tak ada seorang Muslim yang menanam tanaman atau mencocokkan tumbuh-tumbuhan, kemudian tanaman itu dimakan burung atau manusia atau burung, melainkan dihitung menjadi sedekah (bagi yang menanamnya).” 

Sebetulnya tidaklah mengherankan jika Hadratussyekh amat perhatian pada dunia pertanian. Dirinya, seperti data diri yang diserahkan ke penjajahan Jepang, pekerjaan resminya adalah petani dan guru agama. 

Adalah fakta bahwa Nahdlatul Ulama, pada waktu itu, sangat peduli pada nasib petani. Lihat saja dalam bahtsul masail (majelis para ulama untuk membahas persoalan-persoalan keumatan) yang diselenggarakan NU dari tahun 1926-1945, banyak pertanyaan-pertanyaan yang berkait dengan pertanian, tanah, tambak, zakat petani, hingga sedekah bumi (ritual kaum tani untuk mensyukuri nikmat Tuhan). 

Bahkan, berdirinya NU, salah satu tujuannya, adalah untuk melindungi kaum tani:

”Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, dan persahabatan, yang tiada dilarang syara’ agama Islam.” 

Tokoh-tokoh NU, jika berpidato di muka umum atau di rapat-rapat NU, memilih diksi-diksi yang dekat dengan kaum tani: tanah, air, tanah air, atau bumi. Sekadar contoh, Rais Aam PBNU Kiai Abdul Wahab Hasbullah, dalam doa iftitah Muktamar NU ke-25 di Surabaya, menegaskan: 

”Mewarisi ‘bumi’ ini artinya membangunnya agar menjadi suatu dunia yang sejahtera, aman dan makmur, yang di dalam berisi keadilan dan kebenaran yang dijunjung tinggi.” 

Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, dalam tulisannya, menerangkan bahwa petani adalah benteng terakhir bagi pertahanan negeri. Mengutip tulisan Muntaha dari kitab Amalil Khuthaba, ia menulis:

”Pendek kata, bapak tani adalah goedang kekajaan, dan dari padanja itoelah Negeri mengeloearkan belandja bagi sekalian keperloean. Pak Tani itoelah penolong negeri apabila keperloean menghendakinja dan di waktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pak Tani itoe ialah pembantoe negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean negeri, jaitoe diwaktunja orang berbalik poenggoeng (tak soedi menolong) pada negeri; dan Pak Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.” 

Di akhir tulisan, seraya mengutip kitab akhlak yang masyhur di pesantren Adabud Dunya, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari menyeru, bahwa dunia akan tertib jika enam hal terpenuhi, pertama, agama yang ditaati. Kedua, pemerintah yang berpengaruh. Ketiga keadilan yang merata. Keempat, ketentraman yang meluas. Kelima, kesuburan tanah yang kekal. Dan keenam, cita-cita yang luhur. 

Penulis: Hamzah Sahal
Editor: Abdullah Alawi


Sejarah Terbaru