• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 8 Mei 2024

Sejarah

Consulat, Cikal Bakal PWNU

Consulat, Cikal Bakal PWNU
KH Zainul Arifin Konsul Jawa barat di Master Cornelis Batavia. (Foto: dok. Agung Purnama)
KH Zainul Arifin Konsul Jawa barat di Master Cornelis Batavia. (Foto: dok. Agung Purnama)

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU, merupakan kepengurusan struktural NU di tingkat provinsi. Sebelum era kemerdekaan, setidaknya sampai tahun 1942 menjelang NU dibekukan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang, istilah PWNU belum dikenal dan belum digunakan. Sejarah struktural PWNU diawali pada Kongres NU ke-12 di Malang tahun 1937. 
Pada saat itu, NU menetapkan pembentukan koordinator cabang yang disebut Consulat. Consulat adalah suatu struktur kepengurusan setingkat wilayah, yang posisinya berada di antara Hoof Bestuur (Pengurus Besar) dan pengurus cabang. Ke atas bertanggung jawab langsung kepada Hoof Bestuur, dan ke bawah mengakomodir beberapa cabang dalam suatu wilayah tertentu. 
Badan Consulat ini terdiri dari seorang Consul, ditambah 1 orang sekretaris dan 1 orang anggota. Seorang Consul merupakan wakil dari Hoof Bestuur untuk mengurus segala bentuk keperluan cabang-cabang yang dibawahinya (Berita Nahdlatoel Oelama. No. 20. Tahoen ke-6. Tanggal 15 Agustus 1937: 7-8).

Dalam konteks sejarah NU di Jawa Barat, sejak tahun 1938, cabang-cabang NU di wilayah Jabar dibagi ke dalam dua Consulat, yaitu Consulat Jawa Barat dan Jawa Barat II. Consulat Jawa Barat berkedudukan di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), dengan Consulnya adalah KH Zainul Arifin yang pada saat itu menjadi ketua NU cabang Mr. Cornelis.

Cabang-cabang NU yang dikoordinir di dalamnya berjumlah 9 cabang, yaitu NU cabang Bandung, Batavia Centrum, Mr. Cornelis, Pandeglang, Serang, Rangkasbitung, Purwakarta, Sumedang dan Tasikmalaya. Sementara itu, Consulat Jawa Barat II berkedudukan di Cirebon, dengan Consulnya adalah KH Abdul Halim Leuwimunding. Cabang NU yang masuk dikoordinir adalah cabang Cirebon dan Indramayu, dengan ditambah cabang-cabang NU dari Jawa Tengah, yaitu cabang Pekalongan, Berebes, Kendal, Pemalang dan Tegal.

Informasi ini tertuang dalam dokumen Instructie HBNO Mentanfidz Poetoesan Congresnja Jang Ke-XIII di Menes Bantam, 1938, halaman 158.

Memasuki tahun 1939, dua Consulat tersebut mengalami beberapa perubahan. Mengingat pasca Kongres NU di Menes telah berdiri NU cabang Ciamis, maka Consulat Jawa Barat I, anggotanya bertambah 1 cabang. Meskipun jumlah keseluruhan anggota tetap berjumlah 9, karena  cabang  Mr. Cornelis dengan cabang Batavia Centrum dilebur menjadi cabang Jakarta Raya. Perubahan juga terjadi pada Consulat Jawa Barat II.

Oleh karena Consulat Jawa Barat II lebih banyak mengkoordinir cabang-cabang NU yang secara wilayah berada di Jawa Tengah, maka pada tahun 1939 Consulat Jawa Barat II diubah namanya menjadi Consulat Jawa Tengah II (Verslag Congres Nahdlatoel Oelama Jang Ke-14 di Kota Magelang, 1939: 13). Setahun kemudian, kedudukan Consulat Jawa Tengah II dipindahkan dari Cirebon ke Pekalongan, dan Consulnya diangkat KH Ilyas Pekalongan (Verslag Congres Nahdlatoel Oelama Jang Ke-15 di Kota Soerabaja, 1940: 34).

Memasuki tahun 1942, kepengurusan Consulat turut dibekukan seiring pembekuan Nahdlatul Ulama, dan juga seluruh ormas-ormas Islam pada saat itu, oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Memasuki tahun 1952, ketika NU keluar dari Masyumi dan menjadi sebuah partai politik, istilah Consulat sudah tidak dipakai lagi. Struktur kepengurusan NU di tingkat wilayah diberikan nama baru, yaitu “Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama” atau PWNU, sebagaimana halnya Hoof Bestuur Nahdlatoel Oelama yang diganti dengan “Pengurus Besar Nahdlatul Ulama” atau PBNU. 

Penulis adalah Alumni Departeman Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia dan Prodi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran. Aktif mengajar di Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Penulis: Agung Purnama
Editor: Iip Yahya


Editor:

Sejarah Terbaru