• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 24 Juni 2024

Opini

Urgensi Pendidikan Islam dan Resiliensi Keluarga di Tengah Kemerosotan Akhlak 

Urgensi Pendidikan Islam dan Resiliensi Keluarga di Tengah Kemerosotan Akhlak 
Ilustrasi. (Foto: NU Online/freeepik)
Ilustrasi. (Foto: NU Online/freeepik)

Oleh Nana Suryana
Setiap hari kita disuguhkan dengan berita terkait perilaku anti sosial, baik yang dilakukan orang dewasa, remaja, maupun anak-anak. Kasus ibu muda yang berbuat mesum dengan anak di bawah umum misalnya; kasus pembunuhan terhadap anak di bawah umum; geng motor; premanisme di jalanan; dan lain sebagainya. 


Sebuah kondisi dan situasi yang sangat mengkhawatirkan. Inilah pertanda akan hancurnya suatu bangsa, seperti yang disampaikan Thomas Lickona, ‘’Kehancuran suatu bangsa salah satunya ditandai dengan meningkatnya kekerasan dikalangan remaja dan meningkatnya perilaku merusak diri (narkoba, seks bebas, dan lain-lain)’’. 


Semua itu perlu penangan dan penyelesaian secara komprehensif dari semua pihak. Sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah harus bahu-membahu dan sinergi mencari solusi. 


Pendidikan Islam

Setiap manusia bisa menjadi manusia sempurna karena pendidikan. Pendidikan yang mampu memanusiakan manusia dalam berbagai aspek (jasmani, akal, dan ruhani) berdasarkan nilai-nilai keislaman. Itulah hakikat dari pendidikan Islam. 


Pendidikan Islam memiliki tugas mengembangkan potensi manusia, pewarisan budaya, dan interaksi antara potensi dan budaya. Objek pendidikan Islam adalah manusia. Siapakah manusia? 


Dalam pandangan Islam manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT. yang terdiri dari tiga unsur (jasmani, ruhani, dan akal). Oleh karenanya tujuan pendidikan Islam adalah bagaimana memaksimalkan unsur-unsur manusia tersebut sesuai tuntutan quran dan hadits nabi. 


Ada empat yang menjadi fokus dari tujuan pendidikan Islam yaitu, ahdaf Al-Jismaniyah (penyempurnaan jasmani), ahdaf al-ruhiyyah (penyempurnaan rohani), ahdaf al-aqliyah (penyemprunaan akal), ahdaf al-ijjtimaiyah (penyempurnaan kemampuan sosial) anak. 


Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan nasional, yakni  pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 


Apakah kemudian pendidikan Islam telah berfungsi secara maksimal? Pendidikan Islam saat ini sedang mengalami kemerosotan. Luaran (out come) dari proses pendidikan Islam masih belum sesuai dengan hakikat pendidikan Islam itu sendiri. Masih banyak orang yang memiliki pengetahuan agama Islam luas, namun perilakunya belum sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimilikinya. 


Saat ini pendidikan Islam sedang dihadapkan para tantangan berat, baik eksternal maupun ekternal. Tantangan ekternal meliputi pengaruh globalisasi, demokratisasi, liberalism Islam. Sedangkan tantangan internal meliputi persoalan dikotomi pendidikan, tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, persoalan kurikulum atau materi, dan kualitas pendidik.  


Kualitas pendidik, yang kita butuhan saat ini adalah pendidik yang memiliki sifat liberatif, transformatif, dan ilunatif. Sikap liberatif ditandai dengan kemampuan guru yang mampu memberikan kebebasan belajar kepada anak didik; pendidik yang mampu membuka wawasan anak didik secara terbuka; pendidik yang tidak memaksakan pemikirannya kedalam pemikiran anak didik.


Transformatif yaitu guru yang mampu mentransformasi nilai-nilai agama Islam secara simultan, bukan hanya pada domain kognitif, psikomotorik, tetapi yang lebih penting domain afektif; dan ilunatif yaitu guru yang mampu memberikan ilustrasi-ilustrasi yang merangsang peserta didik memahami agama Islam dan nilai-nilainya secara menyenangkan, bukan hanya kompeten memaksakan dogma dan doktrik agama secara kaku kepada peserta didik.  


Selain itu guru juga harus memiliki kemampuan literasi, bukan hanya literasi lisan melainkan juga literasi digital, kemampuan ICT, dan metodologi pembelajaran yang inovatif serta kreatif. Kemampuan dalam menerapkan metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif diduga akan mampu melahirkan luaran (out come) sesuai tujuan pendidikan Islam. 


Ada sebuah motode pembelajaran yang bisa diterapkan guru dalam proses pendidikan Islam yaitu metode internalisasi. Internalisasi merupakan sebuah cara mengajarkan dan menanamkan nilai agama Islam pada peserta didik sehingga pengetahuan agama Islam tersebut menginternalisasi (mendarah daging) pada diri peserta didik serta menjadi karakter. Guna mempermudah penerapan metode tersebut ada beberapa teknik yang harus diterapkan yaitu teknik peneladanan dari guru, pembiasaan, pemotivasian, dan penegakan disiplin. 


Ketahanan Keluarga

Menghadapi situasi merosotnya akhkak generasi saat ini, keluarga menjadi garda terdepan bagaimana melahirkan anak-anak yang memiliki akhlak baik. Para ahli pendidikan sepakat bahwa pendidikan diawal dari keluarga. Melalui keluarga yang baik akan lahir anak-anak yang sarat dengan etika. 


Keluarga merupakan madrasah pertama dan utama bagi anak. Keluarga menjadi ruang dan kelas pertama bagi anak. Keluarga juga menjadi pintu masuk bagaimana proses penanaman nilai-nilai agama sejak dini.  


Secara fungsional keluarga memiliki fungsi psikososial yaitu berupa perawatan terhadap anak, mengajarkan anak untuk bersosialisasi, membentuk sifat atau mengendalikan emosional tiap anggota keluarga, sebagai dukungan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. Keluarga secara fungsional lebih fokus terhadap tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh setiap anggota keluarga. 


Keluarga adalah unit terkecil yang dalam masyarakat. Sebagai sebuah unit maka ada elemen lain yang saling keterkaitan yaitu, ayah, ibu, dan anak. Melalui unit ini sejatinya pendidikan agama Islam terbangun secara kokoh. 


Di era kemajuan saat ini, teknologi dan informasi sulit dibendung. Kita tidak bisa menghindar dari kemajuan teknologi dan informasi tersebut. Namun kemajuannya tidak akan mampu menggantikan peran keluarga. “Teknologi adalah alat yang hebat, tetapi tidak akan pernah menggantikan kebermaknaan hubungan manusia.”, demikian kata George Lucas.


Teknologi telah menjadi pendorong utama transformasi masyarakat modern, membawa dampak positif dan negatif yang signifikan. Di satu sisi, kemajuan teknologi memberikan kemudahan dalam lalu lintas informasi, mempercepat komunikasi, dan meningkatkan efisiensi di berbagai sektor. 


Inovasi dalam bidang kesehatan, seperti teknologi medis canggih, telah menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup umat manusia. Sementara itu, dalam ranah ekonomi, teknologi memicu pertumbuhan bisnis dan menciptakan lapangan kerja baru. Dari sekian banyak dampak negatifnya adalah muncul pengaruh media sosial. 


Media sosial memerikan platform berkomunikasi dan berbagai informasi, penggunaannya dapat memberikan masalah ketika pemanfaatnya tidak bijak, seperti penyebaran bertia hoaks, perundungan online di medsos, sehingga berdampak pada kesehatan mental. 


Untuk menghadapi masa-masa sulit di era teknologi dan informasi saat ini, keluarga menjadi salah satu pilar penting. Keluarga harus memiliki tiga resiliensi (ketahanan)  yaitu  sakinah, mawaddah warahmah. Resiliensi sakinah diartikan sebagai ketenangan, ketentraman atau kedamaian. 


Resiliensi mawaddah dapat diartikan sebagai cinta dan kasih sayang. Perasaan cinta ini mampu memberikan perasaan saling memiliki dan saling menjaga. Sedangkan resiliensi warahah yang diartikan sebagai kelembutan hati atau belas kasih. 


Sakinah merupakan tujuan dalam membangun keluarga, sedangkan mawaddah dan rahmah adalah pondasi untuk mencapai tujuan (sakinah). Untuk memperoleh keluarga yang sakinah, maka mawaddah dan rahmah dalam keluarga harus dibangun terlebih dahulu. 


Untuk membangun resiliensi dalam keluarga, ada tiga hal yang harus kita perhatikan yaitu membangun ketahanan spiritual keluarga,, membangun ketahanan psikologis, dan membangun ketahanan ekonomi.    


Keluarga yang telah memiliki reseliensi dalam perspektif Islam ditandai dengan beberapa hal yaitu bersikap sabar, bersikap optimis, dan berjiwa besar. Inilah hakikat dari pencapaian keluarga sakinah mawaddah warohmah. 


“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar-Rum :21).


Penulis adalah Ketua Progam Studi PGMI IAILM Suryalaya Tasikmalaya


Opini Terbaru