M. Rizqy Fauzi
Penulis
Saya butuh waktu 2 jam-an untuk duduk mengirim dan membalas ucapan lebaran. Entah dengan kawan-kawan. Apa memang mau membuang waktu untuk membaca dan membalas satu per satu (mungkin masih ada juga yang terlewat). Atau ucapan lebaran dan maaf tanpa tatap muka via hp hanya dianggap basa-basi belaka?
Saya banyak menerima ucapan baik pribadi maupun lewat wag yang sifatnya generic (ditujukan untuk umum), pakai template standar atau cuma copas, bahkan ada juga yang cuma memfoward gambar atau teks dari orang lain. Tak ada sentuhan personal sama sekali.
Saya ingat ada sahabat yang pernah bilang gak akan membalas ucapan yang generic tanpa jelas ditujukan kepada siapa. Minta maaf kok gak jelas untuk siapa. Saya berbeda dengan beliau, saya masih usahakan membalas ucapan generic, template, copas dan forward-an itu.
Baca Juga
Kriteria Manusia Takwa
Bagi saya, maaf itu dari hati yang tulus. Saya tidak tahu setulus apa saat kita mengucapkan atau menuliskannya. Tapi siapa yang bisa menebak isi hati? Nahnu nahkumu biz zawahir. Kami hanya menghukumi sesuatu yang tampak. Yang tersembunyi, biar Allah saja yang mengurusinya. Jadi saya tidak keberatan membalas ucapan generic itu, toh saya usahakan tetap membalasnya secara personal dan setulus mungkin.
Meski disampaikan secara generic atau entah cuma berbasa-basi, momen lebaran ini menjadi wasilah terbukanya pintu pemaafan dari langit. Ada yang semula gengsi minta maaf, ada yang merasa dia paling benar dan ada pula yang sudah tidak tahu kepada siapa lagi harus minta maaf karena semua orang pernah disakitinya. Semuanya lebur dalam suasana idul fitri.
Atasan minta maaf kepada bawahannya. Presiden minta maaf kepada rakyatnya. Suami kepada istrinya. Dosen kepada mahasiswa. Artis kepada fans-nya. Tiba-tiba semua saling meminta dan memberi maaf. Tanpa batasan.
Tradisi yang baik ini gak usah ditanya mana dalilnya. Sesuatu yang baik, lakukan saja. Niatkan semuanya karena Allah.
Baca Juga
Muhasabah Pasca Ramadhan
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCINU Newzeleand
Terpopuler
1
Pesantren Ketitang Cirebon Jadi Teladan Kemandirian, Kemenag Beri Apresiasi
2
Koperasi Pertama Lahir di Ciparay Bandung
3
Ziarah yang Terganggu: Refleksi Sosial atas Fenomena Peminta-Minta di Obyek Wisata Sunan Gunung Jati
4
Studio Podcast Jadi Magnet Dakwah dan Ekonomi, Pesantren Ketitang Cirebon Tunjukkan Lompatan Digital
5
Milad ke-14 Yayasan Mabdaul ‘Uluum Tsaani: Spirit Kebersamaan dan Peran Strategis Alumni Diteguhkan
6
Langit Cianjur Bersyahdu Dzikir, Ribuan Jamaah Hadiri Ijtima Wadzifah dan Haelalah Tijaniyah Jawa Barat
Terkini
Lihat Semua