• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Opini

Teknologi Digital dan Masa Depan Indonesia

Teknologi Digital dan Masa Depan Indonesia
Teknologi Digital dan Masa Depan Indonesia. (Foto: Ilustrasi/frrepik)
Teknologi Digital dan Masa Depan Indonesia. (Foto: Ilustrasi/frrepik)

Oleh Fathah

Perkembangan teknologi selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, hingga hari ini memasuki pada fase keempat. Era yang serba cepat, praktis tanpa batas ruang dan waktu. Semua sisi kehidupan berkaitan dengan teknologi digital. Pada esensinya teknologi diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia. Sifat teknologi relatif netral, ia tidak hitam juga tidak putih. Ia akan hitam ‘negatif’ atau putih ‘positif’ setelah digunakan. 

 

Teknologi digital erat kaitannya dengan aktivitas yang berkaitan dengan jari jemari ‘Digitus’ dalam bahasa Yunani yang berarti jari jemari. Platform seperti laptop, smartphone yang menjadi titik fokus pembahasan.

 

Manusia hari ini seolah tidak bisa lepas dari aktivitas digital, data yang dikeluarkan oleh Hotsuite (We Are Sosial) rata-rata 8 jam, 36 menit. Sedangkan masyarakat Indonesia sendiri menggunakan internet dan 3 jam 17 menit menggunakan media sosial. Ada 204,7 juta jiwa pengguna internet di Indonesia (73, 7 %) dari total populasi masyarakat Indonesia, data TiNewss 14, Juni 2022.

 

Dulu manusia ingin mengakses atau memberikan informasi cukup sulit, hari ini sangat mudah, tinggal search, klik, download apa yang diinginkan akan ada. Sebaliknya, ketika ingin memberikan informasi sangat mudah, tinggal rekam, ketik, unggah, semua orang bisa melihat informasi yang kita berikan.

 

Teknologi digital sangat mempengaruhi setiap lini kehidupan manusia. Baik sosial, politik, ekonomi, budaya, bahkan Agama. Dampaknya cukup ekstrem bagi perilaku dan gaya hidup manusia. Budaya masyarakat pun mulai mengalami perubahan yang signifikan, dari budaya kolektif menjadi individualis, budaya sopan santun, menjadi songong dan sebagainya.

 

Coba kita tengok lingkungan terdekat seperti keluarga, saudara, tetangga, perubahan apa yang terjadi?

 

Mulai anak usia dini sampai usia lanjut, mereka sibuk dengan aktivitas individualnya smartphone, ngerinya lagi mereka justru lebih hafal audio, gerak joget tiktok yang sedang FYP (for you pages) hari ini, daripada lagu ampar-ampar pisang, tokecang, tari saman, jaipong, yang lenyap tergerus era ini. 

 

Contohnya, fenomena CFW (Citayam Fashion Week) yang viral belakangan ini, dibalik kreativitas fashion yang harus diapresiasi, secara tidak sadar ada sisi negatif yang terkampayekan di ruang digital seperti LGBT, pergaulan bebas, gaya hidup hedonisme dan lain-lain.

 

Saat diwawancarai seorang youtuber soal niat shalat, mereka tidak bisa. Teriris hati ini melihat fakta yang terjadi, jangan-jangan hal serupa terjadi di lingkungan terdekat kita. Ini perlu perhatian khusus, terutama peran pemerintah, akademisi, cendikiawan, aktivis, bahkan mahasiswa sebagai pemangku harapan bangsa ke depan karena karakter manusia terbentuk melalui pendengaran dan pengelihatan, maka dari itu perubahan kehidupan manusia sangat ditentukan oleh apa yang tersaji di ruang digital hari ini. 

 

Harus banyak Role model positif yang aktif mewarnai ruang digital hari ini dengan mengedukasi, mengampanyekan nilai-nilai luhur. Seperti KH Ahmad Mustofa Bisri, Habib Husein Ja’far, Gus Rifqil Moeslim, Kalangan perempuannya seperti Nazwa Shihab, Ning Sheila, Ning Imaz dan lain-lain. 

 

Karena kacamata dalam ruang digital media sosial semua terlihat sama kedudukannya, bahkan kepakaran dapat dikalahkan oleh keviralan.

 

Orang hari ini lebih melihat Influencer atau konten kreator yang tidak punya kapasitas ekkpert dalam bidangnya, dibanding cendikiawan, akademisi, kiai yang ekspert. Maka dengan kebebasan ini, harus ada filterisasi, pemerintah harus hadir melalui (Kominfo) untuk lebih selektif dalam verifikasi sebuah konten atau platform digital. Faktanya informasi negatif lebih banyak mendominasi (Viral) hari ini, mengerikan bukan?

 

Maka agar tercipta ruang yang sejuk dan edukatif, penting untuk cakap literasi digital dan digital skill. Contoh kasus, hinaan mas Eko Kuntadhi terhadap Ning Imaz yang viral beberapa waktu lalu, saya kira mas Eko Kuntadhi bukan orang bodoh juga, beliau pintar. Tapi jika tidak dibarengi kebijaksanaan dan teori etika bermedia digital, hal semacam ini besar kemungkinan terjadi kembali. Maka penting untuk memahami epistemologi suatu pengetahuan, selain saring sebelum sharing untuk memverifikasi sebuah informasi yang baik dan benar. 

 

Tidak sampai disitu, bagaimana ontologi (keberadaan suatu pengetahuan), Tabayyun untuk memverifikasi data sebuah informasi. Agar tidak terjadi hal serupa seperti Hate Speech, hoaks, penipuan dan sebagainya. Baru kemudian setelah memverifikasi sebuah informasi yang beberdasarkan data yang kredibel, dapat melakukan aksiologi untuk kemanfaatan sebuah ilmu yang diperoleh. 

 

Saya analogikan hari ini kita seperti sedang berada di tengah derasnya arus banjir bandang, pilihannya hanya dua, berusaha defence (bertahan) berenang melewati arus atau diam yang kemungkinan tenggelam dalam derasnya arus tersebut.

 

Saya ingat pesan bang Haji Rhoma Irama dalam lirik lagunya Modern 

 

“Karena takut dikatakan ketinggalan zaman

E, ikut-ikutan,
Saringlah dulu apa yang datangnya dari Barat
Jangan asal telan,
Ambil isi dan campakkanlah kulitnya,
Ambil yang baik dan campakkan buruknya,”

 

Saya tidak bisa bayangkan seperti apa Indonesia esok hari, jika arus besar transformasi digital ini tidak direspons dengan baik dan bijak. Lalu pertanyaannya adalah, apa peran manusia di era digital? Tundukan kepala, tanyakan dan berbisik pada hati kecil Anda.

 

Penulis merupakan Mahasiswa ITB Vinus Bogor sekaligus Pengurus LTNNU Kabupaten Bogor.

Editor: Agung Gumelar


Opini Terbaru