• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 8 Mei 2024

Opini

Refleksi Hari Pers Nasional 2021: Tantangan Jurnalis NU

Refleksi Hari Pers Nasional 2021: Tantangan Jurnalis NU
Logo Hari Pers Nasional (Foto: http://wartaterkini.news/)
Logo Hari Pers Nasional (Foto: http://wartaterkini.news/)

Oleh Iing Rohimin
Setiap 9 Februari, para jurnalis memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Tentu saja yang diperingati terkait dengan perannya dalam upaya memajukan kehidupan bangsa dan negara dengan memberikan informasi kepada masyarakat. 

Peringatan Hari Pers Nasional yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 9 Februari didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Keputusan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985 itu menyebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.

Akan tetapi, sebelum keputusan itu, HPN telah digodok sebagai salah satu butir keputusan Kongres ke-28 Persatuan Wartawan (PWI) di Padang, Sumatera Barat, pada 1978. Kesepakatan tersebut, tak terlepas dari kehendak masyarakat pers untuk menetapkan satu hari bersejarah untuk memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional. Pada sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung tanggal 19 Februari 1981, kehendak tersebut disetujui oleh Dewan Pers untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional.

Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) harus dijadikan moment spesial bagi jurnalis (wartawan) NU, karena kader Nahdlatul Ulama yang menggeluti dunia tulis menulis dan terlibat dalam pengembangan media yang dikelola NU di semua tingkatan kepengerusan maupun lembaga dan badan otonom, mengemban tugas mulia sekaligus memiliki tantangan lebih berat dibandingkan dengan jurnalis biasa (baca : bekerja di media umum)

Bagi wartawan yang bekerja di perusahaan media  umum, apalagi perusahaan yang sudah bonafid dan berkelas nasional, tentu dalam menjalankan tugas jurnalistiknya hanya memikirkan bagaimana bekerja secara profesional, sesuai dengan kode etik wartawan dan UU 40 Tahun 1999, serta memenuhi peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan media tempat ia bekerja.  

Namun bagi wartawan NU yang bekerja di media yang dikelola ormas Islam terbesar di dunia ini,  harus bekerja sebagai wartawan dengan tanggung jawab yang lebih berat, karena wartawan NU selain membawa misi mulia jurnalisme, juga membawa misi agama, menyampaikan pesan Islam rahmatan lil alamin, menegakkan Ahlussunnah wal Jamaah an-nahdliyah, menjaga keutuhan NKRI dan menumbuhkan nasionalisme yang tinggi. 

Selain mengemban misi mulia dan beban amanah yang tidak ringan tersebut, jurnalis NU juga harus menghadapi tantangan yang sangat berat, di antaranya berkembangnya hoaks, tumbuh suburnya kelompok atau aliran lain  yang terus menyerang NU, radikalisme, terorisme, wahabisme, pengusung dan pengasong ideologi khilafah serta kelompok perusak keutuhan NKRI.

Sementara, tantangan dari dalam diri seorang wartawan NU sendiri adalah bagaimana menunjukan profesionalismenya dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya. Jurnalis adalah sebuah profesi dan menurut para ahli.

Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.

Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya. “Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. 

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya ter¬dapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal daripada profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang yang profesional.  

Seorang wartawan yang menjalankan profesinya tentu dituntut untuk menjaga profesionalismenya, dan untuk memenuhi tuntutan tersebut, setidaknya wartawan harus menguasai teknik jurnalistik, menjaga dan menjalankan kode etik jurnalistik, menjalankan amanat UU Pers serta memenuhi tugas suci sebagai wartawan NU seperti disebutkan di atas.

Ujian profesionalisme wartawan NU memang sangat berat, apalagi dalam bekerja harus lebih mengutamakan khidmah dan pengabdian sehingga membutuhkan pengorbanan serta keihlasan karena media NU masih belum memberikan jaminan kesejahteraan (honor yang sesuai standar) bagi wartawannya. 

Tantangan profesionalisme wartawan NU harus ditunjukkan dengan penguasaan ilmu jurnalistik, mampu menyuguhkan berita yang menarik minat masyarakat untuk membacanya, mampu menyuguhkan konten inovatif sesuai dengan tuntutan era milenial, mampu menerjemahkan pesan-pesan keagamaan dalam bahasa yang lebih sederhana dan mampu menebarkan misi NU dalam kemasan berita yang enak dibaca.

Jurnalis NU juga menghadapi tantangan untuk mengejar ketertinggalan dari media yang dikelola kelompok lain yang jumlahnya sangat banyak, dengan misi provokasi menggunakan konten yang menarik, merusak aqidah dan pemahaman umat dengan berita yang sengaja dibuat sedemikian rupa, menebar kebencian dengan bungkus jihad membela agama, melemahkan nasionalisme atau kecintaan pada tanah air dengan kemasan ajaran agama,  dan menebar perang media dengan sokongan modal yang sangat besar.  

Pendek kata, Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2021 harus dijadikan momentum bagi jurnalis NU untuk melakukan evaluasi diri, merumuskan ulang langkah dan strategi, membaca peluang dan situasi, mendorong gerakan literasi, memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, menggalang dukungan dari warga NU untuk mencintai dan mendukung medianya sendiri, serta meraih kemenangan dalam perang media dalam kemajuan teknologi informasi. 

Di Hari Pers Nasionla ini, semoga wartawan Indonesia, wartawan NU dan media yang dikelola Nahdliyin  mampu menjaga profesionalisme secara sungguh-sungguh, bekerja dengan penuh dedikasi untuk turut mencerdaskan bangsa, menjadi kontrol sosial, memberikan informasi yang baik dan benar serta menjadi pilar keempat demokrasi di Indonesia untuk keutuhan NKRI......

Selamat Hari Pers Nasional, majulah terus wartawan Indonesia dan wartawan Nahdlatul Ulama.    

Penulis adalah pewarta NU Online Jabar, Tinggal di Indramayu


Opini Terbaru