• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

SEABAD NU

NU dan Anak Muda

NU dan Anak Muda
Kegiata NU-Tech yang diikuti banyak anak muda diselenggarakan di Malang, 19-12-2022. (Foto: TV NU)
Kegiata NU-Tech yang diikuti banyak anak muda diselenggarakan di Malang, 19-12-2022. (Foto: TV NU)

Oleh Hasanuddin Ali

 

Jumlah anak muda Indonesia (Gen Z dan Milenial) saat ini berjumlah 53 %, sebuah angka yang sengat besar mereka mendominasi struktur piramida penduduk Indonesia.

 

Anak muda dan digital seperti sepasang sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan. Konsumsi internet yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap perilaku anak muda. Derasnya arus informasi yang mereka terima membuat mereka tidak mampu mencerna informasi secara mendalam. Mereka gampang berpindah dari informasi satu ke informasi lain.

 

Pengaruh digital bagi anak muda juga terlihat dari gaya hidup dan penampilan yang cenderung semakin casual, mereka tidak mau terjebak pada simbol-simbol kemapanan sosial, mereka ogah berjas dan berdasi. Paling gampang,  lihat saja kantor-kantor perusahaan digital yang sangat fleksibel dan lebih menonjolkan sisi kreatifitas

 

Dalam hal sosial agama, anak muda adalah generasi bebas merdeka, mereka tidak mudah terikat dalam satu kelompok tertentu, ini tercermin dari identifikasi afiliasi ormas yang mereka ikuti. Lebih dari 60% dari mereka tidak merasa terafiliasi dengan ormas manapun.

 

Pemahaman keagamaanpun sebagian besar mereka dapatkan dari media digital, terutama youtube dan sosial media lain yang berbasis visual, maka tidak mengherankan ustadz-ustadz yang sering muncul di media sosial lebih berpeluang menjadi ustadz panutan anak muda.

 

Survei yang dilakukan oleh Alvara menunjukkan salah satu persepsi yang muncul tentang NU adalah ormas tradisional dan tua. Persepsi ini sudah muncul selama bertahun-tahun. Persepsi tidak sepenuhnya negatif karena memang sebagai organisasi ulama, faktor senioritas memang diperlukan.

 

Namun melihat postur demografi dan perilaku anak muda, NU memerlukan rejuvenation, peremajaan, untuk tetap menjaga relevansi NU ditengah kehidupan anak muda.

 

Rejuvenasi ini bisa bersifat substansi dan juga simbol, konten dan kemasannya. Anak-anak muda NU harus didorong untuk lebih sering tampil di publik, mewarnai ruang-ruang wacana dan aktifitas sosial di berbagai sektor.

 

Untuk mendekat ke anak muda tidak ada pilihan bagi NU untuk hadir lebih intens di media digital. Kyai-kyai muda, Gus-Gus yang memiliki kompetensi agama yang baik harus lebih sering muncul di kanal-kanal media sosial.

 

Metode dakwah yang diwariskan oleh Walisongo bisa diadaptasi dizaman ini. Dulu Walisongo menggunakan media dakwah musik gamelan dan wayang sebagai media dakwah karena dizaman itu seni itulah yang populer. Maka dizaman ini kenapa tidak dakwah sekarant dilakukan dengan media yang diminati anak muda sekarang, seperti musik, standup comedy, atau seni pertunjukan yang lain.

 

Tentu bagi anak muda tidak hanya agama saja yang menjadi minat mereka, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi juga menjadi kegelisahan mereka. Kehadiran NU untuk membantu setidaknya mengurangi kegelisahan mereka akan sangat dinanti.

 

Penulis adalah Founder-ALVARA Research Center.


Editor:

Opini Terbaru