• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Opini

KOLOM PROF BAMBANG

Merayakan Keputusan Muktamar Pemikiran NU 2023

Merayakan Keputusan Muktamar Pemikiran NU 2023
Merayakan Keputusan Muktamar Pemikiran NU 2023
Merayakan Keputusan Muktamar Pemikiran NU 2023

Ada 11 point yang dihasilkan Muktamar Pemikiran NU 2023. Saya mencoba meredaksikan ulang sebagai berikut:


Pertama, Muktamar Pemikiran Nu tidak memiliki pretensi politik untuk terlibat dalam dukung-mendukung pada politik elektoral
Kedua, muktamar ini disebut Muktamar Pemikiran karena ruang publik saaat ini, khususnya media social, sering berjalan secara instan, emosional, dan cepat, tetapi dangkal
Ketiga, perlunya mengusahakan adanya ruang percakapan yang lebih mendalam dan serius tentang berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini, di tengah-tengah pendangkalan komunikasi dan pemiskinan ide
Keempat, perlunya membawa kembali tema tentang masyarakat ke tengah-tengah percakapan publik, melihat adanya tantangan-tantangan bahkan ancaman terhadap lembaga masyarakat.
Kelima, bentuk masyarakat harus menjadi tema terbuka untuk diperbincangkan oleh semua pihak. Apabila berhasil dirumuskan harus merupakan bentuk yang terbuka (open society) bukan tertutup yang mengeksklusi yang lain
Keenam, harus ada nilai-niali yang mendasari bentuk masyarakat apapun yang akan dibayangkan di masa depan, seperti kejujuran, amanah dan memenuhi janji, keadilan, kerjasama, dan konsistensi
Ketujuh, Masyarakat yang dibayangkan di masa depan adalah masyarakat manusia dan manusia menempati posisi sentral
Kedelapan, masyarakat masa depan dengan manusia sebagai sentral tidak mengabaikan aspek ekologis
Kesembilan, perkembangan yang cepat dalam bidang kecerdasan buatan perlu terus dicermati. Peerkembangan kecerdasan buatan yak perlu ditakuti karena adanya unsur ilahiah dalam diri manusia yang diyakini bisa mengarahkan perkembangan kecerdasan buatan
Kesepuluh, masyarakat di masa depan harus berlandaskan pada sejumlah visi yakni keterbukaan, keadilan, penghormatan pada keragaman, akhlak mulia, keluarga dan pengasuhan anak, pendidikan anak, hingga kesetaraan
Kesebelas, Muktamar Pemikiran tidak menolak secara total modernitas, modernisasi, dan perkembangan social, tapi turut merumuskan sikap terhadap perkembangan itu. 


Mari kita diskusikan ke-11 point ini.


Empat dari sebelas poin ini, yakni poin satu, dua, tiga  dan sebelas mengemukakan posisi Muktamar Pemikiran. Pertama, muktamar pemikiran NU tidak bermaksud politis walaupun dilaksanakan pada masa kampanye. Kedua (poin ke-2), alasan penggunaan nama “pemikiran” pada muktamar, karena adanya pendangkalan masyarakat oleh media sosial yang dianggap berjalan secara instan, emosional, dan cepat, tetapi dangkal. Kesadaran akan adanya pendangkalan masyarakat ini dipertegas pada point ke-3 bahwa karena ada pendangkalan komunikasi dan pemiskinan ide maka perlu ditumbuhkan “ruang percakapan yang lebih mendalam dan serius tentang berbagai masalah yang dihadapi bangsa”  Ketiga (point ke-11), Muktamar Pemikiran menegaskan ulang posisi NU di hadapan modernitas dan modernisasi yang hendak “memegang kendali”. 


Muktamar ini didasarkan pada kekhawatiran akan perkembangan masyarakat di masa depan yang lembaganya terancam (point 4), “dikendalikan” oleh media sosial (point 2). kecerdasan buatan (point 9), dan modernisasi (point 11). Ihwal ancaman terhadap lembaga masyarakat itu  Gus Ulil pada berita sebelum Muktamar Pemikiran NU 2023 pernah mengemukakan fenomena childfree yang akan mempersedikit generasi muda untuk berkeluarga. Keluarga adalah lembaga inti masyarakat, bila generasi muda marak menganut childfree hancurlah masyarakat masa depan. 


Media sosial pada muktamar ini dianggap menjadi sumber pendangkalan komunikasi, pemiskinan ide, dan menjadikan hoax sebagai hal biasa. Simpelnya media social mereduksi kebenaran dan membuat publik malas berpikir: untuk itu Muktamar ini memandang perlu dihidupkannya kembali aktivitas berpikir dan pemikiran (bukan sekadar men-share informasi).  Tak sekedar pemikiran biasa, namun pemikiran mengenai tema masyarakat (point 4).  Point ke-4 menyerukan pengarusutamaan tema masyarakat dalam wacana publik.


Pengarusutamaan tema masyarakat berarti “memaksa” semua pihak (akademisi, birokrat, pebisnis, budayawan, ulama) untuk mulai memperhatikan nasib masyarakat pada masa kini dan masa depan. Masyarakat dianggap telah goyah, tanpa visi dan kehilangan nilai. Begitu suramnya keyakinan ini. Masyarakat pada Muktamar Pemikiran NU 2023 diduga sangat gampang mengesklusi pihak berbeda (point ke-5), disorientasi nilai (point ke-6), terombang-ambing karena kehilangan visi (point ke-10), tidak manusiawi (point ke-7), dan ganas secara ekologis (point ke-8). Jika dibiarkan, masyarakat akan hancur dan masa depan akan kehilangan pijakan. Ini pembayangan yang suram, dystopia. Untuk itu, semua orang perlu memikirkan apapun aktivitasnya dari sudut dampak bagi masyarakat: apakah kebijakan atau aktivitas ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat? 


Untuk itu Muktamar NU 2023 ini mengusulkan masyarakat harus memiliki visi  keterbukaan, keadilan, penghormatan pada keragaman, akhlak mulia, keluarga dan pengasuhan anak, pendidikan anak, hingga kesetaraan (point ke-10). Masayrakat harus kembali menghidupkan nilau-nilai seperti  masa depan, seperti kejujuran, amanah dan memenuhi janji, keadilan, kerjasama, dan konsistensi (point ke-6). Lalu masyarakat harus manusiawi (point ke-7) sekaligus sadar ekologis (point ke-8).


Point ke-11 yang mencantumkan modernitas dan modernisasi sebenarnya agak mengganjal, karena tema ini tentulah sudah dihidupi selama 1 abad sejak berdirinya NU pada 1926. Saya duga, modernitas atau modernisasi yang dimaksud adalah modernisasi lanjutan yang menghasilkan  teknologi seperti kecerdasan buatan (IA). Point 11 menunjukkan kekhawatiran bahwa hasil Muktamar Pemikiran NU ini dianggap bertentangan dan menolak modernisasi. Mungkin karena pada muktamar ini ada kritik atas masyarakat dan kecerdasan buatan sebagai bentukan dunia modern, maka dibutuhkan point ke-11 sebagai disclaimer. Saya kira, point ke-11 terlalu “ketakutan” dan tidak perlu. 


Lalu apa pentingnya hasil Muktamar Pemikiran NU 2023 ini?


Pemikiran ini semacam relaksasi di antara deru kampanye pada politik electoral, juga sebagai pengingat. Muktamar ini seperti mengingatkan agar hal mendasar dari aktivitas berbangsa dijadikan tema semua pasangan capres-cawapres. Orientasi kemajuan yang kadang bersifat kuantitatif kadang dan sering mengabaikan hal kualitatif seperti keharmoniasan keluarga dan masyarakat yang solid, kira-kira inilah yang dimaksudkan Gus Yahya pada pembukaan Muktaman tersebut. Maka masyarakat harus dirawat dan diruwat ulang,  keluarga harus dimaslahatkan. Jika mau dikaitkan, Muktamar ini seperti menguatkan program NU sebelumnya yakni Gerakan Keluarga Maslahat (GKM) walaupun tak ada satupun kata keluarga pada 11 point hasil muktamar ini.


Pada sisi lain, Muktamar ini terkesan terlalu terburu-buru, sehingga beberapa isu masyarakat masa depan tidak tampak pada hasil muktamar. Peran agama dan budaya tidak tampak, juga harapan terhadap generasi milenial. Agama, budaya, dan generasi milenial tampil sebagai pesakitan. Agama dan budaya dianggap gagal membangun masyarakat sehingga akan hancur jika tak “diselamatkan”, semenatra generasi milenial dianggap perlu “dipandu” karena akan “tersesat” bila diabaikan. Tentu saja ini dugaan saya yang mendramatisir. Namun, ketiadaan kata agama dan budaya dalam 11 point ini di samping menjadikan keduanya sebagai pesakitan juga semacam ketidakpercayaan bahwa agama dan budaya memiliki formula kearifan dalam menghadapi persoalan masa depan. 


Selain itu ada tema-tema ihwal masyarakat yang pernah muncul pada masa Covid-19 yang luput dibicarakan.   Zizek perrnah mengkhawatirkan bahwa setelah 3 tahun dalam karantina akan tumbuh kerelaan masyarakat untuk didikte dan “diatur-paksa” oleh Negara. Setelah selamat dari pandemic Covid-19 oleh kebijakan pemerintah, bagi Zizek, akan terbentuk serah bongkokan pada apapun keputusan pemerintah, dengan kata lain akan muncul generasi yang tidak kritis terhadap persoalan politik. Pemikir lain seperti Chomsky memandang perlunya disadari solidaritas global dan kewaspadaan-global sebagai kesimpulan dari pandemic Covid-19. Bagi Chomsky, Covid hanyalah contoh soal, di masa depan ada bencana bersama yang harus diwaspadai yakni kelangkaan pangan, krisis ekologi, dan perang Nuklir. Jika satu saja dari kekhawatiran Chomsku dibicarakan dalam muktamar ini, misalnya krisis pangan, seharusnya muktamar ini mendorong penguatan pangan berbasis masyarakat akar rumput sebagai bentuk masyarakat masa depan.


Pada sisi lain ada juga fenomena lahirnya spirirtualitas baru yang mulai muncul di tengah masyarakat. Dimulai dari wacana “naiknya frekuensi bumi” muncullah keyakinan akan munculnya manusia yang bertransformasi dari 3D ke 5D, manusia yang lebih spiritual dan mistis tapi (ada kemungkinan) lepas dari institusi agama.Gejala alam yang semakin tak terduga, kriris kemanusiaan seperti perang Palestina dan Ukraina yang tidak masuk akal, membuat frekuensi bumi ini menggeliat dan kemudian membangunkan sel-sel 5D pada tubuh manusia.Tentu saja ini tema lama yang kerap muncul pada saat arah peradaban menunjukkan keganasannya, namun saya kira hal seperti ini pantas juga dibicarakan.


Ala kulli hal, Muktamar Pemikiran NU 2023 ini perlu disambut dengan cara membuka ruang diskusi baru. Walaupun Muktamar ini tidak terdengar merujuk Qanun Asasi Nahdlatul Ulama sebagai pijakan, ada yang masih disyukuri karena merujuk mabadi’ khayra ummat. Jadi masih ada warna NU-nya, walau sedikit. Mari diskusi!

 

Penulis adalah Guru Besar UIN SGD Bandung sekaligus Ketua Lakpesdam PWNU Jawa Barat


Opini Terbaru