• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Opini

Menguatkan Identitas Diri

Menguatkan Identitas Diri
Menguatkan Identitas Diri
Menguatkan Identitas Diri

Sebagai makhluk sosial, sudah barang tentu manusia akan di hadapkan pada persoalan-persoalan yang memungkinkan terjadinya suatu interaksi sosial. Hal itu dipicu karena manusia merupakan makhluk yang tak mungkin bisa hidup sendirian.


Sehebat apapun potensi yang ada pada diri manusia, jika nilai kebermanfaatannya tak pernah dirasakan oleh masyarakat di sekelilingnya, maka identitas yang melekat pada diri manusia itu hanya akan bersifat semu belaka. Oleh karena itu, diperlukan satu sikap dalam diri manusia agar tujuan dari hidupnya itu selalu diorientasikan untuk kepentingan-kepentingan sosial semata. Karena sejatinya, manusia dapat hidup dan bermanfaat karena ada manusia lain.


Terkait dengan kebermanfaatan hidup, Nabi SAW pernah bersabda menyoal kategori manusia terbaik.


Khaerunnaas 'anfauhum linnaas, manusia terbaik yakni manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia lain (HR Thabrani dan Daruquthni). 


Dari sabda Nabi tersebut, dapat dipahami bahwa kualitas hidup manusia di dunia dapat diukur dari sejauh mana diri manusia itu dapat bermanfaat bagi manusia yang lain. 


Kebermanfaatan hidup bisa dimulai dari ruang lingkup sosial terkecil misalnya di kehidupan keluarga hingga ruang lingkup terbesar kehidupan masyarakat. Agar tercipta kondisi dan situasi kehidupan yang harmonis individu-individu di setiap ruang sosial dapat menjalankan peran dan fungsi hidupnya sesuai dengan tugas dan kewajiban yang diembannya. 


Manusia yang bermanfaat yakni manusia yang mampu menjalankan peran dan fungsi di masyarakat sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Jika peran dan fungsi hidup telah dilaksanakan dengan baik, maka pada diri seorang manusia akan melekat sebuah identitas tertentu yang membedakannya dengan yang lain. 


Dalam kehidupan sosial, misalnya kita mengenal identitas-identitas seperti agamawan, akademisi, wirausahawan, dan identitas yang lainnya. Sebuah identitas yang melekat pada diri individu tertentu itu tentunya dapat terwujud karena yang bersangkutan mampu menjalankan peran dan fungsinya secara berkesinambungan. 


Di satu sisi juga, identitas tertentu pada diri manusia dapat dimiliki oleh seseorang karena ada pengakuan (legitimasi) dari individu-individu lain. Identitas seseorang juga dapat dibentuk melalui relasi-relasi (hubungan) yang dibangun secara simultan dan terarah oleh pemilik identitas itu sendiri.


Setelah sebuah identitas itu melekat pada diri seseorang, maka kewajiban yang harus dilakukannya adalah merawat, menjaga, mempertahankan, serta mengembangkan potensi dalam identitas itu agar kebermanfaatannya tetap terus terasa oleh masyarakat sekitar. Identitas akan menjadi abadi apabila pemilik identitas sendiri mengaktualisasikan potensinya di jalan kepentingan manusia.


Salah satu caranya yakni dengan kembali membumikan apa yang telah difirmankan Allah SWT dalam beberapa ayat Al-Qur'an terkait dengan kebermanfaatan hidup manusia. Misalnya dalam QS al-Isra [17] ayat 7 disebutkan bahwa perbuatan baik atau tidak baik yang dilakukan oleh setiap individu, komunitas, atau kelompok sosial tertentu akan kembali kepada dirinya masing-masing. Begitu pula dalam QS ar-Rahman [55] ayat 60  bahwa tidak ada balasan perbuatan baik kecuali perbuatan baik pula.


Alhasil, kiranya yang harus menjadi pegangan bagi manusia ketika hidup tumbuh bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakatnya yakni harus mampu mengaktualisasikan setiap sikap dan tindakan yang selalu terorientasi kepada kebaikan, meskipun nilai, hasil, dan manfaat dari aksi kebaikan itu tergantung besar kecilnya perbuatan baik itu sendiri.


Allah SWT berfirman: "Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan." (QS al-Ahqaf [46]: 19).


Wallahu'alam


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut


Opini Terbaru