• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Abah Anom adalah Terjemahan dari Rahmatan lil Alamin

Abah Anom adalah Terjemahan dari Rahmatan lil Alamin
KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom), Mursyid TQN PP Suryalaya. (Foto: www.suryalaya.org).
KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom), Mursyid TQN PP Suryalaya. (Foto: www.suryalaya.org).

Oleh: Hari Susanto
Abah Anom sapaan akrab dari Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin R.A. (Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah Pontren Suryalaya Tasikmalaya) adalah sosok ulama yang kharismatik dan amat sangat ramah terhadap siapa pun yang dijumpainya. Tepat pada 1 Januari 1915 silam adalah hari lahir beliau (Abah Anom). Beliau merupakan putra kelima dari Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalala, dari ibu yang bernama Siti Juhriyah.

 

Masa muda Abah Anom dikenal sangat cerdas, wara’, tawadhu, zuhud, dan menunjukkan rasa semangat yang menggebu dalam hal menuntut ilmu agama. Kecerdasannya, kezuhudannya, keluhuran Budi pekertinya (akhlak), dan semangat beliau dalam hal menuntut ilmu agama melampaui murid-murid Abah Sepuh (Ayahnya) lainnya sehingga saat ia (Abah Anom) telah menapaki usia dewasa, Abah Anom dinilai layak untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan tarekat dan pesantren dari Ayahnya (Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad).

 

Abah Anom begitu bersemangat dalam meneruskan perjuangan dakwah ayahnya. Keluhuran budi pekertinya mengantarkan ia menjelma sosok ulama yang begitu dicintai baik oleh murid-muridnya maupun orang yang hanya mengenalnya saja.

 

Menurut  Dr. Asep Usman Ismail dalam pengantar buku yang berjudul “Abah Anom Wali Fenomenal Abad 21 & Ajarannya”, beliau mengatakan bahwa Pangersa Abah Anom adalah waliyullah yang memberikan rasa dan makna ruhani kepada masyarakat modern. Tentu saja hal tersebut berbanding lurus dengan kiprah Abah Anom sebagai ulama sekaligus mursyid (pembimbing ruh) Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) Suryalaya yang penuh dengan kelembutan hati, kesabaran serta kepiawaiannya dalam mendidik dan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada murid-muridnya sehingga banyak melahirkan ulama-ulama hebat yang begitu masyhur terdengar oleh telinga kita, di antaranya yaitu Almaghfurlah KH Zezen Zaenal Abidin Zayadi Bazul Asyhab atau yang akrab disebut dengan panggilan Pangersa Uwa (pendiri pondok pesantren Azzainiyyah Sukabumi).

 

Abah Anom juga dikenal luwes, aktif, kreatif, dan inovatif dalam perjalanannya mensyiarkan ajaran-ajaran suci yang dibawanya. Ia (Abah Anom) laksana matahari yang senantiasa berputar mengelilingi tata surya demi menerangi seluruh alam semesta, tiada henti dalam ketaatannya pada sang pencipta, Abah Anom juga seperti itu. Abah Anom selalu menanamkan benih-benih tauhid, menumbuhkan rasa manis dalam beribadah kepada sang khalik, serta mengayomi kepada seluruh umat tanpa melihat suatu agama, organisasi, golongan tertentu, adalah beliau yang menerima cinta kepada seluruh umat manusia yang ada di dunia ini tanpa terkecuali. Seperti itulah kiranya terjemahan dari kata “Rahmatan Lil ‘Alamiin”.

 

Seperti yang dikemukakan oleh Dr. Asep Usman Ismail (Dosen Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Ikhwan TQN Suryalaya) bahwa Abah Anom adalah seorang waliyullah agung adalah memang benar adanya. Hal itu diperkuat dengan kesaksian dua ulama sufi terkemuka dari Amerika Serikat yaitu Syaikh Hisyam Al-Kabbani dan Syaikh Mohammad Nazim Adil Al-Haqqani ketika beliau berdua bersilaturahmi (sowan) kepada Abah Anom pada 5 Mei 2001 silam.

 

Dikutip dari berbagai sumber, Syaikh Mohammad Nazim Adil Al-Haqqani mengatakan bahwa Pangersa Abah Anom adalah wali agung di Timur jauh. Beliau juga menjelaskan dalam sambutannya di hadapan para jama’ah yang hadir membersamainya, bahwa:

 

Allah adalah cahaya langit dan bumi. Cahaya Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, kemudian meneruskannya kepada para sahabat, kemudian meneruskannya kepada generasi-generasi saleh setelahnya. Dari mereka cahaya itu terus mengalir kepada orang-orang yang siap dan mau menerimanya. Maka, anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Ilahi itu dari beliau (Abah Anom) saat ini. Mumpung beliau masih hadir di tengah-tengah kita, sulutkan Nur Ilahi dari kalbu beliau kepada kalbu anda masing-masing. Dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin R.A. Dari kalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada kalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi kalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari kalbu beliau. Di hadapan beliau, saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada kalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada kalbu saya sendiri. Itulah para mursyid tarekat. Ada 41 tarekat di dunia, 40 di antaranya memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Hanya satu yang memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, itulah tarekat Naqsyabandiyah. Sekarang, tidak banyak lagi orang-orang yang membawa obor Nur Ilahi itu. Di Indonesia yang penduduknya banyak ini pun, pembawa obor Nur Ilahi tidak lebih dari sepuluh jari tangan jumlahnya. Salah satunya adalah beliau yang ada di sebelah saya, Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin R.A. (Abah Anom dalam keadaan yang telah uzur dan duduk di sebuah kursi roda),".

 

Tidak berhenti di situ, ketinggian derajat kewalian Abah Anom telah diakui pula oleh banyak ulama terkemuka dari Indonesia itu sendiri, dua di antaranya adalah Gus Dur dan Buya Hamka.

 

Gus Dur adalah presiden dari kalangan santri yang dianggap wali oleh warga Nahdliyyin, ketika ia hendak berziarah ke Situ Panjalu (Tapak Tilas Prabu Sanghyang Borosngora atau disebut juga Syaikh Panjalu), Gus Dur selalu mengunjungi terlebih dahulu ke Pesantren Suryalaya untuk meminta berkah (ngalap berkah) kepada Pangersa Abah Anom. Sedangkan Buya Hamka, ulama asal Minangkabau, Sumatera Barat yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu adalah Ikhwan TQN Suryalaya dan ditalqin pada awal  1981-an oleh Pangersa Abah Anom.

 

Sebagaimana diceritakan Sri Mulyati, yang disertasinya di Mc Gill University, Montreal Canada, mengambil tema “The Educational Role of The Tariqa Qodiriyya Naqsyabandiyya With Special Reference to Suryalaya”, Buya Hamka sendiri pernah berujar bahwa ia bukanlah Hamka, tetapi “Hampa”. Katanya, “Saya tahu ilmunya, sejarahnya sudah di luar kepala, saya paham para tokoh dan pemikirannya, yang saya tuliskan dalam buku-buku saya. Namun, saya tidak termasuk di dalamnya, karena itu saya mau masuk.” Akhirnya Buya Hamka masuk ke dalam TQN karena merasakan kehampaan spiritual. Buya Hamka juga menyatakan, “Di antara makhluk dan Khalik itu ada perjalanan yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan tarekat.” (Dikutip dari buku yang berjudul: “Abah Anom Wali Fenomenal Abad 21 & Ajarannya”).

 

Karena Abah Anom (Mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya) adalah manusia yang kamil mukamil yang mengayomi umat dengan penuh cinta dan Abah Anom juga menjelma sebagai payung kasih sayang untuk seluruh ‘ikhwan wal akhwat' Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) Suryalaya sekaligus menjadi perwujudan (dalam kata lain ‘terjemahan’) dari “Rahmatan Lil ‘Alamiin”Wallahu A’lam.

 

Penulis merupakan Santri Alumni Pondok Pesantren Al-Ihsan Cibiru Hilir


Opini Terbaru