• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

Makam Keramat di Garut, Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja (4) 

Makam Keramat di Garut, Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja (4) 
(Foto: Istimewa)
(Foto: Istimewa)

Untuk sampai ke tempat utama Makam Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut, para peziarah akan melewati tiga tahapan pintu masuk. Pertama, masuk melalui pintu utama gerbang makam keseluruhan yang berada di tepi jalan Cinunuk. Kedua, masuk melalui pintu yang terkunci dan terbuka tempat juru kunci (kuncen) berada. Dan yang ketiga, masuk menuju pintu utama yang terkunci dan tertutup yang di dalamnya terdapat Makam Pangeran Papak.

 

Pada pintu pertama, peziarah bebas untuk keluar-masuk. Sementara untuk masuk ke pintu kedua, peziarah harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari kuncen sebagai pemegang kunci pintu makam. Kemudian untuk masuk ke pintu utama (ruangan tempat Makam Pangeran Papak), peziarah juga hanya bisa masuk apabila telah mendapatkan izin dari kuncen. Biasanya, peziarah yang masuk selalu didampingi oleh kuncen, dan kuncen sendirilah yang selanjutnya membuka proses ziarah. 

 

Berkenaan dengan izin kuncen, tampak pada pintu ketiga atau pintu utama Makam Pangeran Papak bertuliskan ”perhatosan, mugi kauninga ka sadaya para tamu anu maksad bade ziarah supados ngalangkungan perantawisan juru kunci” (perhatian, supaya dapat diketahui, kepada seluruh tamu yang hendak berziarah agar melalui perantara juru kunci makam).

 

Dari keberadaan ketiga ruang pintu masuk pada situs Makam Cinunuk, maka terlihat bagaimana cara berpikir masyarakat primordial Sunda. Menurut Jakob Sumardjo (2006: 67), bahwa cara berpikir masyarakat primordial Sunda itu selalu membagi setiap ruang menjadi tiga bagian (luar-tengah-dalam). Jika terdapat ruang lain di antara keduanya, maka bukan berarti ruang penghubung, melainkan ruang batas atau pemisah. Batas atau ruang pemisah itulah yang bersifat paradoks yakni memisah dan menyatu sekaligus (luar dan dalam).

 

Dari keterangan di atas, maka ketiga pintu di Situs Makam Cinunuk Wanaraja Garut merupakan bagian dari konsep berpikir Tritangtu Sunda (kesatuan dari tiga entitas). Pintu pertama yang terbuka merupakan pintu yang bersifat profan yang siapa saja dapat memasukinya. Pintu ketiga yang tertutup merupakan pintu yang bersifat sakral yang hanya dapat dimasuki apabila kuncen telah mengizinkannya. Sementara, pintu kedua merupakan pintu yang terbuka sekaligus yang tertutup yang bersifat sakral-profan. Untuk dapat masuk ke pintu yang bersifat sakral-profan, peziarah pun harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari kuncen.

 

Mircea Eliade (2002) dalam buku Sakral dan Profan mengungkapkan tentang pintu sakral-profan. Pintu sakral-profan merupakan ambang pintu yang memisahkan dua ruang yang mengindikasikan jarak antara dua lapis realitas yang profan dan yang sakral (religius). Ambang pintu itu adalah batas. Pemisah serta sekat yang membedakan dan mempertentangkan dua dunia yang bersifat paradoksal tempat kedua dunia tersebut berkomunikasi yang memungkinkan membangun lorong dari yang profan menuju yang sakral (Eliade, 2002: 18). 

 

Jika diamati dari ketiga ruang di Situs Makam Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut, maka terdapat satu ruang yang bersifat profan, satu ruang yang bersifat sakral, dan satu ruang lagi bersifat sakral-profan. Kedua ruang yakni ruang sakral dan ruang sakral-profan hanya dapat dikunjungi peziarah jika ada izin dari penjaga makam atau kuncen makam. Sementara, ruang yang paling sakral dari ketiga ruang pintu masuk adalah ruang utama, yaitu ruang Makam Pangeran Papak. 

 

Mircea Eliade (2002:14) mengungkapkan bahwa ruang sakral itu memiliki nilai entitas bagi manusia religius karena tidak ada yang dapat memulai dan tidak ada yang dapat melakukan tanpa adanya orientasi atau tujuan.

 

Rudi Sirojudin Abas, Penulis adalah Warga NU, Peneliti Makam Keramat.


 


Opini Terbaru