• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 28 Maret 2024

Opini

Hari Santri, Mewarisi Semangat Resolusi Jihad atau Hanya Seremoni Sejarah Perjuangan?

Hari Santri, Mewarisi Semangat Resolusi Jihad atau Hanya Seremoni Sejarah Perjuangan?
Kirab Hasi Santri. (Ilustrasi: NUJO).
Kirab Hasi Santri. (Ilustrasi: NUJO).

Oleh: Nakhar Faanji Ma'ruf
Resolusi Jihad telah banyak ditulis dan dibicarakan di berbagai kesempatan, muaranya tidak sedikit pada rasa kebanggaan mempunyai leluhur seorang pejuang.

Membicarakan sejarah perjuangan merupakan hal yang perlu selalu dilestarikan, namun tetap jangan sampai i'rodl 'anil maqsud (menyeleweng dari tujuan) perjuangan itu sendiri.

Peringatan Hari Santri Nasional kiranya menjadi tanbih bahwa kaum santri hari ini dan selamanya akan selalu dibutuhkan oleh bangsa dan rakyat Indonesia untuk menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan mewarisi semangat para leluhurnya dan membangun komitmen mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia seperti halnya komitmen leluhur dengan mengeluarkan fatwa dan seruan resolusi jihad. Bahkan bukan hanya sekedar menyerukan, tapi juga turut andil melakukan segala bentuk perjuangan untuk mengusir tentara Belanda dan sekutu yang berniat kembali menduduki Indonesia kala itu.

Resolusi jihad kaum santri dan kyai tidak bisa dimaknai hanya sebatas usaha mempertahankan tapi juga harus dimaknai lebih jauh sebagai hasil dari rumusan nilai-nilai kuat keagamaan yang dipadukan dengan rasa cinta kepada tanah air, narasi keagamaan yang mampu ditransliterasikan menjadi narasi kebangsaan adalah salah satu capaian pemikiran yang sangat luar biasa, yang menjadi ciri khas dari leluhur bangsa Indonesia sejak dulu dan diwarisi oleh Nahdlatul Ulama.

Selanjutnya, inilah yang semestinya harus diwarisi oleh kita semua sebagai santri dimana semangat keagamaan mampu diterjemahkan menjadi semangat kebangsaan dan semangat mengisi kemerdekaan.

Kemudian pertanyaannya, "Sudahkah kita bangsa Indonesia merdeka dengan sebenar-benarnya?,".

Pertanyaan ini tentunya akan mempunya banyak jawaban, namun penulis sedikit mengutip Maqosid Assyar'iyyah yang kemudian menjadi Huquuqul Insaniyah (Hak Asasi Manusia), bahwa sedikitnya ada lima Hak manusia yang tentunya juga harus didapatkan dan dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia.

Pertama Hifdzu An-nafs (Menjamin keberlangsungan hidup rakyat Indonesia), kedua Hifdzu ad-Din  (Menjamin rakyat Indonesia bisa memeluk agama dan kepercayaan nya masing-masing dengan rasa nyaman dan aman), ketiga Hifdzu al-'aql (Menjamin pendidikan setiap rakyat Indonesia), keempat Hifdzu an-Nasl (Menjamin keberlangsungan dan keharmonisan keluarga), kelima Hifdzu al-Maal (Menjamin terjaganya harta dan kepemilikan setiap rakyat Indonesia tanpa adanya perampasan hak, penggusuran dengan cara yang dzolim dll). Setidaknya lima Hak ini yang harus benar-benar menjadi perhatian kita semua untuk terus dikawal dan diperjuangkan demi tegaknya keadilan dan kemerdekaan yang sebenarnya.

Maka pada akhirnya resolusi jihad hari ini bukan lagi sebatas ajang bernostalgia tapi harus dimaknai sebagai sulutan api semangat perjuangan untuk melawan ketidakadilan, keserakahan, korupsi, kedzaliman bahkan memerangi kebodohan dan kemiskinan.

"Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri" (Ir. Soekarno).

Penulis merupakan santri pondok pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.


Opini Terbaru