• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Opini

Gus Dubes yang Membumi dan Melayani, Bapak Bagi Penuntut Ilmu di Tunisia

Gus Dubes yang Membumi dan Melayani, Bapak Bagi Penuntut Ilmu di Tunisia
KH. Imam Jazuli (memakai sarung) bersama Duber RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi, di Universitas Zaitunah, Tunisia
KH. Imam Jazuli (memakai sarung) bersama Duber RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi, di Universitas Zaitunah, Tunisia

Catanan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc., MA

 

Orang bijak berkata, "persahabatan akan diuji dengan harta dan tahta." Jika kebersamaan kita belum pernah diiuji dengan dua hal diatas, maka kualitas persahabatan kita masih bisa disangsikan.

 

Karena tak sedikit cerita, begitu sahabat kita sedang naik daun, atau ekonominya melejit atau menjadi pejabat, seketika semua berubah bukan?

 

Maka jangan heran begitu posisi berubah, cerita masa lalu tinggal masa lalu, dan kedekatan yang dulu pernah terjalin erat, kini memudar.

 

Bukankah kita sudah sering mendengar cerita demikian? Dalam bahasa agama, hal seperti itu disebut istidraj, yaitu semacam ujian berupa kenikmatan, dan banyak yang gagal melewatinya.

 

Penulis bersyukur kesan seperti ini tidak ada pada sahabat Gus Zuhairi Misrawi Lc., MA (Gus Dubes), kendati semuanya kini telah berubah. Beliau tidak hanya sebagai Duta Besar untuk Tunisia, dengan fasilitas dan kedudukan, tapi tentu juga berdampak pada sisi ekonominya.

 

Kesan ini penulis dapatkan ketika sesaat kami berjumpa di Bandara Tunisia. Bahkan kini, penulis merasa Gus Dubes justru lebih membumi dengan gagasan-gasannya yang dulu nampak di menara gading.

 

Hal ini dibuktikan, misalnya walaupun beliau resmi sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Tunisia, tapi pembawaannya sangat merakyat.

 

Bagaimana tidak? Dengan jadwal padat yang dimilikinya dan tentu dengan waktu yang amat terbatas Gus Dubes masih menyempatkan menjemput penulis --yang bukan siapa-siapa ini-- di bandara Tunisa.

 

Padahal penulis ini hanya seorang guru ngaji di kampung, alias rakyat jelata. Lebih dari itu, penulis dan keluarga tidak sekedar dijemput, tapi dilayani dengan layanan Keimigrasian Diplomat. Amazing...

 

Kalau dengan rakyat macam penulis ini begini, bisa dibayangkan jika tamunya itu adalah orang penting di negeri ini?

 

Penulis dulu lama tinggal di luar negeri, tapi sekalipun belum pernah mengetahui Dubes sampai menjemput tamunya ke Airport. Tetapi dari kesaksian mahasiswa Indonesia di Tunisia, Gus Dubes memang memberi teladan bahwa menjadi pejabat negara itu bukan menikmati tahta, tapi harus melayani warga.

 

Karena alasan itu, tak heran kalau Gus Dubes menjemput sendiri mahasiswa baru di Airport. Sungguh kepedulian dan kerendahan hati yang luar biasa.

 

Adapuh mengenai cerita penulis dan keluarga, lebih dari itu, kami langsung dibawa ke Wisma Kedutaan Besar RI di Tunisia untuk Gala Dinner dan disambut dengan seremoni penyambutan meriah, dengan dihadiri seluruh mahasiswa yang sedang studi di Tunisia.

 

Saat itu penulis merasa sudah seperti orang penting, padahal sekali lagi hanya guru ngaji di kampung.

 

Dalam sambutannya saat itu Gus Dubes selain menyampaikan ahlan wasahlan atas kehadiran kami, beliau juga memaparkan berbagai langkah strategis yang sudah dilakukan untuk memperbaiki sistem akademik dan non akademik bagi Mahasiswa Indonesia di Tunisia.

 

Progran itu diwujudkan dari mulai menyiapkan Komplek Asrama, hingga urusan terkecil yaitu karpetnya. Bukan itu saja, Gus Dubes juga menyiapkan pendamping dan pengajar mahasiswa di Asrama atas biaya dubes.

 

Sungguh perkhidmtan istimewa bagi para pencari Ilmu di bumi Tunisia. Alangkah beruntungnya mereka.

 

Lebih dari itu, Gus Dubes bertekad akan menumbuhkan intelektualitas Mahasiswa dengan berbagai kegiatan seminar, diskusi, kursus bahasa dll., semua itu dengan anggaran dari Dubes. Ah, penulis jadi iri, serasa ingin muda dan menimba ilmu disini.

 

Sesuatu yang tak penulis dan Gus Dubes dapatkan dahulu ketika masih sama-sama menuntut ilmu di Mesir.

 

Dan ada yang mengagetkan, saat itu penulis dipaksa Gus Dubes memberikan sambutan. Aneh, padahal penulis ini bukan pejabat.

 

Karena terus dipaksa, sebagai tamu yang baik, penulis menyampaikan beberapa hal;

 

Pertama, mendorong mahasiswa tidak sekedar fokus ke akademik secara an-sich, tapi juga dunia aktivis harus dijalani. Seperti menghidupkan kelompok studi, seminar, dan berbagai aktivitas kemahasiswan yang lebih penting ketimbang akademik.

 

Kedua, cukup s1 saja studi di Timur tengah, selanjutnya Barat (Eropa/Amerika/Australia) harus menjadi target pendidikan lanjutan, tentunya di bidang ilmu pengetahuan umum. Pendidikan agama cukup s1 saja.

 

Ketiga, seluruh mahasiswa harus mempersiapkan bahasa Inggris sebagai syarat pendidikan lanjutan, juga sebagai window of life dan key of knowledge.

 

Ini kami ingatkan, sebab semangat zaman masa depan tergantung pada ilmu pengetahuan dan penulis merasa, alumni Tunisia, akan memberi warna kepada Indonesia dengan berbagai gagasan pemikiran dan kontribusi nyata untuk Indonesia lebih Maju.

 

Terakhir, ada pelajaran penting, yang penulis dapat dari Gus Dubes, siapapun yang saat ini sedang mendapat kenikmatan, ingatlah bahwa kenikmatan itu datangnya dari Allah sehingga harus disyukuri dengan cara eling dan tetap membumi.

 

Karena boleh jadi, kenikmatan itu ujian dan kita harus tetap waspada dan bersikap yang sewajarnya, karena semua nikmat itu adalah amanah. Jangan pernah berubah, Gus Dubes adalah teladan terbaik.

 

Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat.


Opini Terbaru