Opini KOLOM NADIRSYAH HOSEN

Etika dalam Program Makan Bergizi Gratis

Jumat, 10 Januari 2025 | 11:00 WIB

Etika dalam Program Makan Bergizi Gratis

Makan Bergizi Gratis. (Foto: NU Online Jabar/Suwitno).

Kementerian Agama telah merilis panduan terkait etika makan dalam program makanan bergizi gratis (lihat slide terlampir). Ini adalah langkah positif dari para sahabat di Kemenag dalam mendukung program unggulan Presiden Prabowo untuk meningkatkan gizi masyarakat.


Namun, ada beberapa catatan yang menurut saya perlu diperhatikan untuk penyempurnaan panduan ini.


1. Dinamika Etika dan Budaya Lokal


Etika makan seharusnya bersifat fleksibel dan mempertimbangkan budaya lokal. Sebagai contoh, anjuran makan dengan tiga jari yang disebutkan dalam panduan. Hal ini perlu dijelaskan dalam konteks zaman Nabi Muhammad SAW dan jenis makanan yang beliau konsumsi, seperti roti dan kurma. Dalam budaya makan kita yang sering melibatkan makanan berkuah seperti soto, jelas tidak praktis untuk memakan dengan tiga jari.


Memang benar bahwa etika adalah anjuran, bukan sebuah kewajiban yang sifatnya perintah atau larangan. Namun, panduan ini sebaiknya tidak membuat mereka yang tidak mempraktikkan anjuran tersebut merasa seolah melanggar sunnah Nabi, padahal perbedaan itu hanya karena perbedaan konteks budaya.


2. Keragaman Penafsiran Hadits


Ada baiknya panduan ini juga memperhatikan keragaman dalam penafsiran hadis yang dijadikan dalil. Beberapa hal yang perlu dikaji lebih dalam:


A. Anjuran berwudhu sebelum makan


Beberapa hadis menyebutkan anjuran berwudhu sebelum makan hanya berlaku ketika seseorang dalam keadaan junub. Ada pula yang menjelaskan bahwa wudhu di sini bermakna mencuci tangan, bukan wudhu lengkap seperti hendak shalat. Oleh karena itu, lebih baik panduan menekankan pentingnya kebersihan tangan, seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, yang lebih relevan dalam konteks kesehatan saat ini.


B. Minum dengan tiga tegukan


Ada perbedaan riwayat dalam hal ini. Sebagian hadis menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW juga tidak mengingkari orang yang minum sekaligus dalam satu napas. Dengan demikian, panduan ini sebaiknya tidak membuat aturan kaku yang mengesankan bahwa minum dengan cara lain tidak sesuai sunnah.


C. Minum sambil duduk


Meskipun terdapat hadis yang menganjurkan minum sambil duduk, ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah minum sambil berdiri. Panduan ini perlu mengakomodasi keragaman praktik ini agar tidak terlihat membatasi pilihan yang sebenarnya sah-sah saja dalam syariat.


Catatan ini saya sampaikan untuk menjadi masukan bagi para sahabat di Kemenag agar panduan yang telah dibuat lebih sesuai dengan konteks budaya dan keragaman umat. Semoga ini bisa menjadi perhatian bagi Kakanda Menteri Agama Prof Yai Nasaruddin Umar dan jajarannya dalam melayani umat dengan sebaik-baiknya.


KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia