• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Nasional

Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021

Putuskan Daging Berbasis Sel Haram Dikonsumsi, Ini Penjelasan Hasil Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah

Putuskan Daging Berbasis Sel Haram Dikonsumsi, Ini Penjelasan Hasil Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah
Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah bacakan putusan terkait status hukum daging berbasis sel yang dihasilkan dari sidang pleno Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Ahad (26/9).
Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah bacakan putusan terkait status hukum daging berbasis sel yang dihasilkan dari sidang pleno Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Ahad (26/9).

Jakarta, NU Online Jabar
Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah KH Mujib Qulyubi membacakan putusan terkait status hukum daging berbasis sel yang dihasilkan dari sidang pleno Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2021 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Ahad (26/9). Dirinya menjabarkan, ada dua pembahasan terkait hal tersebut.

Pertama, tentang status hukum sel hewan semisal sapi yang diambil tanpa melakukan proses penyembelihan. Kedua, tentang hukum mengkonsumsi daging berbasis sel tersebut.

“Daging hasil pengembangbiakan dari sel yang diambil dari hewan hidup seperti ayam dan sapi hukumnya najis dan haram dikonsumsi. Sebab, bagian yang dipisahkan dari hewan yang masih hidup maka statusnya sebagaimana bangkainya. Sehingga, hukum dagingnya mengikuti status hukum selnya,” terang Kiai Mujib dilansir dari nu.or.id.

Kiai Mujib menjelaskan, bahwa seseorang boleh mengonsumsi hewan apabila hewan tersebut telah melalui proses penyembelihan (sapi, kambing, dan ayam) dan tanpa proses penyembelihan (ikan).    

Selain itu, syarat tersebut tidak didapati pada proses pembuatan daging yang diambil dari sel hewan. Hal ini disebabkan dalam proses pembuatannya, sel yang akan dikembangkan diambil dari beberapa bagaian hewan seperti sumsum, sel otot, termasuk dari bakal janin (zigot) pasca pembuahan sperma dan sel telur 5-7 hari. Lalu, sel tersebut lalu diurai dan diambil sel intinya untuk dibiakkan melalui teknik rekayasa jaringan.

Dalam Fikih Islam, hal seperti itu termasuk dalam kategori mayyitah (bangkai). Artinya secara hukum justru sel tersebut adalah najis dan haram dikonsumsi.    

Imam An-Nawawi dalam keterangannya menjelaskan bahwa perkara yang dipisahkan atau dikeluarkan dari hewan yang masih hidup dalam bentuk benda yang sudah mengalami proses metabolisme (istihalah) dihukumi najis, selain susu sperma, dan zigot.    

Kemudian proses berikutnya, sel yang telah diambil lalu ditempatkan dalam media dan diberi nutrisi dan faktor pertumbuhan. Dalam tahap ini, tentu melibatkan beberapa zat kimia dan peralatan, di antaranya seperti cairan yang terbuat dari serum darah dan bahkan gelatin ikut terlibat di dalamnya. Sekilas, awalnya sel tidak terlihat secara kasat mata. Kemudian, berubah menjadi semakin banyak hingga trilyunan sel membentuk sepotong daging.    

Dari proses tersebut dapat disimpulkan, pertama, daging hasil pembiakan sel dari hewan yang halal dikonsumsi tersebut belum mengalami proses penyembelihan secara syar’i. Kedua, proses pembuatan daging berbasis sel ini melibatkan bahan-bahan yang najis semisal serum darah dan gelatin. Ketiga, belum diyakini adanya proses tertentu yang merubah status najis menjadi suci atau merubah hukum haram dikonsumsi menjadi halal dikonsumsi.  

Dengan demikian, status hukum memakan daging berbasis sel tersebut adalah sejalan dengan penjelasan dari hukum penciptaan daging selnya. Maka, dapat dikatakan bahwa memakan daging berbasis sel hukumnya haram.  

Pewarta: Muhammad Rizqy Fauzi


Nasional Terbaru