• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Opini

Kiai Rodibillah, Membaca Sosok Imam Shalat Id Bung Karno di Sukabumi 

Kiai Rodibillah, Membaca Sosok Imam Shalat Id Bung Karno di Sukabumi 
KH. R. Ahmad Djunaidi Rodlibillah Pabuaran. (Foto: istimewa)
KH. R. Ahmad Djunaidi Rodlibillah Pabuaran. (Foto: istimewa)

Salah satu kalimat dilontarkan oleh Soekarno yang paling terkenal adalah "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jas Merah)". Pesan mendalam tersebut disampaikan Soekarno saat pidato terakhir dalam peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia, 17 Agustus 1966.


Lalu, bagaimana ketika kita tidak memperhatikan sejarah, apakah kita akan menghargai dan mengetahui sejarah itu sendiri? 


Berikut ini sejarah singkat salah seorang ulama Sukabumi yang sederhana serta penuh dengan ketawaduan, beliau adalah KH. R. Ahmad Djunaidi Rodlibillah Pabuaran. 


Kiai Rodibillah, begitu ia akrab disapa, lahir pada tanggal 5 Februari 1917 di Gunung Puyuh Kota Sukabumi. Beliau anak pertama dari pasangan R. H. Muhammad Syahri bin Nasib yang berasal dari Cipanas Cianjur dan Ibu Hj Siti Fatimah berasal dari Gunung Puyuh, Sukabumi.  


Kiai Rodibillah menempuh pendidikan pertamanya mulai dari sekolah di Ahmadiyyah Juwaeniyyah di bawah asuhan KH R Ahmad Juwaeni bin Qodhi Husein, setelah lulus sekolah kemudian dilanjutkan mondok di Pesantren Gentur Cianjur di bawah asuhan KH Ahmad Satibi (mama Kaler). 


Tak sampai disitu, Kiai Rodibillah melanjutkan kembali rihlah ilmiyahnya ke Pesantren Ma'ariful Qur'an Pabuaran Sukabumi di bawah asuhan KH R Abdullah bin Qodli Husein (adik dari KH R Ahmad Juwaeni). 


Kehausan beliau terhadap ilmu tak menjadikannya terhenti begitu saja, kali ini pondok yang beliau singgahi adalah Pondok Pesantren Keresek Garut,dan Pondok Pesantren Sukaraja Garut di bawah asuhan KH Adzro'i, setelah dari Garut, kemudian beliau kembali lagi ke Pesantren Pabuaran. 


Pada tahun 1939 beliau di nikahkan dengan putri asuh nya KH. R. Abdullah yang bernama Hj Zaenab Zakiyyah binti KH. Ismail dan mempunyai anak 10.


Setelah KH. Abdullah bin Qodhi Husein wafat, KH R Ahmad Djunaidi Rodlibillah didapuk menjadi penerus kepemimpinan Pesantren Ma'ariful Qur'an , dan mengajar di Pabuaran.


KH. R. Ahmad Djunaidi Rodlibillah bersama ulama Sukabumi lainnya aktif memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga pada tahun 1990 beliau mendapatkan Piagam penghargaan dan medali perjuangan angkatan 45.


KH. R. Ahmad Djunaidi Rodlibillah pernah menjabat sebagai kepala Departemen Agama Sukabumi dan menjadi Kepala Urusan Agama (KUA) Jawa Barat.


Selain itu, beliau juga aktif di organisasi keagamaan (Nahdhatul ulama) bersama kiai  lainnya di antaranya KH. Abdullah Sanusi Sukamantri Cisaat, KH. Masturo Tipar Cisaat serta kiai lain. 


Dalam arsip yang kami temukan, beliau pernah menjabat ketua Nahdlatul Ulama cabang kota Sukabumi pada tahun 1966.


KH. R. Ahmad Djunaidi Rodlibillah pada zaman nya menjadi tokoh sentral di kota Sukabumi. Tak sedikit para ulama dan Pejabat mendatanginya untuk sekedar minta di do'akan.


Bahkan, ketika Presiden Soekarno berkunjung ke Sukabumi pada tahun 1953, bertepatan dengan momen Idul Adha, menunaikan Sholat Id di Lapang Merdeka Sukabumi. KH Ahmad Djunaidi Rodlibillah bertindak karena di percaya sebagai imam Shalat Id, meskipun waktu itu usianya masih tergolong muda.


Sifat tawadlu dan ksederhanaan melekat pada dirinya. Menurut penuturan santrinya, beliau belum pernah menceritakan kejadian tersebut.


Hal tersebut dibuktikan dengan dokumen foto yang disertakan penulis. Di belakang beliau tmpak KH. Ismail (mertua beliau) yang juga berposisi tepat di samping bung karno. Selain itu, erlihat juga Qodhi Sukabumi sekaligus guru dari  KH Ahmad Djunaidi Rodlibillah sendiri yaitu KH Juwaini).


Kiai Rodibillah berjuang menyebarkan ajaran islam bersama kiai Sukabumi lainnya seperti KH. Mahmud Pabuaran, KH. Haromain Cihingkik (teman sekamar waktu di keresek), KH. Abdullah Mahfudz Babakan tipar, KH Abdullah Khudri Cicurug dan kiai lainnya. 


KH Ahmad Djunaidi Rodlibillah ialah ulama yang tekun dalam menulis, hampir setiap kitabnya berisi oleh Irtibath ataupun catatan kaki. Tak sedikit juga beliau menukil kitab-kitab ulama terdahulu dalam sebuah lembaran kertas. 


Diantara karya beliau yang kami temukan berjudul " Sayyidatuna Aisyah Wa Hadist al-Ifk". Kitab ini berjumlah 9 halaman,dengan menggunakan aksara pegon bahasa sunda, yang di ambil dari kitab Umdah al-Qori Syarh Shohih al-Bukhori dan di terjemahkan kedalam bahasa Sunda.


Dalam Mukoddimahnya tertulis 


دي چرؤسكن دينا حديث بخاري دينا باب حديث الإفك كلوان فنجڠ ليبر دينا شرح نا كتاب صحيح البخاري پأيت عمدة القاري جزء الثامن، أي مه ترجمه بائي كلوان رڠكس 


"Di carioskeun dina hadist Bukhori dina bab hadist ifki kalawan panjang lebar dina Syarahna kitab Shohih Bukhori nyaeta Umdah al-Qori juz tsamin,ieu mah tarjamah bae kalawan ringkes//di ceritakan dalam hadist bukhori di bab hadist ifki dengan begitu panjang,dalam syarahnya Shohih Bukhori yaitu Umdah al-Qori juz delapan,ini hanya terjemah ringkasnya saja"


Kitab ini menjelaskan berita bohong (hoax dalam istilah sekarang) pada zaman Rosulullah SAW, yang terjadi tepat setelah perang Muraisi’ atau perang Bani Musthaliq.


Berita bohong dan fitnah ini di sebarkan oleh Abdullah bin Ubay (pimpinan munafikin) terhadap istri Rasulullah yakni Sayyidatuna Aisyah binti Abu Bakar. Kemudian fitnah ini dibantah dengan turunnya wahyu, dalam Surat Annur ayat 11.


Kitab ini selesai pada tanggal 5 Rabiul awal 1403 bertepatan 21 Desember 1982.


Pada usia  hampir 90 tahun, tepatnya tanggal 24 Agustus 2005/19 rajab 1426, Kota Sukabumi di tinggalkan sosok ulama sepuh yang begitu Alim yang tawadhu dan penuh kesederhanaan. Beliau makamkan di pemakaman umum taman bahagia kota Sukabumi.


Enden Ahmad Muhibuddin, Nadliyin muda Sukabumi


Opini Terbaru