• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Obituari

Riwayat Nyantri KHR. Umar Daud Abdul Hakim: Berjualan Sambil Ngaji

Riwayat Nyantri KHR. Umar Daud Abdul Hakim: Berjualan Sambil Ngaji
KHR. Umar Daud Abdul Hakim atau Mama Dudu, tokoh NU dari Garut
KHR. Umar Daud Abdul Hakim atau Mama Dudu, tokoh NU dari Garut

KHR. Umar Daud Abdul Hakim atau Mama Dudu sebagaimana umumnya para santri, tidak menimba ilmu di satu tempat, melainkan dari pesantren ke pesantren, dari satu ulama ke ulama lain. Sehingga horizon pengetahuan dan pengalaman menjadi bertambah luas dan kuat. Serta jaringan silaturahim antarkiai dan pesantren menjadi makin erat. 

Mama Dudu lahir pada tahun 1930. Pada masa kecilnya, ia berguru kepada sang ayah yang mumpuni dalam ilmu agama, yakni KHR Abdurohim. Kemudian berguru kepada Mama Enggi di Pesantren Darul Ulum Sukaraja. Keduanya berada di Kabupaten Garut. 

Kemudian Mama Dudu melanjutkan berguru kepada Pesantren Cikalama, Sumedang memperdalam ilmu alat. 

Di pesantren ini, terlihat Mama Dudu memiliki kemandirian tanpa harus berjauhan dengan bidang keilmuan. Ia berupaya membiayai masa mencari ilmunya dengan berjualan sarung dan kopiah. Dua benda itu merupakan simbol orang-orang pesantren sehingga Mama Dudu berjualannya pun ke pesantren-pesantren. 

“Ketika di Cikalama (sang ayah, Mama Dudu) osok jualan kopiah, sinjang (sering berjualan kopiah dan sarung) ka (ke) pesantren-pesantren,” ungkap Rd. Ismail Hakim, putra kesebelas Mama Dudu, mengisahkan perjalanan mencari ilmu ayahnya kepada NU Online Jabar, Selasa (25/8) malam. 

“Nah, pas icalan teh (sewaktu berjualan itu), Mama sok bari ngadangukeun ngaosna (mendengarkan pengajian dari kiai di pesantren yang didatanginya). Janten bari ngaos teh bari icalan (jadi, sembari mengaji, juga berjualan) ka pasantren-pasantren anu aya (yang berada) di daerah Garut, khususnya,” tambahnya. 

Namun, sayangnya, menurut Ismail, tak ada catatan pasti sejak kapan dan berapa lama sang ayah melakukan hal itu.

Kemudian Mama Dudu melanjutkan berguru kepada Pesantren Sumur yang di kemudian hari dipimpinnya. Di pesantren tersebut, ia berguru kepada KHR Ahmad Mahalli yang di kemudian hari menjadi mertuanya.

“Setelah beberapa tahun masantren menikah kepada putri Mama Mahalli, pendiri Pesantren Sumur. Janten ngamukim di dieu, di Sumur,” katanya.  

Mama Dudu menikah dengan putri KH Rd. Ahmad Mahalli, Hj Raden Agan Siti Mi’raj, pada tahun 1950-an. Sejak itulah ia memulai tinggal dan mengajar santri di Pesantren Sumur. 

Silsilah Keluarga
Sementara silsilah keluarganya, Mama Dudu terhubung kepada ulama-ulama penyebar Islam di Jawa Barat. Menurut Rd. Ismail Hakim, sang ayah memiliki darah keturunan dari Syikh Abdul Muhyi yang terhubung dari Mbah Raja Paduni, Cihanyir, Cicalengka dari jalur perempuan.

Mama Dudu juga memiliki darah keturunan dari Pangeran Atas Angin Cijenuk yang merupakan jalur keturunan yang kuat karena semua dari laki-laki.  

“KH Rd. Umar Daud Abdul Hakim bin KH Rd. Abdurrahim bin KH Rd. Abdul Hakim bin Eyang Ibrahim bin Eyang Abu Ibrahim bin Eyang Syamsuddin bin Eyang Kalidin bin Eyang Kamaludin bin Eyang Rd. Muhammad Syafe'i (Pangeran Atas Angin) yang berada di Cijenuk, Kabupaten Bandung Barat,” kata Ismail. 

Sedangkan dari pihak ibu, Mama Dudu merupakan keturunan dari Syekh Jafar Sidik Haruman melalui KH Rd. Abdurrahman atau Mama Cikelepu.

KHR. Umar Daud Abdul Hakim yang wafat pada Selasa (25/8) pada usia 94 tahun. Sampai wafatnya pengasuh Pondok Pesantren Riyaadhunnahwi wasshorfi Annajaat, Kampung Sumur Sari, Sukawening itu adalah salah seorang Mustasyar PCNU Kabupaten Garut. 

Pesantren Sumur berdiri pada tahun 1911 diupayakan oleh KH Rd. Ahmad Mahali beserta tokoh masyarakat setempat, yaitu Rd. H. Yusuf, Lurah Hurmat Sutapradja, Mama Lurah Bintang, Mama Lurah H. Nawawi, Mama H. Abdulloh, Bapak Hasan Arif dan masyarakat sekitar.

Penulis: Abdullah Alawi 
 


Obituari Terbaru