• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Ngalogat

Puisi dan Metode Nirkekerasan Mahmoud Darwish untuk Perdamaian Palestina

Puisi dan Metode Nirkekerasan Mahmoud Darwish untuk Perdamaian Palestina
Foto: https://www.vrede.be/
Foto: https://www.vrede.be/

Oleh Ustadz Hikmatul Luthfi

Nirkekerasan merupakan sekumpulan sikap, pandangan, dan aksi yang ditujukan untuk mengajak orang di pihak lain agar mengubah pendapat, pandangan, dan aksi mereka. Ada sekitar 198 metode aksi nirkekerasan yang telah digunakan dalam sejarah kasus perjuangan nirkekerasan. 

Sejumlah metode tersebut diidentifikasi oleh Sharp dan dibagi menjadi tiga kategori besar yaitu metode nirkekerasan protes dan persuasi, nirkekerasan nonkooperasi, dan nirkekerasan intervensi. Sejauh penelusuran penulis, metode aksi nirkekerasan yang diterapkan Darwish dalam perjuangannya adalah nirkekerasan persuasi dan nonkooperasi.

Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa Mahmoud Darwish dalam perjuangannya menggunakan metode nirkekerasan persuasi yaitu melalui media puisi dan ungkapan-ungkapan simbolis. 

Dalam puisinya, berbagai macam simbol ia gunakan seperti simbol sejarah, agama, dan bahkan simbol alam seperti pepohonan dan bunga-bunga. Di antara pepohonan yang digunakan adalah pohon zaitun. Pohon ini sejak lama telah dikenal sebagai pohon yang rindang, tunas dan cabang-cabangnya terang juga pohon itu disebutkan dalam kitab-kitab samawi

Sejak dahulu ranting zaitun merupakan syiar cinta dan perdamaian, dan kisah antara burung merpati dan Nabi Nuh sangat terkenal, tatkala Nabi Nuh mengutus merpati untuk memperhatikan keadaan angin topan, ia kembali dengan membawa ranting zaitun seraya mengabarkan berita gembira dengan rasa aman dan tentram, dan mungkin saja itu pula yang diharapkan dalam simbil-simbol puisi Darwish, perdamaian, keadilan, rasa aman dan tentram.

Dalam karir dan karya kepenyairan Darwish, lebih dari 30 volume puisi dan delapan buku prosa lahir dari tangannya. Ia penulis yang produktif, hampir setiap dua tahunnya ia menyelesaikan kumpulan puisinya di tempat yang berbeda-beda, seperti Libanon, Tunisia, Yordania, Paris, dan Palestina.

Berbagai penghargaan diraihnya seperti Poets for Peace Prize (1987), France's  Knighthood of Art and Belles Letters (1997), Award of Cairo Arabic Poetry (2007), The Mediterranean Award For Peace (2009), dan lain sebagainya.

Edward Said menyatakan, "Jika ada sesuatu yang ditulis oleh seorang Palestina yang bisa disebut sebagai puisi nasionalisme itu akan menjadi pendek adalah karya Darwish Bitaqah Hawiyyah (Kartu Identitas)." 

Kritikus Sastra Husyan Hamzah mengatakan bahwa Darwish mampu mengangkat luka Palestina dari yang khusus ke yang umum. Hamzah menambahkan bahwa para kritikus sastra akan berbeda pendapat dalam menafsirkan puisi-puisi yang ditinggalkan Darwish sampai 1000 tahun ke depan."

Selain metode nirkekerasn persuasi, metode berikutnya yang digunakan Darwish adalah metode nirkekerasan nonkooperasi.

Metode nonkooperasi merupakan aksi nirkekerasan dengan cara menghindari kerjasama atau memutuskan hubungan dengan rezim sehingga kepentingan sebuah rezim terganggu. Nonkooperasi juga berarti sengaja menarik diri dari bekerjasama dengan seseorang atau aktivitas, institusi, rezim, yang mana mereka telah terlibat dalam konflik.

Nonkooperasi sekitar 103 macam metode diantaranya boikot, penundaan dukungan, mogok, aksi tinggal di rumah, pergi hijrah, boikot ekonomi, embargo, menolak mendukung, menolak membantu, menolak rapat, menolak dialog dan lain-lain. 

Salah satu bagian metode nirkekerasan nonkooperasi adalah nonkooperasi politik selain sosial dan ekonomi. Di antara contoh nonkooperasi politik adalah menolak kesetiaan, dan memilih pemboikotan. Sharp mengidentifikasi ada sekitar 38 metode nirkooperasi (nirkerjasama) politik.

Di bidang nonkooperasi politik misalnya, sejak tahun 1970, Darwish aktif di Pusat Politik Palestina ketika ia bergabung dengan Pusat Riset PLO di Beirut dan Libanon pada Tahun 1973 ia bergabung dan menjadi anggota PLO yang kemudian memainkan peranan penting di dalamnya, seperti membuat Deklarasi Kemerdekaan di Aljir, Aljazair, menuliskan sambutan terkenal Yasir 'Arafat kepada Sidang Majelis Umum PBB tahun 1974, dimana di dalamnya 'Arafat memohon kepada dunia dengan mengulang tiga kali:

لا تسقطوا الغصن الأخصر من يدي

"Jangan biarkan tunas hijau ini jatuh dari tanganku"

Darwish terpilih menjadi Komite Eksekutif PLO tahun 1987 dan pada tanggal 15 November tahun 1988, Darwish menulis Deklarasi Kemerdekaan Palestina. Di antara potongan Deklarasi itu adalah sebagai berikut:

"Negara Palestina adalah untuk Palestina dimanapun mereka berada, dimana mereka dapat mengembangkan hak-hak nasional, identitas dan budaya mereka, menikmati kesetaraan penuh, dijaga hak keyakinan agama, politik dan martabat kemanusiaannya, di bawah sistem demokrasi parlementer berdasarkan kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk membentuk partai, mengurus mayoritas akan hak-hak minoritas dan menghormati minoritas akan keputusan mayoritas, keadilan sosial, kesetaraan dan nondiskriminasi dalam hak-hak publik atas dasar ras, agama, warna kulit, atau antara perempuan dan laki-laki, di bawah konstitusi yang menjamin penegakkan hukum dan peradilan yang independen dan atas dasar pemenuhan lengkap dari warisan spiritual Palestina dan peradaban dalam toleransi dan hidup berdampingan antar agama selama berabad-abad."

 

Tampaknya, dalam potongan deklarasi itu, terdapat ide dan buah pikir yang sama dengan yang ada dalam puisi-puisinya, dimana ia sangat menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, menjaga hak asasi manusia, saling menghargai dan menghormati antarsesama pemeluk agama. Puisi-puisinya yang berbasis perdamaian positif serta aksi-aksinya adalah mempunyai kesesuaian atau kompatibel.

Bukti bahwa apa yang diperjuangkannya melalui puisi itu memiliki kesesuaian dengan aktivitasnya atau aksinya di PLO, hal ini ditunjukkan dengan potongan lainnya dalam deklarasi tersebut, yaitu:

"Negara Palestina adalah sebuah negara Arab, merupakan bagian integral dari bangsa Arab, bangsa dalam warisan dan peradaban, dan aspirasi untuk mencapai tujuan dalam demokrasi, pembebasan dan kemajuan serta kesatuan. Menegaskan kembali komitmennya untuk Piagam Liga Arab, dan desakan pada mempromosikan tindakan Arab bersama, memobilisasi energi fan meningkatkan upaya untuk mengakhiri pendudukan Israel. Negara Palestina menyatakan komitmennya terhadap prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan komitmen serta prinsip-prinsip Kebijakan Non-Blok. Mendeklarasikan Negara Palestina sebagai negara yang cinta damai berkomitmen untuk prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai, mereka akan bekerja dengan semua bangsa dan orang dalam rangka untuk mencapai perdamaian abadi berdasarkan keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak, dapat dipastikan bahwa pembangunan potensi manusia, menjadi sebuah kompetisi untuk mencapai keunggulan sehingga tidak takut akan hari esok, maka esok itu tidak akan membawa selain rasa aman bagi mereka yang berlaku adil atau berjuang untuk keadilan."

 

Deklarasi itu dibacakan oleh 'Arafat, dan sebagai penutup deklarasinya, 'Arafat mengakhirinya dengan mengutip Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 26:


قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali Imran: 26)

Pada Tahun 1993, Darwish memutuskan untuk mengundurkan diri dari Komite Eksekutif PLO, sebagai bentuk protes terhadap Kesepakatan Oslo. Namun demikian, hal ini bukan berarti ia menolak perdamaian, akan tetapi sebagaimana ia katakan, bahwa ia menginginkan perdamaian tetapi perdamaian yang adil. 

Ia menambahkan bahwa damai sejati berarti menjadi sama dengan masyarakat Israel, yaitu rakyat Palestina harus memiliki hak untuk kembali, pemenuhan permintaan dari para pengungsi, Yerusalem (al-Quds), pemukiman harus diselesaikan, dan tentu saja warga Palestina harus memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri. 

Selain itu, alasan lain pengunduran dirinya adalah karena tidak ada komitmen yang jelas dan pasti dari Israel untuk menarik diri dari wilayah yang telah diokupasi oleh mereka.

Penulis adalah lulusan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nahdliyin asal Kabupaten Sukabumi
 


Ngalogat Terbaru