Klinik Antropologi Komunitas Celah Celah Langit: Kolektif Teks untuk Pertunjukan Teater
Kamis, 17 Oktober 2024 | 07:02 WIB
Sebagai sebuah wahana pertunjukan, seni teater memiliki sifat yang terbuka. Setiap kelompok teater mempunyai karakter atau ciri khas dalam pendekatan teks dan konteks sesuai latar kebudayaan setempat. Karakter itu tak hanya ditemukan pada bentuk, artistik, bunyi, dan gerak, namun juga tercermin dari naskah yang dipentaskan.
Menurut pegiat Komunitas Celah Celah Langit (CCL), Mahesa El Gasani (31), kesenian merupakan fenomena sosial yang melibatkan perilaku yang dapat diamati dan dapat memengaruhi orang lain. Nah, salah satu bentuk seni yang acap kali dianggap mewakili definisi itu yakni seni teater.
“Pertunjukan teater adalah upaya pengungkapan ekspresi untuk menyuarakan berbagai permasalahan aktual di masyarakat, sehingga menjadi gerakan dan metode sosial pemberdayaan masyarakat,” ujarnya, Rabu (16/10/2024).
Analisis berbagai fenomena laku budaya masyarakat, menghasilkan hubungan antara teks dengan konteks dalam sebuah pertunjukan teater. “Karenanya, setiap kelompok teater memiliki keunikannya tersendiri. Di sisi lain, penelitian mengenai teater dari sudut pandang antropologi selama ini lebih banyak membahas tentang teater sebagai penampilan,” kata Mahesa El Gasani, peraih Master Antropologi Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Adapun Komunitas Celah-Celah Langit, merupakan komunitas teater yang berlokasi di Gang Bapak Eni, Belakang Terminal Ledeng, Jalan Setiabudi, Kota Bandung. Dalam pertunjukannya, komunitas yang melibatkan segenap unsur masyarakat ini kerap mengangkat berbagai persoalan di masyarakat sebagai gagasan utama isi pentas mereka.
Umpamanya, mereka pernah mementaskan “Air” tahun 2006, “Petani Sawah di Kepalamu” (2018), juga “Tanah Ode Kampung Kami” (2020). Lakon-lakon tersebut diilhami dan juga respon terhadap berbagai persoalan di masyarakat seperti krisis air akibat penguasaan sumber mata air oleh korporat, serta krisis ketahanan pangan oleh sebab berkurang dan beralih fungsinya lahan sawah. Naskahnya pun merupakan hasil dari metode naskah kolektif.
“Di Komunitas CCL, konsep kolektif bukan hanya pada penataan artistik, tetapi hingga konten pertunjukan teater yang secara kolektif dan intens tersusun sejak proses penulisan teksnya, dengan pelibatan unsur masyarakat dari berbagai latar belakang,” tutur Mahesa El Gasani.
Lebih jauh dia mengungkapkan, di samping mengolah kemampuan menari, bernyanyi, dan bermain peran, setiap aktor di Komunitas CCL diwajibkan pula untuk berlatih menulis naskah sendiri. Naskah yang telah dirumuskan dan ditulis bersama-sama oleh para aktor ini disebut sebagai naskah kolektif.
“Metode naskah kolektif merupakan praktik yang dilakukan oleh para aktor untuk meningkatkan kemampuan menulis mereka. Naskah kolektif dibuat bersama-sama dalam satu tema, kemudian diarahkan oleh sutradara untuk membentuk suatu naskah,” ungkapnya.
Proses metode naskah kolektif diawali dengan penentuan ide dasar terkait pemberdayaan masyarakat. Lalu, riset dan observasi yang dilakukan oleh aktor dan sutradara. Sebagai hasil observasi, sutradara dan aktor mengamati dan terlibat langsung dengan aktivitas masyarakat sesuai dengan ide dasar tema pertunjukan.
“Selanjutnya, hasil riset itu diimplementasikan menjadi narasi pada metode naskah kolektif untuk pertunjukan teater. Terbuka juga adanya pengungkapan simbol-simbol budaya dalam pementasannya,” kata Mahesa El Gasani.
Pada intinya, metode naskah kolektif dalam penyusunan naskah teater merupakan hasil rembukan aktor dan sutradara yang memiliki latar belakang berbeda. Metode ini digunakan untuk menyelaraskan gagasan yang dibangun secara bersama.
Kolaborasi ini mencakup penentuan ide dasar, riset dan observasi, penyusunan naskah serta struktur, pembuatan naskah, penggabungan naskah peradegan, dan penyuntingan akhir.
“Rangkaian seluruh proses tak terlepas dari keberagaman latar belakang budaya aktor dan seniman, sehingga ketika perbedaan tersebut dipertemukan dan diselaraskan, akan menghasilkan pementasan teater yang berkualitas. Penulisan naskah kolektif ini menjadi ciri khas Komunitas CCL,” ujar Mahesa El Gasani.
Penulis: Rameli Agam
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
4
Pesantren Karangmangu Bertaraf Nasional, Cetak Puluhan Khatimin dari Berbagai Daerah
5
BPBD Jabar Siap Tangani Bencana Alam di Bandung Barat, Karawang, dan Bekasi
6
IPPNU Kota Banjar Kunjungi Dinas Sosial, Bahas Kasus Sosial dan Penguatan Ketahanan Keluarga
Terkini
Lihat Semua