Tanggal 21 April di Indonesia diperingati sebagai Hari Kartini. Walaupun Kartini telah lama meninggalkan kita semua, tetapi sosoknya terus dikenang hingga kini. Sosok perempuan inspirator yang mampu menembus ruang-ruang kaku adat istiadat kala itu. Kartini seakan menjadi simbol perlawanan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai manusia.
Berbicara tentang perempuan, maka yang ada dibenak masyarakat ketika itu adalah bahwa perempuan tidak lebih dari pelengkap penderita. Mereka terkungkung oleh adat kebiasaan yang memaksa mereka selalu tunduk terhadap perintah laki-laki. Peran mereka hanya sebatas sumur, dapur dan kasur.
Suara mereka nyaris tidak terdengar tenggelam oleh rasa takut akan “kualat” apabila bersikap berlainan dengan kebiasaan masyarakat saat itu. Pasrah akan “nasib” nampaknya hal yang realistis ditengah doktrin kuno yang sudah terlanjur dianggap sebagai suatu kebenaran.
Kartini hadir mendobrak mitos-mitos bahwa perempuan tidak lebih unggul dari kaum laki-laki, bahwa perempuan pun dapat mewarnai kehidupan mulai dari hal terkecil yaitu dalam lingkungan keluarga sampai hal besar yaitu berperan dalam menentukan arah perjalanan Bangsa dan Negara.
Perempuan harus berani tampil menunjukkan kualitasnya sebagai manusia merdeka, bukan untuk melawan kodratnya sebagai perempuan tetapi sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta bahwa sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna perempuan harus memaksimalkan apa yang telah Tuhan berikan untuk didedikasikan bagi kehidupan.
Meskipun tumbuh kembang ditengah-tengah budaya patriarki dan kolonialisme yang begitu kental kartini tidak patah arang, cita-citanya agar perempuan pribumi memiliki wawasan yang luas seperti perempuan-perempuan eropa, dapat menentukan masa depannya sendiri setara dengan kaum laki-laki terus ia perjuangkan sampai ajal menjemputnya. Fokus utama perjuangan Kartini adalah dalam bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan instrumen penting kemajuan suatu Bangsa dan Negara.
Perempuan milenial masa kini tentunya berbeda dengan Kartini masa lampau. Kesenjangan dalam hal pendidikan, karier, kemapanan ekonomi tampaknya sudah tidak berlaku lagi, didukung dengan kemajuan teknologi informasi, sarana prasarana menjadi nilai tambah bagi perempuan untuk mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki.
Perempuan masa kini dengan segala kemudahan yang ada disekelilingnya harus mampu bersaing dan bersinergi dengan kaum laki-laki, tidak ada alasan bagi perempuan masa kini untuk menyerah, jangan biarkan masa depanmu terhenti begitu saja karena satu kendala yang tidak berarti. Terus melangkah gapai cita-citamu setinggi langit.
Hj. Neng Vera Fachriyah, SS.,M.Pd, Ketua Fatayat NU Kabupaten Sukabumi
Terpopuler
1
Saat Kata Menjadi Senjata: Renungan Komunikasi atas Ucapan Gus Miftah
2
Susunan Kepanitiaan Kongres JATMAN 2024: Ali Masykur Musa Ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana
3
Sungai Cikaso Meluap Akibat Tingginya Intensitas Hujan, Ratusan Rumah Terendam hingga Sejumlah Kendaraan Terbawa Arus
4
STKQ Al-Hikam Depok Gelar Lomba MHQ dan Debat Internasional, Ini Cara Daftarnya
5
Tanah Bergerak di Kadupandak Cianjur: LPBINU Jabar Turun Tangan Bantu Korban
6
Keabsahan Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Ibadah Shalat
Terkini
Lihat Semua