• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Ngalogat

Karomah Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut

Karomah Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut
Karomah Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut
Karomah Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja Garut

Manusia pilihan seperti para nabi dan rasul diberi kemampuan luar biasa berupa mukjizat oleh Allah SWT. Sementara, setelah masa kenabian dan kerasulan selesai, orang-orang pilihan yang diberi kemampuan luar biasa adalah para waliyullah. Mereka diberi kemampuan oleh Allah SWT berupa karomah. 


Jika mukjizat diberikan langsung oleh Allah SWT, adapun karomah diberikan atas dasar ketaatan seseorang kepada Allah SWT. Mukjizat maupun karomah pada dasarnya sama, yakni sebagai representasi dari keagungan dan kekuasaan Allah SWT. 


Tujuan diberikannya mukjizat kepada para nabi dan rasul agar manusia dapat mempercayai kebenaran para nabi dan rasul sebagai penyampai risalah ketuhanan. Sementara, tujuan karomah diberikan Allah kepada para waliyullah adalah agar manusia dapat mempercayai bahwa para waliyullah itu merupakan pemegang sekaligus pewaris risalah para nabi dan rasul.


Dengan adanya mukjizat dan karomah, diharapkan manusia dapat beriman kepada Allah dengan teguh, beriman kepada para nabi dan rasul-Nya, serta semakin menguatkan atas kebenaran kandungan ayat-ayat suci Al-Qur’an. 


Menyoal karomah, Raden Wangsa Muhammad merupakan salah satu waliyullah yang memiliki karomah luar biasa. Ia merupakan penyebar agama Islam di wilayah Garut yang dikenal sebagai waliyullah yang sangat toleran terhadap keragaman budaya dan agama sebagaimana diketahui dalam catatan historiografinya. 


Raden Wangsa Muhammad ngagaduhan gelar papak. Papak hartosnya jalmi bijak, nu teu ninggal kaluhuran pangkat, cacah, atanapi bocah.. Tindak tanduk, perilaku enjeunna kapungkur ngahormat pisan ka sasama manusa. Tara ngabenten-bentenkeun jalmi, boh Islam, Kristen, Hindu, atanapi nu sanesna. Janten istilah papak teh hartosna rata, sami. Dimana tindak, tanduk, kabijakan, sarta sagala rupi sikap anjeunna ka papada manusa sami” 


(Raden Wangsa Muhammad mempunyai gelar ‘papak’. Papak artinya orang bijak yang menilai manusia tidak berdasarkan pada tinggi pangkat dan kedudukannya, dan tidak membeda-bedakan antara orang kaya dan miskin. Perilaku semasa hidupnya yaitu hormat terhadap semua manusia, baik yang beragama Islam, Kristen, Hindu, maupun yang lainnya. Papak artinya rata, seimbang, dimana tindakan dan perilaku serta kebijakannya terhadap semua manusia adalah sama). 


Sementara dalam catatan “Sajarah Asal-usul Balubur Limbangan anu Ngarunday ka Djayadiwangsa (1988), Raden Wangsa Muhammad merupakan putera dari Raden Kyai Juari. Nasabnya tersambung ke atas kepada Raja Pajajaran Prabu Laya Kusumah (Putera Prabu Siliwangi/Sri Baduga Maharaja). 


Oleh karenanya, atas dasar itulah kemudian masyarakat menyebut Raden Wangsa Muhammad dengan sebutan Pangeran Papak, yaitu sebagai salah satu penyebar agama Islam yang berasal dari keturunan para raja yang sangat baik dan bijak tingkah lakunya. Pangeran Papak sendiri wafat pada tahun 1898 H/1317 H di Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut dan makamnya kini menjadi salahsatu tujuan utama penziarahan di Garut.


Karomah Pangeran Papak
Pertama, memahami bahasa hewan. Salah satu kegemaran Pangeran Papak adalah berburu binatang di hutan. Pada masa itu, berburu menjadi hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Begitu juga bagi Pangeran Papak, berburu menjadi hal yang lumrah yang sering dilakukannya sebagai bagian memenuhi kebutuhan sehari-harinya.


Dikisahkan, pada saat berburu, Pangeran Papak dan para pengawalnya sudah siap untuk menangkap dan membunuh hewan Menceuk (sejenis kambing hutan) sebagai hewan buruan. Namun, tiba-tiba  Pangeran Papak terdiam sambil menatap serius hewan buruannya. Setelah lama menatap hewan buruannya, para pengawalnya kemudian berkata, 


“Apa yang menyebabkan paduka Pangeran tidak jadi membunuh hewan buruan itu?” Pangeran Papak menjawab, “Kita harus membebaskannya, karena hewan buruan itu tampaknya sedang hamil (mengandung). Baru saja ia berkata: “bukan saya tidak ikhlas dibunuh sebagai hewan buruan, tetapi kebetulan saya sedang mengandung. Jika saja saya tidak sedang mengandung, maka tidak apa-apa kalian tangkap dan bunuh saya sebagai hewan buruan.” 


Atas dasar itulah kemudian Pangeran Papak dan para pengawalnya membebaskan hewan buruan tersebut dan tidak jadi membunuhnya.


Kedua, menghidupkan anjing yang telah mati. Bahwa telah terjadi permusuhan yang begitu lama di antara dua kampung, yakni Kampung Cinunuk dan Kampung Cibolerang. Karena begitu hebatnya permusuhan di antara dua kampung tersebut, sampai-sampai diibaratkan jika ada hewan masuk kedua daerah tersebut, maka kedua-duanya tidak ada yang akan selamat sehingga masyarakat pun tidak ada yang berani masuk kedua kampung tersebut, baik dari Cinunuk maupun dari Cibolerang.  


Dikisahkan, pada suatu waktu kuda peliharaan Pangeran Papak kabur ke daerah di Cibolerang. Kemudian Pangeran Papak memerintahkan puteranya Raden Djayadiwangsa untuk mengambilnya. Dengan rasa khawatir, akhirnya Raden Djayadiwangsa memberanikan diri untuk mengambilnya. Setelah menemukan kuda di bantaran sungai Cibolerang, secara tidak sengaja, Raden Djayadiwangsa melihat puteri kyai Cibolerang yang sedang mencuci, dan kemudian jatuh hatilah Raden Djayadiwangsa kepada puteri kyai tersebut. Singkat cerita, dengan restu Pangeran Papak, akhirnya Raden Djayadiwangsa memberanikan diri berniat untuk melamar puteri kyai Cibolerang menjadi istrinya. Setelah berunding matang, semua keluarga pun siap mengantar Raden Djayadiwangsa menuju Cibolerang untuk melamar puteri kyai.


Perlu diketahui, bahwa sudah menjadi kebiasaan bagi Pangeran Papak apabila ia akan pergi menuju suatu daerah, maka kedua anjing peliharaannyalah yang pertama kali akan berangkat. Hal itu pula yang dilakukan Pangeran Papak ketika akan mengantar puteranya, Raden Djayadiwangsa yang akan melamar puteri kyai Cibolerang.


Disebabkan daerah Cibolerang merupakan daerah santri yang ketat terhadap syariat agama Islam, maka hewan anjing merupakan hewan yang hampir tidak akan ditemukan di daerah itu. Jika pun ada, maka masyarakat pun lantas akan segera mengusirnya, dan bahkan ada pula yang sampai membunuhnya. Dan hal inilah yang kemudian terjadi pada anjing peliharaan Pangeran Papak. Kedua anjing peliharaan Pangeran Papak pun mati dibunuh oleh masyarakat Cibolerang. Sebagai rasa tidak sukanya masyarakat kepada Pangeran Papak, mayat anjingnya pun disimpan di tengah-tengah jalan yang pasti akan dilalui oleh Pangeran Papak dan keluarganya.


Setelah Pangeran Papak dan keluarga sampai di rumah kyai Cibolerang dan mengutarakan maksud kedatangannya yakni untuk melamar puteri kyai Cibolerang dengan harapan agar bisa ditikahkan dengan puteranya Raden Djayadiwangsa, kemudian Pangeran Papak beserta rombongan berpamitan izin pulang. 


Ketika berada di luar rumah kyai Cibolerang, Pangeran Papak kemudian mengajak pulang kembali ke Cinunuk kepada anjing-anjing peliharaannya yang kelihatannya sudah terbaring berlumuran darah. Pangeran Papak berkata: “Belang, Kalong, mari kita pulang ke Cinunuk.” Seketika itu juga kedua anjing peliharaan Pangeran Papak bangun hidup kembali mengikuti majikannya untuk pulang ke Cinunuk. Maka heranlah semua masyarakat Cibolerang saat menyaksikan peristiwa hidupnya kembali anjing-anjing peliharaan Pangeran Papak yang telah dibunuhnya itu. 


Singkat cerita, sejak peristiwa itulah permusuhan di antara kedua kampung (Cinunuk dan Cibolerang) hingga sampai sekarang tidak terjadi lagi. Dan dari pernikahan dengan puteri kyai Cibolerang itulah, Raden Djayadiwangsa dianugerahi keturunan paling banyak.


Demikianlah sebagian karomah yang dimiliki oleh Pangeran Papak sebagaimana diungkapkan oleh Raden Agus. Raden Agus sendiri merupakan generasi ke-4 dari Pangeran Papak yang saat ini bertugas sebagai juru kunci (kuncen) makam Pangeran Papak. Menurut Raden Agus, kisah karomah kewalian Pangeran Papak diketahui oleh pihak keluarganya berdasarkan dari laporan orang-orang yang secara langsung menyaksikan kewalian Pangeran Papak. Bukan dari perkataan Pangeran Papak kepada keturunannya. 


Tsuma ila hadroti ruhi Raden Wangsa Muhammad (Pangeran Papak) wa Raden Djayadiwangsa, wa ilaa jamiil auliyaillahi ta’ala. Syaiun lillahi lahum al-Fatihah.


Rudi Sirojudin Abas, Penulis adalah peneliti makam keramat Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja-Garut. Hasil penelitian dapat dilihat pada tesis “Religiusitas Masyarakat Cinunuk Garut dalam Struktur Ritual Mulud: Pascasarjana ISBI Bandung, 2019. 
 


Ngalogat Terbaru