• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 9 Mei 2024

Ngalogat

Berlomba-Lomba Menjadi Viral

Berlomba-Lomba Menjadi Viral
Media Sosial Viral (Foto: Freepik)
Media Sosial Viral (Foto: Freepik)


Berlomba-lomba menjadi viral nampaknya itu yang sedang melanda sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini. Indonesia sebagai salah satu Negara pengguna internet aktif di dunia, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media sosial (data; Kementerian Komunikasi dan Informatika). 


Saat ini, ada sekitar 167 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia. 3 jam 18 menit dalam sehari, pengguna medsos paling sering mengakses flatform WhatsApp (92,1 persen), Instagram (86,5 persen), Facebook (83,8 persen), TikTok (70,8 persen), Telegram (64,3 persen), dan Twitter (60,2 persen) menurut laporan (Laporan Digital 2023: Indonesia dari We Are Social, Kompas.com dengan judul "Orang Indonesia Internetan Lebih dari 7 Jam Sehari, Paling Sering Buka WA dan IG). 


Patut disayangkan kemajuan teknologi informasi hanya dipergunakan sebatas mengakses media sosial apalagi sekedar mengejar viral. Alhasil kita disuguhi begitu banyak konten- konten yang tidak mendidik. Konten joged-joged yang mengundang syahwat, prank yang membahayakan, membuka aib diri sendiri dan orang lain, menjual kesedihan, provokasi, ujaran kebencian, berita bohong dan lain sebagainya tampaknya masih akan menghiasi hari-hari kita kedepan. 


Tidak dapat dipungkiri konten-konten seperti itulah yang justru diminati oleh banyak pengguna medsos, kemudian ditiru, sehingga dengan cepat menjadi viral. Iming-iming materi, popularitas sesaat, semakin menjadi daya tarik bagi orang-orang yang ingin meraih jalan pintas untuk terkenal tanpa memperdulikan akibat yang ditimbulkan dari konten-konten yang mereka sajikan.  


Tak ayal fenomena di atas disadari atau tidak memunculkan kekhawatiran dari berbagai pihak. Konten-konten tidak mendidik lambat laun dapat merusak tatanan kehidupan sosial. Sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengantisipasi agar konten-konten tersebut tidak semakin liar, memperparah kehidupan berbangsa dan bernegara. 


Sebenarnya Pemerintah melalui kementrian komunikasi dan informatika dan lembaga lainnya tidak tinggal diam, serangkaian aturan seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dibuat untuk melindungi masyarakat sekaligus undang-undang ini dapat menjerat siapa saja yang memposting berita bohong, ujaran kebencian dan lain sebagainya. 


Selain itu dalam berbagai kesempatan Pemerintah pun gencar melakukan edukasi kepada masyarakat agar bijak dalam bermain medsos. Tetapi harus disadari bahwa tugas menjaga kepribadian bangsa dan negara dari pengaruh-pengaruh negatif tayangan yang berseliweran di media sosial bukan hanya tugas Pemerintah semata, sudah saatnya kita tidak memberi ruang kepada para konten kreator yang tidak mendidik, “smart people don’t make stupid people famous”. 


Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan menyuguhkan konten-konten “tandingan” yang berkualitas, yang mendidik, sehingga masyarakat memiliki ragam pilihan untuk mereka tonton. Usaha ini pun tampaknya sudah banyak dilakukan, sehingga kalau kita perhatikan akhir-akhir ini konten-konten yang viral tidak melulu didominasi oleh konten-konten negatif yang tidak berfaidah. 


Para orangtua juga diharapkan untuk mendampingi anak-anaknya ketika bermain medsos, jangan sampai anak-anak dibawah umur dicemari oleh ulah para konten kreator yang hanya mengejar viral semata. Semoga kedepannya kita tidak menyaksikan lagi konten-konten negatif ketika kita bermain medsos. 


Tampaknya tulisan ini terlambat viral

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Abdul Barri, Dosen STAI Al-Masthuriyah Sukabumi 
 


Ngalogat Terbaru