• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 18 April 2024

Ngalogat

Belajar Tasawuf dari Tukang Parkir 

Belajar Tasawuf dari Tukang Parkir 
Belajar tasawuf dari tukang parkir (ilutrasi/LPM al-Millah)
Belajar tasawuf dari tukang parkir (ilutrasi/LPM al-Millah)

Belajar bisa kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Belajar bisa dari banyak hal, mulai dari pengalaman sampai pada profesi yang digeluti sehari-hari. Latar belakang seseorang tak jadi halangan untuk bisa mengambil pelajaran dari kehidupannya. Kepada siapun kita bisa mengambil pelajaran, tak terkecuali kepada seorang yang berprofesi sebagai tukang parkir. 

 

Jika dicermati, tukang parkir ini mobilnya banyak dan dari berbagai jenis merek semuanya bisa ada, tapi ia tidak pernah sombong. Ketika mobil itu perlahan mulai pergi sampai habis tak tersisa pun, ia juga tidak pernah sedih, hidupnya tenang. 

 

Inilah filosofi dari tukang parkir, sebanyak apapun kendaraan yang dimiliki tidak membuatnya sombong dan ketika semua kendaraan itu pergi ia juga tidak sedih, ini semua karena ia tidak merasa memiliki tapi merasa dititipi. 

 

Dari poin di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa semua ini hanyalah titipan dari Allah Swt. Harta, tahta, dan jabatan serta semua yang kita miliki sekarang hanyalah pemberian dari Allah Swt, maka sudah sepatutnya untuk tidak menyombongka diri. 

 

Selanjutnya ketika diberi titipan maka harus menjaganya. Ketika manusia dititipi akal oleh Allah, jangan sampai amanat tersebut dilalaikan dengan cara mengotorinya. Akal merupakan anugerah Allah yang istimewa. Oleh sebab itu sudah seyogyanya kita menggunakan akal untuk kebaikan seperti berpikir, meneliti dan mengamati ilmu Allah. 

 

Pada hakikatnya manusia dikarunia harta benda adalah sebagai titipan yang suatu saat akan diambil oleh pemiliknya. Pergunakanlah titipan itu sebagaimana mestinya karena harta bukanlah tujuan melainkan sarana dan bekal untuk beribadah kepada Allah. 

 

Ketika kita tidak merasa memilikinya dan menyadari bahwa itu adalah titipan, kita akan menjaga dan menggunakannya sebaik mungkin karena kita tahu bahwa suatu saat titipan itu akan diambil oleh pemiliknya. 

 

Rasulullah Saw bersabda: 

 

“Cinta yang sangat terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agam seseorang.” (HR. Aththusi). 

 

Wallahua’lam.. 

 

Tulisan ini disarikan dari ceramah KH Zainudin MZ


Editor:

Ngalogat Terbaru