Rudi Sirojudin Abas
Kontributor
"Bakti Santri kepada Negeri". Demikian kiranya frase yang tepat untuk kita renungkan dalam setiap peringatan Hari Santri Nasional. Bakti para santri-selanjutnya disebut ulama, karena ia berasal dari para santri-kepada negeri ini tentu tidak diragukan lagi, baik pada fase pra kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan.
Santri menjadi salah satu komponen bangsa yang ikut berjuang dalam mewujudkan kemajuan peradaban Indonesia. Melalui sistem pendidikan dan pengajaran yang tidak hanya berbasis intelektual, namun juga berorientasi pada akhlak, peran santri begitu vital, terutama dalam mempertahankan kedaulatan tanah air dan bumi yang dipijaknya.
Baca Juga
Tiga Jenis Santri
Pada awal fase penyebaran agama Islam di tanah air misalnya, kita diingatkan bagaimana ajaran Islam yang sejatinya berasal dari luar mampu membumi dengan baik. Kalau bukan karena sistem dan pola pengajaran yang khas, tentu hal itu tak akan bisa terwujud mengingat bangsa ini merupakan bangsa yang sangat plural.
Pesantren (di dalamnya santri) dalam perjalanannya mampu memformulasikan nilai-nilai sosio-kultural religius Syiwa-Budha yang kala itu dianut masyarakat lokal ke dalam ajaran tauhid Islam yang dianut oleh para guru Sufi/Wali Songo (Agus Sunyoto, 2019: 241).
Ciri utama karakteristik para santri di pesantren adalah kepatuhannya kepada para guru/kiai. Bagi santri, totalitas dan tata krama kepada kiai menjadi norma paling tinggi di atas ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, maka tak jarang dan tidak sedikit dari para santri, meskipun mengajinya biasa, namun berkat kepatuhannya kepada para kiai, ilmu yang didapatnya mampu membumi di masyarakat.
Para santri menilai, sebagai panutan, para kiai di pesantrennya merupakan seseorang yang sudah mampu bertakhali, tahalli, dan tajalli sehingga mencari keberkahan darinya menjadi sesuatu yang diprioritaskan melebihi hanya sekedar untuk mencari ilmu.
Selanjutnya, dalam memperjuangkan kemerdekaan, para santri dan ulama tetap dinamis dan mampu merespon tantangan jaman, salah satunya dengan ikut serta dalam mendirikan organisasi pergerakan kemerdekaan. Kita bisa saksikan perannya di awal abad ke-20. Jika berbagai pergerakan didominasi oleh tokoh/pendiri bangsa yang memiliki akses pendidikan ke pemerintahan kolonial, para santri dan ulama mampu mengimbanginya dengan mendirikan organisasi berbasis pergerakan dari bawah atas nama Ahlussunnah Waljamaah (selanjutnya disebut Nahdlatul Ulama) yang sanadnya langsung tersambung kepada para Nabi dan Rasul.
Baca Juga
Makna Santri dan Pesantren
Mengingat orientasi pergerakan organisasi yang didirikan para ulama dan santri adalah untuk kemaslahatan umat, membumikan Islam Ahlussunnah Waljamaah, dan menjaga keutuhan negara, maka organisasi yang didirikannya tetap eksis hingga kini. Bahkan untuk persoalan kerukunan umat, akhlak, dan toleransi, organisasi ini berkembang pesat dan mampu menjadi rujukan beberapa organisasi yang lain, termasuk rujukan bagi negara-negara di dunia menyangkut soal toleransi, pluralisme, dan Islam wasathiyah.
Belum genap satu tahun merdeka, bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan rekolonialisme, penjajahan lanjutan. Saat itu, penjajah belum secara penuh mengakui kedaulatan kemerdekaan Indonesia. Puncaknya, fatwa memerangi penjajah sebagai ibadah yang bersifat fardu ain dan pelakunya sebagai syahid menjadi turning point peran santri dalam merawat kemerdekaan.
Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang difatwakan pendiri organisasi NU Hadratusyaikh KH Hasyim Asy'ari dengan jargon utamanya hubbul wathan minal iman (mencintai negara sebagai bagian keimanan) menjadi pijakan utama para santri dalam memempertahankan kemerdekaan. Jargon ini kemudian menjadi pegangan para santri dan ulama terkait dengan persoalan ketahanan negara, dimana pun, kapan pun dan dalam kondisi apa pun. Saat beragam ideologi pemikiran bangsa-bangsa di dunia mengguncang bangsa Indonesia yang baru merdeka, peran santri dan ulama dalam mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak boleh dikesampingkan. Penumpasan gerakan komunis, sosialis, fasis, maupun pan Islamis menjadi bukti kuat dan teguhnya ulama dan para santri dalam merawat kemerdekaan.
Begitu pula saat rumah besar para santri dan ulama (baca: NU) terpinggirkan dari kancah pemerintahan di zaman Orde Baru, tak terdengar sedikit pun dari mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada distabilitas keamanan nasional. Tampaknya kepatuhan kepada para kiainya dengan sami'na wa ata'na nya masih pegangan teguh para santri. Bahkan disaat negara dan pemerintah memegang kendali, membatasi pergerakan organisasi, serta mengintervensinya, justru NU menjadi organisasi yang pertama kali menerima Pancasila sebagai asas satu-satunya dalam hidup berorganisasi, bermasyarakat, dan bernegara.
Terkait hubungan Pancasila dengan agama (Islam), NU berpendapat bahwa Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa bukanlah agama dan tidak dapat menggantikan kedudukan agama. Namun, Pancasila bagi NU adalah konsensus yang mampu mewujudkan terlaksananya syariat agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, begitupun dengan syariat agama lain.
Dari masa Reformasi hingga kini, para santri dan para ulama pun tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan bangsa ini. Keterlibatan peran orang-orang NU dalam jabatan pemerintahan tertinggi (presiden) hingga jabatan-jabatan strategis lainnya bukan dimaksudkan untuk meraih kekuasaan. Namun, sebagai bagian tanggung jawab dalam menjaga kemaslahatan umat menjadi poin utamanya.
Tampaknya, pepatah bijak Imam Ali bahwa "Kejahatan yang terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir" masih dan selalu akan dipegang teguh oleh para santri dan ulama dalam menjalankan kehidupan berorganisasinya. Dengan demikian, NU tidak akan membiarkan celah sedikit pun negeri ini dicampakkan dan direndahkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Selamat Hari Santri Nasional!
Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Dialog Refleksi Harlah ke-70, IPPNU Tasikmalaya Tegaskan Peran Strategis Perempuan dalam Pendidikan dan Kepemimpinan
4
Pesantren Karangmangu Bertaraf Nasional, Cetak Puluhan Khatimin dari Berbagai Daerah
5
BPBD Jabar Siap Tangani Bencana Alam di Bandung Barat, Karawang, dan Bekasi
6
IPPNU Kota Banjar Kunjungi Dinas Sosial, Bahas Kasus Sosial dan Penguatan Ketahanan Keluarga
Terkini
Lihat Semua