Ketupat identik dengan hari raya Lebaran. Meski sehari-hari mudah ditemukan di pasar, tapi seolah kurang afdol jika Lebaran tiada makanan yang dibungkus daun kelapa muda tersebut.
Ketupat, menurut Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak KH M. Jadul Maula, dalam bahasa Jawa diucapakan sebagai kupat. Kupat mengandung pesan ajaran, yaitu ngaku lepat (mengaku salah) dan laku lapat (empat tindakan amal).
Laku yang empat itu, lanjut dia, adalah lebaran (selesai puasa), luberan (zakat fitrah), leburan (bermaafan), dan laburan (kembali putih, fitri).
Pembungkus ketupat, kata Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia PBNU, ini adalah daun kelapa (janur) yang dijalin melambangkan belitan dosa dan kesalahan.
Karena itulah, menurut dia, ia mesti dibelah dan akan tampak dalamnya yang berwarna putih lambang kesucian dari dosa.
“Setahu saya sejak para wali itu, tapi mungkin aja sebelumnya sudah ada. Tapi penggunaan ketupat kaitannya dengan perayaan lebaran itu jelas dari para wali,” katanya.
Penulis: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Wacana WhatsApp Premium Dikritik, Dosen Unusia: Jangan Tambah Beban Rakyat
2
Khutbah Jumat: Meneladani Akhlak Nabi di Tengah Peradaban yang Rusak
3
Bertajuk Kokoh Mengabdi Kuat Bertradisi, Latgab Pagar Nusa SMP NU Darul Ma'arif Indramayu Diikuti Ratusan Pendekar
4
LTNNU Depok Apresiasi PWI atas Dukungan Pemberitaan Kegiatan Keumatan
5
Cetak Pemuda Tangguh, GP Ansor Indramayu Gelar Diklatsar Banser
6
Blokir 31 Juta Rekening Dormant: Kebijakan PPATK yang Menguji Soliditas Pemerintah dan Kepercayaan Publik
Terkini
Lihat Semua