• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Nasional

Ketum PBNU Sebut 79 Ulama dari 32 Negara Konfirmasi Akan Hadir pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban 

Ketum PBNU Sebut 79 Ulama dari 32 Negara Konfirmasi Akan Hadir pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban 
Ketum PBNU Sebut 79 Ulama dari 32 Negara Konfirmasi Akan Hadir pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban 
Ketum PBNU Sebut 79 Ulama dari 32 Negara Konfirmasi Akan Hadir pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban 

Jakarta, NU Online Jabar
Dalam agenda Ngopi Bareng bersama Pemimpin Redaksi (Pemred) Media Nasional dan Koresponden Asing yang bertempat di gedung PBNU Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu (1/2), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan bahwa 79 ulama dari 32 negara sudah mengonfirmasi akan menghadiri agenda Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I yang akan digelar di Surabaya, pada 6 Februari 2023 mendatang. 


Kiai yang akrab disapa Gus Yahya tersebut juga menjelaskan, jumlah 79 ulama itu lebih sedikit dari target semula yaitu 200 ulama. Sebab terdapat dinamika internasional yang sedemikian rupa. Beberapa tokoh ulama dunia yang diundang dan semula memastikan kehadirannya, kini justru menyatakan berhalangan hadir. 


Seperti saat Gus Yahya menemui Grand Syekh Al-Azhar Muhammad Ath-Thayyeb pada September 2022. Saat diundang secara langsung itu, Syekh Ath-Thayyeb mengonfirmasi kehadirannya. Lalu Gus Yahya kembali mengirim utusan ke Kairo untuk menghadap Grand Syekh Al-Azhar pada Desember 2022, dan masih menegaskan akan hadir. 


Begitu pula Mufti Mesir Syekh Syauqi Ibrahim Abdul Karim 'Allam dan Sekretaris Jenderal Akademi Fiqih Internasional Organisasi Kerjasama Islam Koutoub Moustapha Sano yang semula telah menyatakan diri akan hadir. 


“Tiba-tiba Januari keadaan berubah. Jadi pada 4 Februari 2019, ada penandatanganan Piagam Persaudaraan Kemanusiaan oleh Grand Syakh Al-Azhar dan Paus Faransiskus di Abu Dhabi,” ucap Gus Yahya dilansir dari NU Online


Pada Januari lalu, Gus Yahya mendapatkan informasi akan ada Peringatan Penandatanganan Piagam Persaudaraan Kemanusiaan itu. Kemudian Grand Syekh Al-Azhar berkirim surat ke PBNU dan menyatakan bakal mengirim utusan untuk menghadiri Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I. 


“Kemudian minggu ketiga Januari, diumumkan bahwa acara mereka (peringatan Piagam Persaudaraan Kemanusiaan) menjadi 6-7 Februari, persis barengan dengan acara kami,” ujar Gus Yahya di hadapan para Pemred media nasional.  


Ia menjelaskan, PBNU sebenarnya menargetkan bakal mengundang ulama internasional sebanyak 100 orang. Tetapi Gus Yahya memberikan ruang bagi 100 orang lagi untuk mengantisipasi masing-masing ulama itu membawa pendamping.


“Kami belajar dari R20, tamu-tamu undangan itu tiba-tiba membawa pendamping, bahkan ada yang sampai 5 orang. Makanya kami buat ruang sampai 200, dari undangan 100. Yang sudah konfirmasi 79 (orang) dari 32 negara,” tutur Gus Yahya. 


Para ulama internasional itu akan diajak mendiskusikan berbagai problem internal umat Islam dan membahas tema utama, yaitu kedudukan Piagam PBB dalam sudut pandang syariat, pada Februari 2023, sejak pagi hingga sore. Setelah itu, para ulama dan peserta Muktamar Internasional Fiqih Peradaban itu akan bersama-sama menghadiri Puncak Resepsi Harlah 1 Abad NU di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, pada keesokan harinya, Selasa 7 Februari 2023. 


Sebagai informasi, dalam Muktamar Internasional Fiqih Peradaban tersebut rencananya akan ada tiga pembahasan yang akan dibicarakan dalam forum tersebut. 


Pertama, para ulama akan membahas pandangan fiqih baru terkait relasi hukum fiqih dengan bentuk negara bangsa modern.


Kedua, pola hubungan Muslim dan non-Muslim. Dahulu, narasi yang muncul adalah perihal permusuhan dan persinggungan. Pandangan terhadap hubungan sosial keduanya ini perlu direkontekstualisasi agar bisa hidup bersama dalam satu peradaban besar dunia.


Ketiga, hal yang akan dibahas adalah Piagam PBB yang dijadikan sebagai rujukan otoritatif dan sesuai dengan syariat Islam. Sebagaimana diketahui, Piagam PBB menjadi salah satu kunci kesepakatan yang dapat menghentikan Perang Dunia II.


Pewarta: Muhammad Rizqy Fauzi


Nasional Terbaru