Nasional

Ini 5 Poin Hasil Rapat Pleno PBNU: Rencana Strategis Hingga Dugaan Penyimpangan Sejarah NU

Senin, 29 Juli 2024 | 10:00 WIB

Ini 5 Poin Hasil Rapat Pleno PBNU: Rencana Strategis Hingga Dugaan Penyimpangan Sejarah NU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (kiri) didampingi Sekretaris Jenderal PBNU H. Saifullah Yusuf saat menyampaikan sejumlah poin hasil rapat pleno dalam Konferensi Pers Rapat Pleno PBNU di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan pada Ahad (28/07/2027) (Foto: Suwitno/NU Online)

Bandung, NU Online Jabar
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengadakan Rapat Pleno di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Sabtu-Minggu (27-28 Juli 2024). Dari rapat tersebut, dihasilkan setidaknya lima poin penting.


Lima poin ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam konferensi pers yang berlangsung di hotel yang sama pada Minggu (28 Juli 2024). Garis besar hasil pleno tersebut adalah sebagai berikut:


1. Pleno menghasilkan keputusan rencana strategis sebagai pondasi dan desain awal bagi perkembangan organisasi yang koheren dan menyeluruh hingga tiga tahun ke depan (tahun 2027).

2. Memutuskan desain strategi transformasi digital NU beserta dengan model platformnya yang diberi nama DIGDAYA NU (Digitalisasi Data dan Layanan NU). 
3. Memutuskan AKN (Akademi Kepemimpinan Nasional) sebagai wahana pendidikan kader NU tingkat tinggi yang akan dimulai pada Agustus 2024.

4. Mengatur kebijakan terkait penyelenggaraan pengkaderan, konferensi,  kerja sama, pelantikan kepengurusan, dan hal administratif lainnya. 
5. Penugasan kepada LP Ma’arif NU dan RMI NU untuk menyelidiki lebih dalam terhadap adanya laporan bahan ajar yang memuat narasi keliru terkait sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama. 
Selain itu, Gus Yahya juga menyampaikan tentang perkembangan mutakhir dalam hubungan antara PKB dan PBNU. Ada beberapa prinsip hubungan NU dengan PKB, antara lain prinsip hubungan historis, prinsip hubungan irisan konstituensi, hubungan teologis, dan prinsip tradisi.


Namun, Gus Yahya menegaskan prinsip dasar yang paling penting adalah bahwa hubungan PBNU dan PKB tidak dapat dianggap kongruen (sama).


"Yang paling penting prinsipnya adalah begini bahwa NU ini tidak mungkin dianggap kongruen dengan PKB. NU dan PKB ini beda-beda, tidak bisa NU hanya untuk PKB saja," kata Gus Yahya. 


Ia menegaskan bahwa warga NU yang menjadi konstituen PKB hanya berjumlah sekira 20%, sementara yang lainnya tersebar di berbagai partai politik. Hal ini yang melandasi bahwa PBNU harus memikirkan pula hubungan dengan partai politik lain dan tidak bisa hanya eksklusif untuk PKB.