Hikayat Tua di Langit Mesjid Kaki Gunung
Gemetar bibir pak tua bergetar, melantunkan shalawat dan pujian
Sore di mesjid ujung tanjakan sempit, di bawah rindang pohon-pohon berdaun kerdil
Langit menguning, senja menjelang magrib
Senja tak mencuri siang untuk malam, hanya bercerita hikayat lama di ujung toa suara pak tua
Pak tua bersuara serak dan datar, badan sedikit bungkuk dengan sorot mata sejuk
Berpakaian sederhana, sorban lama bercorak garis hitam tak lurus, kopiah putih penuh sejarah
Pak tua, menunduk memuji Nabi dan orang-orang arif, mengajak jamaah mengenang kematian dan pertolongan
Ibu-ibu tua setengah baya, larut dalam hikayat para sahabat, berjajar tapi tak beraturan
Wajah-wajah sayu, sedikit meninggalkan kisah hasil tani yang gagal panen dan tengkulak yang merajalela
Mesjid di kaki gunung, menelan pahit luka-luka tanah yang gembur dan janji para penipu
Senin sore menjelang magrib, udara menusuk kulit yang keriput
Mereka tak hilang sabar, seperti rutin Senin bersama pak tua
Surga itu aliran suara pak tua, membaca Yasin, albarjanji dan helaian kitab-kitab lusuh penerang hati
Suara toa tak terdengar lagi, berganti puji-pujian anak-anak pada Nabi
Langit di kaki gunung, secercah harapan pak tua menunggu magrib
Entah kisah ini masih ada sampai kapan, atau mungkin menjadi hikayat tua yang di tinggalkan
Nasihin, Lesbumi Kabupaten Bandung