• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Kota Banjar

KH Said Aqil Siradj Ungkap 4 Pedoman Belajar Syariat Islam

KH Said Aqil Siradj Ungkap 4 Pedoman Belajar Syariat Islam
KH Said Aqil Siradj Ungkap 4 Pedoman Belajar Syariat Islam (Foto: NU Online)
KH Said Aqil Siradj Ungkap 4 Pedoman Belajar Syariat Islam (Foto: NU Online)

Banjar, NU Online Jabar
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, mengungkapkan belajar syariat islam setidaknya harus berpedoman pada empat sumber. Empat sumber tersebut menurutnya terbagi lagi menjadi dua yaitu aqli dan naqli.

 

“Menurut Imam Syafi’i, belajar syariat islam itu harus berpedoman empat, dibagi dua, yang dua khusus muqadasah, yaitu naqli, yang dua lagi akal (aqli). Naqli berasal dari Nash Al-Qur’an dan Hadis, Aqli berasal dari pemikiran para ulama. Penggunaanya, Nash saja salah, akal saja ya salah, dua duanya harus dipake,” terang Kiai Said saat menyampaikan Mauidzoh Hasanah dalam acara Khotmil Al-Qur’an dan Pengajian Akbar Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jum’at (12/8).

 

Sumber yang pertama kata Kiai Said sapaan akrabnya, yaitu yang termasuk pada Naqli, (Nash Al-Qur’an).

 

“Belajar syariat islam yang pertama harus berpegang teguh pada Al-Qur’an. Al-Qur’an ayatnya macam-macam ada muhkamah (jelas) ada mutasyabihah (remang-remang). au lamastumun-nisa suami istri due wudhu senggolan batal, kata Imam Syafi’i senggolan kake-kake dengan nenek due wudhu senggolan ora sengaja batal. Kalau kata Imam Malik kalau syahwat batal, kalau gak syahwat gak papa. Kata Imam Ahmad kalau sengaja batal, kalau gak sengaja gak papa, kalau kata Imam Abu Hanifah tidak batal, asalkan tidak yang satu yang dilakukan setiap malam hubungan suami istri,” jelas Kiai Said.

 

“Jadi suami istri punya wudhu ciuman bisyahwatin mboten batal, itu kata Imam Hanafi. Kenapa demikian karena kata lamastum mutasyabihah maka berpotensi mengandung hilafiyah karena lamastum mboten jelas, mutasabihah remang-remang,” imbuhnya.

 

Sumber pada Al-Qur’an ini kata Kiai Said benar-benar harus paham, karena tidak semuanya syariat islam dijelaskan dalam al-quran, atau tidak secara jelas dijelaskan oleh Al-Qur’an.

 

“Dalam Al-Qur’an itu ada ayat Muthlaqoh (absolute), Ati'ullaha wa ati'ur rasul. Kamu harus taat pada Allah, harus taat pada Rasulullah itu mutlak. Ada  lagi ayat Muqayyadah dengan syarat, wa ulil amri minkum, kamu harus taat pada pemerintah, tapi dengan syarat, dengan syarat pemerintahnya baik,” paparnya. 

 

Lanjutnya, Sudah paham Al-Qur’an kata Imam Syafi’i belum cukup harus berlandaskan hadis. Maka sumber yang kedua yang termasuk dalam Naqli yaitu Hadis.

 

“Kenapa, karena Al-Qur’an itu sangat global, aqīmuṣ-ṣalāt, aqīmuṣ-ṣalāt, aqīmuṣ-ṣalāt, wajib shalat. Kata-kata perintah shalat 62 kali dalam Al-Qur’an, tapi Al-Qur’an tidak menjelaskan namanya shalat itu apa, berapa kali sehari semalam, itu tidak ada, yang ada melainkan harus shalat, dirikan shalat  tapi kurang jelas, berapa kali shalat itu, nama shalat itu apa, maka harus pegang hadis sebagai sumber kedua,” ujar Kiai Said.

 

Dalam mengambil sumber pada hadis kata Kiai Said juga harus hati-hati, karena hadis juga banyak macamnya, “Ada yang lemah, dan ada yang palsu, ada muatawtir, ada msyhur, azis, ahad, dan lain-lain,” tuturnya.
Sudah berpegang pada Al-Qur'an dan Hadis lanjutnya, masih belum cukup, melainkan akal harus di pakai. 

 

“Akal kolektif, akal jamaah namanya Ijma konsensus. Ijma itu sebagai sumber ketiga, yang termasuk dalam Aqli. Apa itu rukun shalat, arkanu shalati itu dalam Al-Qur’an gak ada, tidak ada. Rukunnya shalat ada 17 tidak dari Al-Qur’an, tidak dari Hadis, adanya dari kesepakatan ulama, ijma nya ulama, maka kalau ada orang tidak mau taklid pada imam salah satu imam empat, terutama syafi’i, tidak akan tahu rukunnya berapa, syaratnya apa. Maka harus pakai ijma ulama,” terangnya.

 

Sumber yang satu lagi yang termasuk pada Naqli kata Kiai Said yaitu Qiyas.

 

“Akal individual, qiyas atau analogi, ada sembilan, aulawi, burhani, mantiqi, jadali, istiqroi, tamsili, khitobi, syiari, iqnai. Qiyas burhani atau qiyas fakta, contohnya sabu-sabu halal apa haram, kok berani mengharamkan, mana Al-Qur’annya, mana hadisnya, itu harus pakai qiyas, di qiyaskan kepada khamr, khamr di Al-Qur’an ada, haram hukumnya,” tegasnya.

 

“Jadi kita tidak mungkin belajar syariat islam kalau tidak mengikuti salah satu mazhab empat terutama di Indonesia imam syafi’i, apalagi bagi mereka yang ketika menanyakan hukum harus kembali lagi pada Al-Qur’an dan Sunah atau hadis, bagi kita ya harus kembali ke empat sumber ini, bukan Naqli saja,” pungkasnya.

 

Pewarta: Abdul Manap


Kota Banjar Terbaru