Kota Bandung

Gus Ulil: Penulis Media Keislaman Harus Kembangkan Gaya Bahasa yang Khas

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:00 WIB

Gus Ulil: Penulis Media Keislaman Harus Kembangkan Gaya Bahasa yang Khas

Ketua PBNU, H Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil). (Foto: NU Online)

Bandung, NU Online Jabar
Ketua PBNU, H Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil), menekankan pentingnya pencarian gaya penulisan yang khas bagi para penulis media keislaman. Hal ini disampaikan dalam kegiatan "Upgrading Kepenulisan Populer dan Konsolidasi Pengelola Media Keislaman Moderat" di Hotel Luminor, Jakarta, pada Jumat (11/10/2024) pekan lalu.


Menurut Gus Ulil, meski tidak mudah, usaha untuk menemukan gaya tulisan yang unik dan orisinal harus terus diupayakan. 


"Pencarian gaya ini tidak mudah dicapai dalam waktu singkat, tapi saya kepengin ada usaha bareng-bareng untuk merumuskan suatu gaya menulis yang khas,” ujarnya di hadapan para penulis dari berbagai media keislaman dan perguruan tinggi Islam yang hadir dalam acara tersebut.


Gus Ulil menambahkan bahwa menulis dengan mengikuti tren adalah hal yang mudah, namun menemukan gaya yang benar-benar mewakili diri sendiri adalah tantangan terbesar. “Yang paling susah adalah kita menemukan gaya ungkapan yang memang mewakili kita sendiri,” tegasnya.


Dalam pidatonya, Gus Ulil juga mengungkapkan kekagumannya pada beberapa tokoh NU yang telah berhasil mengembangkan gaya penulisan yang khas. Salah satu tokoh yang disebut adalah Mahbub Djunaidi, yang dikenal dengan esai-esainya dalam buku "Asal Usul". "Mahbub sadar betul bahwa ketika menulis, dia ingin menulis yang sesuai dengan ungkapan hatinya,” katanya.


Selain itu, Gus Ulil juga menyebutkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Cholil Bisri sebagai penulis dengan gaya yang khas. Menurutnya, Gus Dur menulis sebagai kolumnis dengan orientasi yang jelas, sementara Mbah Cholil sering kali menyisipkan istilah-istilah khas pesantren dalam tulisannya, yang memberikan nuansa segar dan berbeda.


“Mbah Cholil itu sering sekali menggunakan istilah Jawa yang khas pesantren. Jadi, dia bisa menulis tentang bola, tapi menyelipkan istilah pesantren, dan itu membuat tulisannya segar,” jelas Gus Ulil.


Gus Ulil juga menekankan pentingnya perjuangan bahasa dalam penulisan. Sebelum memperhatikan isi dan perspektif, media keislaman harus terlebih dahulu memperjuangkan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Ia mengaku prihatin dengan merosotnya penggunaan bahasa di kalangan penulis dan pembaca media, terutama karena semakin jarangnya media yang peduli pada aspek bahasa.


“Kesadaran ini perlu ditanamkan kepada kita semua, termasuk kepada saya sendiri,” ujar Gus Ulil.


Dalam acara tersebut, hadir juga Ketua LTN PBNU Ishaq Zubaedi Raqib, Direktur Diktis Kemenag RI Prof Ahmad Zainul Hamdi, dan Staf Khusus Menteri Agama Wibowo Prasetyo.